Menuju konten utama

Apa Isi UU Cipta Kerja 2023 yang Ditolak Buruh?

Berikut adalah poin-poin di UU Cipta Kerja 2023 yang ditolak buruh.

Apa Isi UU Cipta Kerja 2023 yang Ditolak Buruh?
Aksi unjuk rasa aliansi buruh mengawal hasil putusan MK atas judicial riview Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 di Patung Kuda Arjuna, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2023). tirto.id/Ayu Mumpuni

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) tolak lima perkara gugatan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

Adapun lima perkara yang ditolak adalah Perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023, 50/PUU-XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, dan 40/PUU-XXI/2023.

Keputusan tersebut diputus dalam sidang pengucapan putusan atau ketetapan di Gedung MK RI pada Senin, 2 Oktober 2023.

"Mengadili, menolak permohonan para permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan amar putusan.

Dalam pembacaan amar putusan itu, disebutkan ada empat dari sembilan Hakim Konstitusi yang memiliki perbedaan pendapat alias dissenting opinion.

Keempat hakim itu adalah Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Daftar Pasal UU Cipta Kerja yang Digugat Buruh ke MK

Gugatan atas Perppu Cipta Kerja itu diajukan oleh konfederasi serikat buruh. Lima gugatan menyatakan bahwa UU No 6 tahun 2023 tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UU NRI 1945 dan tidak mempunyai ketentuan hukum mengikat.

Sehingga, seperti dilaporkan Antara News, dalam Perkara Nomor 54, 41, 46, dan 50, penggugat mengajukan uji formil UU Cipta Kerja, sementara Perkara Nomor 40 mengajukan uji formil dan materi.

Namun, pada kesimpulannya, MK menilai permohonan para pemohon dalam lima perkara itu tidak beralasan menurut hukum. "Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ucap Anwar.

1. Perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023

Perkara nomor 54, diajukan oleh 15 pemohon yang terdiri dari berbagai federasi serikat pekerja di Indonesia.

Mereka memohon kepada MK untuk menyatakan UU 6/2023 tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Meminta MK menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berlaku kembali dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

2. Perkara Nomor 50/PUU-XXI/2023

Perkara Nomor 50 dimohonkan oleh Partai Buruh yang dipimpin oleh Said Iqbal selaku presiden partai tersebut.

Partai Buruh ingin pembentukan UU 6/2023 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945 dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

3. Perkara Nomor 46/PUU-XXI/2023

Perkara Nomor 46 diajukan oleh 14 orang yang terdiri dari kumpulan serikat, yayasan, perkumpulan, dan federasi pekerja.

Pemohon meminta pembentukan UU 6/2023 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023

Perkara Nomor 41 diajukan oleh dua orang dari Konferensi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

Pemohon meminta mahkamah menyatakan pembentukan UU 6/2023 tentang Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pemohon juga meminta seluruh pasal-pasal dari seluruh UU yang diubah dan dihapus oleh UU 6/2023 dinyatakan berlaku kembali.

5. Perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023

Perkara Nomor 40 dimohonkan oleh gabungan federasi, persatuan, dan serikat pekerja yang terdiri dari 121 orang pemohon. Mereka mengajukan permohonan uji formil dan materi.

Dalam petitum formil, pemohon Perkara Nomor 40 meminta pembentukan UU 6/2023 dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sementara dalam petitum materinya, pemohon perkara tersebut meminta sejumlah pasal dalam UU 6/2023 dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Mengutip laman MK, sejumlah pasal yang dimaksud dalam perkara nomor 40 adalah Pasal 81 Angka 12, Pasal 56 Angka 12, Pasal 58 Angka 15, Pasal 61 Angka 18, Pasal 64 Angka 19, Pasal 164 Angka 65 UU Cipta Kerja.

Khusus untuk Perkara Nomor 40, MK menyatakan bahwa permohonan formil dan materi tidak dapat digabungkan dalam satu permohonan.

Oleh karena pengujian dinyatakan tidak beralasan menurut hukum, maka pemeriksaan pengujian materi akan segera dilanjutkan.

Dari berbagai pertimbangannya, MK berpendapat pembentukan UU 6/2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945, sehingga UU Cipta Kerja tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.

Poin-poin yang Ditolak Buruh dari UU Cipta Kerja

Pada Maret 2023 lalu, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, menyampaikan sembilan catatan dan alasan buruh menolak disahkannya UU Cipta Kerja.

  1. Tentang upah minimum yang kembali pada konsep upah murah.
  2. Faktor outsourcing seumur hidup, karena tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing. Adapun pembatasannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. "Itu artinya, negara memposisikan diri sebagai agen outsourcing," kata Said Iqbal dalam pernyataannya kepada Tirto, Jumat (24/3/2023).
  3. Buruh menyoroti tentang kontrak yang berulang-ulang, bahkan bisa 100 kali kontrak. Said Iqbal menuturkan yang dimaksud kontrak seumur hidup, karena dikontrak berulang kali, meskipun ada pembatasan lima tahun.
  4. Pesangon yang murah. Dia membeberkan dalam aturan sebelumnya seorang buruh ketika di-PHK (pemutusan hubungan kerja) bisa mendapatkan dua kali pesangon, saat ini bisa mendapatkan 0,5 kali.
  5. Tentang PHK yang dipermudah. Easy hiring easy firing yang dikumandangkan oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto ditolak oleh Partai Buruh dan organisasi serikat buruh. Mudah memecat, mudah merekrut orang membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja.
  6. Pengaturan jam kerja yang fleksibel.
  7. Pengaturan cuti. Hal ini menindaklanjuti tidak adanya kepastian upah, khususnya bagi buruh perempuan yang akan mengambil cuti haid atau cuti melahirkan.
  8. Tenaga kerja asing. Dalam Perpu yang menjadi UU, diatur boleh bekerja dulu baru diurus administrasinya sambil jalan.
  9. Dihilangkannya beberapa sanksi pidana dari UU Nomor 13 Tahun 2003 yang sebelumnya, di omnibus law cipta kerja dihapuskan.

Baca juga artikel terkait UU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto