Menuju konten utama

Mode Gelap dalam Android Q: Bisakah Menghemat Baterai?

Android Q beta 3 resmi diluncurkan. Apa yang berbeda?

Mode Gelap dalam Android Q: Bisakah Menghemat Baterai?
Ilustrasi android Q. FOTO/iStock

tirto.id - “Hari ini ada 2,5 miliar perangkat Android aktif di seluruh dunia,” ucap Stephanie Cuthbertson, senior director Android, dalam konferensi Google I/O 2019.

Bumi hari ini dihuni oleh 7,5 miliar manusia. Jika klaim Cuthbertson benar, maka sepertiga penduduk dunia kini menggunakan ponsel Android.

Baru-baru ini Google merilis versi terbaru Android: Android Q. Android Q merupakan versi ke-10 dari seri operating system yang lahir diluncurkan Andy Rubin pada 2008. Dalam I/O 2019, Android Q yang dirilis merupakan versi uji coba, tepatnya Android Q beta 3. Menurut laporan The Verge, versi akhir (final release) baru akan meluncur pada musim gugur atau bulan September hingga November nanti.

Meskipun bertitel uji coba, terdapat beberapa fitur baru dalam Q, salah satunya, dukungan atas ponsel layar lipat (foldable phone) dan 5G. Dukungan Q pada teknologi baru ini tercipta, sebagaimana dilansir blog resmi Google, berkat kerjasama dengan 180 produsen perangkat keras di seluruh dunia.

“Tahun ini terjadi lompatan teknologi layar yang melahirkan ponsel berkonsep lipat. Q akan memaksimalkan konsep itu,” tutur Cuthbertson. “Q pun merupakan sistem operasi mobile pertama yang mendukung 5G secara native atau menyeluruh,” paparnya lebih lanjut.

Selain dukungan atas teknologi baru, Q merupakan sistem operasi yang mengusung on-device machine learning langsung dalam tubuhnya, tanpa membutuhkan bantuan tenaga dari server atau pusat komputer yang terhubung dengan internet.

Dalam artificial intelligence (AI), ada sub-bidang khusus bernama machine learning. Alih-alih memprogram suatu kegiatan dengan terperinci dan terukur, machine learning dibuat berdasarkan contoh dari jutaan, bahkan miliaran data. Dari sana, machine learning dapat melakukan sebuah kegiatan secara mandiri, tanpa ada tuntunan terperinci dan terukur dari manusia. Dengan kata lain, machine learning membuat komputer bisa belajar dan bekerja dengan sendirinya.

Pada Q, machine learning melekat dalam dua fitur: Smart Reply dan Live Caption. Smart Reply merupakan fitur yang memberikan sugesti atau rekomendasi, misalnya ketika pengguna menjawab pesan yang diterima langsung dari notifikasi tanpa harus membuka aplikasi. Di lain sisi, Live Caption adalah fitur transkrip otomatis kala pengguna memainkan video atau audio dari berbagai aplikasi di Android. Google mengklaim Live Caption bisa membantu 466 juta jiwa penderita tuna rungu untuk memaksimalkan kerja Android.

Fitur baru lainnya yang ada dalam Q ialah Dark Theme (moda gelap).

“Anda minta, kami berikan,” tegas Google, dalam blog resminya mengumumkan keberadaan Dark Theme.

David Pierce dalam tulisannya di Wall Street Journal menyebut mode gelap “hanya menukar latar putih menjadi hitam”. Mode gelap, atau kadang disebut mode malam, adalah teknik meredupkan pencahayaan antar-muka (user interface) untuk kebutuhan penggunaan jangka panjang. Sebelum ada di ponsel, mode gelap umum dijumpai pada aplikasi-aplikasi komputer yang menuntut penggunaan jangka panjang, seperti Adobe Premiere (untuk mengedit video) hingga Bloomberg Terminal (untuk memantau keadaan pasar).

Mode gelap bukan sesuatu yang fenomenal pada ponsel. Sebelum Google membawanya ke Android, iOS telah memiliki fitur Invert Colors.

Mengapa para pengguna Android membutuhkan mode gelap? Pertama-tama, mode ini “ramah mata”.

“Jika Anda menggunakan suatu perangkat untuk waktu yang lama, penting bagi perangkat itu untuk mode gelap yang bikin mata nyaman,” kata Kepala Desain Twitter Mike Kruzeniski.

Tapi, selain membuat mata nyaman, mode gelap disebut-sebut punya keunggulan lain: mampu menghemat baterai.

Studi Denzil Ferreira berjudul “Understanding Human-Smartphone Concerns: A Study of Battery Life” (2011) menyatakan bahwa baterai menjadi tantangan besar bagi perkembangan ponsel. Pasalnya, pengguna semakin tak bisa lepas dari ponsel. Mereka terus-menerus mengakses email, media sosial, aplikasi pesan instan, dan aplikasi lainnya.

A Rahmati dalam “Understanding Human-Battery Interaction on Mobile Phones” (2007) menyebut 80 persen pengguna ponsel selalu berusaha menghemat daya. Mereka biasanya mematikan beberapa fungsi ponsel via fitur airplane mode.

Mode gelap jadi salah satu pilihan menghemat daya. Studi Fang-Cheng Lin dkk berjudul “Color Filter-Less LCDs in Achieving High Contrast and Low Power Consumption by Stencil Field-Sequential-Color Method” yang diterbitkan dalam Journal of Display Technology (April 2010) menyatakan layar-layar berbasis liquid crystal display (LCD) memiliki lapisan-lapisan tertentu. Jika dalam lapisan LCD itu ditambahkan lapisan filter, yang mampu mereduksi panel penghasil warna-warni, daya yang dibutuhkan LCD untuk hidup bisa ditekan. Menurut hitung-hitungan Lin, daya baterai yang bisa ditekan ialah sebesar 5-10 persen.

Infografik Android Q

Infografik Android Q. tirto.id/Nadia

Masing dari Wall Street Journal, Pierce menyebutkan bahwa layar OLED yang lazim digunakan ponsel premium bercahaya secara independen pada tiap pikselnya. Ketika mode gelap diaktifkan, OLED mematikan piksel-piksel yang bertugas mengeluarkan warna hitam. Artinya, tak ada daya yang terambil dari baterai untuk piksel-piksel yang bertugas mengeluarkan warna hitam.

Segudang fitur dan peningkatan kemampuan pada Q memang menggiurkan. Namun, pengguna Android harus bersabar untuk menggunakan Q. Seri Android ini baru bisa dicoba menggunakan 21 perangkat dari 13 pabrikan, yang rata-rata termasuk kelas premium, misalnya Google Pixel.

Disebutkan dalam laman resmi Android, sistem operasi si robot hijau ini memang punya masalah pembaruan sistem. Hingga kini, masih ada perangkat yang menggunakan Gingerbread atau Android 2.3. Jumlahnya, 0,3 persen dari total perangkat Android saat ini. Artinya, bila kini ada 2,5 miliar Android aktif, maka sebanyak 7,5 juta Android masih berbasis Gingerbread. Jumlah ini terhitung besar, setara dengan lima persen dari jumlah total pengiriman perangkat iPhone pada kuartal satu 2019.

Untuk mengatasi masalah ini, Google mengeluarkan inisiatif bernama Project Mainline, sebuah proyek yang akan membagi dua update Android: update besar dan update fundamental. Update besar akan dilakukan dengan cara konvensional, tapi update fundamental akan dilakukan sebagaimana update aplikasi dilakukan: menggunakan Play Store.

Nantinya, melalui Project Mainline, akan ada 14 modul Android utama yang harus diperbarui tiap ponsel Android dengan memanfaatkan Play Store, antara lain: ANGLE, APK, Captive portal login, Conscrypt, DNS resolver, Documents UI, ExtServices, Media codecs, Media framework components, Network permission configuration, Networking components, Permission controller, Time zone data, dan Module metadata

“Proyek ini memungkinkan tim Android untuk memberikan pembaruan khususnya terkait keamanan sistem secara langsung dan cepat melalui Play Store (tanpa campur tangan pabrikan ponsel),” urai Cuthbertson.

Baca juga artikel terkait ANDROID atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Windu Jusuf