Menuju konten utama

Militer Thailand Larang Kampanye Jelang Referendum Konstitusi

Pihak militer Thailand melarang berbagai jenis kampanye berkaitan dengan referendum konstitusi pada Agustus 2016 mendatang.

Militer Thailand Larang Kampanye Jelang Referendum Konstitusi
prajurit komando batalyon 462 paskhas tni au mengikuti arahan prajurit amerika serikat dari kesatuan special operation command pacific (us socpac) pada latihan tembak reaksi di lanud roesmin nurjadin, pekanbaru, rabu (24/2). pasukan elit paskhas tni au dan us socpac saling bertukar ilmu tentang teknik dan strategi perang dalam latihan bersama "jcet vector balance iron" di provinsi riau. antara foto/fb anggoro/aww/aww/16.

tirto.id - Pihak militer Thailand melarang berbagai jenis kampanye yang berkaitan dengan referendum konstitusi yang akan diselenggarakan pada Agustus 2016 mendatang. Militer Thailand berdalih bahwa kampanye-kampanye tersebut akan digunakan oleh para pengkritik untuk mengganggu pemilihan suara.

"Jangan berkampanye dan jangan mempengaruhi referendum. Biarkan rakyat bebas berpikir," kata Wakil Perdana Menteri yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prawit Wongsuwan, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Selasa, (19/4/2016).

Militer telah meningkatkan aksi kampanye mereka sendiri untuk mengajak rakyat mengikuti pemungutan suara pada referendum 7 Agustus, meskipun mereka mengaku upayanya tidak bertujuan untuk menarik warga agar mendukung rancangan konstitusi tersebut.

"Jika Anda tidak setuju, centang saja kotak itu,” tukas Prawit Wongsuwan.

Militer Thailand turut memobilisasi para pelajar dari program militer pertahanan wilayah untuk mengunjungi tempat-tempat umum, termasuk pasar dan pusat perbelanjaan, demi mengajak masyarakat memilih.

Pihak militer telah memantau penyusunan konstitusi tersebut dan berjanji akan menggelar pemilihan umum pada pertengahan tahun depan. Namun para pengkritik, termasuk partai-partai politik besar, mengatakan bahwa konstitusi itu akan memperkuat pengaruh militer, membungkam demokrasi, dan sepertinya tidak akan mengatasi kemelut politik yang sudah berlangsung bertahun-tahun

Militer Thailand merebut kekuasaan sipil dalam sebuah kudeta pada 2014 dengan alasan menghentikan unjuk rasa kekerasan anti-pemerintah.

Sejak mengambil alih kekuasaan, militer melarang kegiatan politik. Namun larangan itu tidak menghentikan partai-partai untuk mengomentari berbagai isu, termasuk rancangan konstitusi tersebut.

Partai Puea Thai dipimpin mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra yang digulingkan dalam kudeta 2014, mengimbau para pendukungnya untuk menolak konstitusi tersebut.

Para pendukung partai populis yang didukung banyak warga pedalaman Thailand yang miskin mengatakan bahwa konstitusi baru itu merupakan manuver dari kelompok mapan yang didominasi militer untuk membatasi pengaruhnya.

Bahkan pesaingnya, Partai Demokrat yang pro-kelas mapan mengatakan, rancangan konstitusi itu tidak demokratis, meskipun mereka telah berhenti mengajarkan kepada pendukungnya bagaimana cara memilih. (ANT)

Baca juga artikel terkait KAMPANYE atau tulisan lainnya

Reporter: Putu Agung Nara Indra