tirto.id - Hari ini kami sudah berusia dua tahun. Banyak hal terjadi dalam industri media dan dunia pers di Indonesia selama dua tahun terakhir, salah satunya makin masifnya penggunaan infografik oleh media massa, khususnya media online.
Kami bukan media pertama yang menggunakan infografik. Namun, saat kami memulainya, masih relatif sedikit media—jika bukan “sangat sedikit”—yang secara masif dan konsisten terus menerus menyodorkan infografik kepada para pembacanya. Faktor masif dan konsisten itulah yang agaknya membuat kami identik dengan infografik.
Saat memulainya dua tahun silam, kami percaya infografik memang cocok bagi para pembaca mutakhir yang mobile minded, terbiasa multi-tasking, dan akrab dengan media sosial. Infografik kami bayangkan memenuhi pelbagai unsur yang dibutuhkan para pembaca mutakhir itu: ringkas karena tidak memakan banyak ruang layaknya tulisan panjang, tapi juga kaya karena bisa menampilkan data-data yang relevan; padat karena bahkan bisa berukuran kecil 1x1 ala unggahan Instagram, tetapi juga cair karena amat mudah disebarluaskan.
Pemahaman itulah yang membuat kami, sejak kali pertama “mengudara” secara resmi pada 3 Agustus 2016, mendedikasikan banyak sumber daya dan waktu untuk menyodorkan infografik kepada pembaca. Sejak hari itu, hampir seluruh naskah kami selalu disertai dengan infografik (kecuali berita-berita ringkas).
Menjadikan infografik sebagai salah satu karakter media merupakan sesuatu yang menentang. Pertama, kami mesti menyiapkan infografik dalam waktu sesingkat mungkin karena naskah tidak bisa terlalu lama menunggu desainer bekerja. Kedua, sembari memproduksi infografik dengan waktu yang pendek, keharusan untuk mempraktikkan disiplin verifikasi (guna mengejar akurasi) justru semakin tinggi: jika naskah keliru bisa diedit dengan cepat, namun sekali infografik keliru tayang sangat mungkin untuk sulit dihentikan peredarannya karena sifat infografik yang cair dan sangat mudah disebarluaskan.
Belum lagi munculnya sedikit keraguan: mungkinkah setiap naskah disertai infografik saat laporan-laporan kami sebenarnya tidak selalu berisi data-data kuantitatif?
Seiring waktu, kami membuktikan hal itu memang mungkin untuk dilakukan. Sesuai etimologi kata infografik itu sendiri, yang berasal dari kata “info(rmasi) dan “grafis”, infografik memang tidak mesti berisi data-data kuantitatif berupa angka atau kurva. Infografik juga sangat mungkin mempresentasikan informasi dalam bentuk apa pun: dari infografik berupa kurva yang menampilkan naik turun angka, hingga infografik yang menyodorkan ringkasan hal-hal menarik atau kutipan-kutipan yang penuh daya dari sebuah laporan.
Hal terakhir itulah yang agaknya sangat membantu popularitas infografik kami, lagi-lagi hal itu terkait karakter pembaca mutakhir. Mengingat laporan-laporan kami cukup panjang dibandingkan kebanyakan media, infografik kami bisa dan sangat mungkin dibaca sebagai—semacam—“cara singkat lagi ringkas membaca Tirto”.
Infografik boleh jadi punya usianya sendiri. Sebagai tren, sangat mungkin infografik akan digantikan oleh tren lain yang lebih baru. Di sanalah tantangan bagi mereka yang selama ini konsisten memproduksi infografik secara masif, termasuk kami. Namun, satu hal yang kami percaya, infografik boleh saja fana, tapi kebutuhan atas visualisasi data niscaya abadi.
Hari ini kami genap berusia dua tahun. Dari 3 Agustus 2016 ke 3 Agustus 2018. Kami ingin mengkhidmati perjalanan dua tahun terakhir ini dengan memberi tempat yang selapang-lapangnya kepada salah satu karakter kami yang paling menonjol, yaitu infografik, untuk “mengakuisisi” seluruh laman situs web kami. Inilah alasan mengapa hari ini Anda sekalian, para pembaca Tirto, hanya menjumpai infografik di laman ini.
Editor: Zen RS