tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian pengujian UU Desa terkait aturan domisili bagi calon kepala desa. Artinya saat ini calon kepala desa tidak harus berasal dari desa setempat.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Ketua MK Arief Hidayat dikutip dari laman resmi MK.
Sebagai Pemohon, Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menggugat aturan yang berisikan: “terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran,” yang diatur dalam Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c UU Desa.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah mengatakan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan. Sehingga kepentingan masyarakat setempat harus diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
UU Desa merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yakni memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa dalam kerangka NKRI; memberikan kejelasan status dan kepastian hukum bagi desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan.
Aswanto selaku hakim anggota yang membacakan pendapat Mahkamah menjelaskan bahwa masyarakat perdesaan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yakni masyarakat desa dan masyarakat adat.
Menurut Mahkamah, status desa dalam UU Desa kembali dipertegas sebagai bagian tak terpisahkan dari struktur organisasi pemerintahan daerah sehingga desa menjadi kepanjangan tangan terbawah dari fungsi-fungsi pemerintahan negara secara resmi.
Oleh sebab itu, Aswanto mengatakan sudah sewajarnya pemilihan kepala desa dan perangkat desa tidak dibatasi dengan syarat calon kepala desa atau calon perangkat desa yang harus terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 tahun sebelum pendaftaran.
“Hal tersebut sejalan dengan rezim pemerintahan daerah dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak memberikan batasan dan syarat terkait dengan domisili atau terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di daerah setempat,” tuturnya.
Sedangkan terhadap permohonan para Pemohon yang meminta pengujian konstitusional Pasal 50 ayat (1) huruf a UU Desa mengenai syarat pendidikan bagi perangkat desa.
Mahkamah mengatakan bahwa Pemohon tidak menguraikan argumentasinya. Sehingga permohonan tersebut tidak dipertimbangkan lebih lanjut. “Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” tandas Aswanto.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto