tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi ketentuan dalam UU Pemilu tentang batas waktu pindah memilih. MK memutuskan pemilih bisa mengajukan pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari sebelum hari pemungutan suara.
Namun, kelonggaran itu disertai dengan catatan, yakni apabila pemilih dalam kondisi tertentu seperti mengalami sakit, bencana alam, menjadi tahanan, dan adanya tugas pekerjaan yang mengharuskan pemilih pindah wilayah.
"Pemilahan batas waktu demikian perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya pindah memilih dalam jumlah besar," kata Wakil Ketua Hakim MK Aswanto di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019).
Aswanto juga menambahkan, penetapan batas waktu tujuh hari tidak berlaku jika pemilih tidak mengalami kondisi seperti yang disebutkan di atas. Jika tidak dalam kondisi itu, pemilih yang ingin pindah lokasi TPS tetap dikenakan batas waktu paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara.
"Batas waktu agar pemilih dapat didaftarkan dalam DPTb paling lambat 30 sebelum hari pemungutan suara tetap harus dipertahankan karena dengan rentang waktu itulah diperkirakan penyelenggara pemilu dapat memenuhi kebutuhan logistik pemilu," ujar dia.
Aswanto menjelaskan waktu tujuh hari diputuskan dengan pertimbangan bahwa dengan begitu pihak penyelenggara bisa memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan tambahan logistik pemilu.
Waktu tujuh hari diputuskan, setelah MK menilai tidak memungkinkan menetapkan waktu tiga hari yang diajukan di awal oleh pemohon dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Waktu paling lambat tujuh hari sebelum hari pemungutan suara adalah batas waktu yang rasional untuk ditetapkan sebagai batas waktu paling lambat bagi pemilih yang demikian untuk dapat didaftarkan dalam DPTb," ujar Aswanto.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom