tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melarang siapapun yang memiliki video bunuh diri tidak menyebarkan dalam bentuk apapun karena tidak sesuai dengan kemanusiaan dan pasal28 UU ITE.
Imbauan ini diserukan menyusul terjadinya aksi bunuh diri seorang pria di Jagakarsa, Jakarta Selatan yang disiarkan secara langsung di Facebook, Jumat (17/3/2017).
Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Facebook menghapus video tersebut dari basis data mereka, setelah hampir 10 jam eksis di dunia maya.
Pemerhati media sosial Nukman Luthfie mengapresiasi tindakan tersebut.
Ia juga menghimbau kepada netizen untuk tidak menyebarkan video tersebut. Nukman berpendapat penyebaran video bunuh diri melalui media sosial tidak sesuai dengan etika. "Banyak yang tidak tahu, itu tidak melanggar hukum, tapi, melanggar etika" kata Nukman seperti dikutip ANTARA News, Sabtu (18/3).
Menurut Nukman, netizen cenderung ingin tahu apa yang istimewa di media sosial, termasuk aksi tersebut. “Maka itu [mereka kemudian] mencari video [itu]," kata Nukman.
Sayangnya, kata Nukman, karakteristik pengguna media sosial Indonesia, begitu mendapat informasi, mereka ingin menyebarkan. Nukman menduga mereka merasa bangga bila menjadi yang pertama menyebarkan informasi. "Itu normal, ingin tahu, lalu cari tahu. Begitu sudah tahu, ingin menyebar," ujar Nukman.
Persoalaannya, banyak netizen yang tidak paham konten apa saja yang tidak layak untuk disebarkan, termasuk siaran langsung bunuh diri.
Sementara itu, ahli psikologi klinis, Kasandra Putranto, berpendapat, orang yang menyebarkan video didorong keinginan impulsif. "Tidak mampu menahan diri untuk tidak membagi ulang (reshare) dengan alasan apapun, karena ingin berbagi informasi, panik atau karena ingin melecehkan, dan lainnya," kata dia,
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH