tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan kredibilitas kondisi fiskal Indonesia. Sri mengatakan, meskipun nilai defisit pada 2017 diperkirakan lebih besar ketimbang 2016, kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun ini tidak meragukan.
"Saya paham banyak yang bertanya kredibilitas APBN, pada 2016 defisit anggaran sebesar Rp315 triliun atau 2,47 persen. Tahun ini defisit Rp330 triliun. Apakah Indonesia mengalami crooning definition? Tentu tidak. Kalau dibandingkan dengan negara lain utang kita relatif masih baik dibanding negara berkembang atau maju," kata Sri dalam acara CIMB Niaga Economic Forum di Jakarta, pada Kamis (26/1/2017) seperti dikutip Antara.
Pada 2017, postur pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp1.750,2 triliun. Sementara belanja negara Rp2.080,4 triliun. Maka, defisit anggaran dalam APBN 2017 sebesar Rp330,2 triliun atau setara dengan 2,41 persen dari PDB.
"Kalau lihat komposisi belanja pemerintah Indonesia, bukan kekurangan uang. Its really relatif, ini tentang bagaimana mengalokasi uangnya untuk pengeluaran bagi perbaikan ekonomi Indonesia. Tema ini akan terus-menerus akan kami angkat," ujar Sri menambahkan.
Karena itu, Sri mengimbuhkan, pada 2017, pemerintah akan terus berfokus meningkatkan penerimaan pajak. Pemerintah juga masih memiliki waktu menambah penerimaan dari program amnesti pajak yang berlangsung sampai akhir Maret 2017.
Ia mengimbuhkan ke depan pemerintah juga akan terus berfokus memperbaiki fundamental ekonomi dalam negeri. Maka, lanjut dia, pemerintah akan terus berupaya untuk memperbaiki peringkat kemudahan berusaha, investasi, pembangunan infrastruktur dan komposisi belanja APBN.
Sebelumnya, pada Rabu (25/1/2017) kemarin, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan akan terus memantau perkembangan dampak perekonomian global ke APBN.
"Kami masih menjalankan (APBN) dahulu. Akan tetapi, tentu dengan melihat seluruh aspek," kata Suahasil.
Suahasil mengatakan perkembangan ekonomi saat ini sangat dinamis, terutama terkait dengan kondisi di AS pascapelantikan Presiden Donald Trump. Aspek lain yang juga perlu diwaspadai ialah asumsi kenaikan harga minyak mentah (ICP) yang bisa meningkat sepanjang 2017.
"Kalau kita lihat sekarang, ada kemungkinan dia akan meningkat rata-ratanya antara $45 dolar dan $50 dolar pada tahun ini. Potensi itu ada. Kita perhatikan secara serius. Kalau ICP naik setiap $1 dolar AS, itu (menambah) Rp700 miliar," kata Suahasil.
Selain itu, kenaikan harga komoditas tersebut bisa memengaruhi asumsi lainnya, seperti laju inflasi yang diperkirakan pada 2017 melebihi target 4 persen karena faktor harga diatur oleh Pemerintah (administered price).
"Kita lihat memang ada kemungkinan dia lebih dari 4 persen. Akan tetapi, masih dalam range 4 persen plus minus satu yang sudah kita sepakati sebagai medium term inflasi 2017. Hal ini kita diskusikan dan awasi terus tiap bulan," ungkap Suahasil.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom