Menuju konten utama

Menteri Luhut: Indonesia Bukan Negara Penuntut

Menkopolhukam Luhut Pandjaitan mengatakan posisi Indonesia di Laut Cina Selatan bukan negara penuntut.

Menteri Luhut: Indonesia Bukan Negara Penuntut
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) memberikan keterangan terkait posisi Indonesia di Laut Cina Selatan. Antara foto/indrianto eko suwarso.

tirto.id - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Pandjaitan menegaskan bahwa Indonesia tidak berada dalam posisi penuntut di dalam ajang Dialog Kelima Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dengan Cina.

Dialog tersebut dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Cina merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo dan Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) Cina Liu Zhemin, sementara delegasi Cina dipimpin oleh anggota Dewan Negara Cina Yang Jiechi. Dialog ini ditujukan untuk membahas kemungkinan kerja sama "coast guard" (penjagaan perairan) antara Indonesia dan Cina di Laut Cina Selatan.

"Namun, Indonesia sama sekali tidak mengakui 'nine dash line' dan 'traditional fishing ground' yang kerap ditegaskan Cina, di sekitar perairan Natuna. Tidak ada itu," tegas Luhut kepada Antara di Beijing, Selasa malam (26/4/2016).

Cina memakai rumus "nine dash line" (sembilan garis putus) yaitu titik imajiner di laut yang dijadikan Cina sebagai garis teritorial di Laut Cina Selatan. Akan tetapi, rumus tersebut tidak tercantum dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) 1982.

"Kalau sampai kapal-kapal mereka masuk ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, itu kan sudah melanggar kedaulatan kita. Lain cerita jika kapal-kapal mereka mereka melintas di jalur laut bebas internasional. Tetapi kalau di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, itu tidak benar dan melanggar hukum internasional," papar Luhut.

Luhut menegaskan, sudah semestinya Cina menghormati hukum laut internasional demi stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan itu Laut Cina Selatan.

"Persoalan di Laut Cina Selatan memang kompleks, tetapi ada banyak cara untuk semua pihak yang berkepentingan bekerja sama, daripada berkonflik," kata Luhut, kepada Antara di Beijing, Selasa (26/4/2016).

Sebelumnya, pada Sabtu (19/3/2016), di perairan Natuna, Kapal Pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan Hiu 11 mendeteksi pergerakan kapal ikan Cina Kway Fey 10078. Pada pukul 14.15 di hari yang sama, kapal tersebut berada di koordinat 5 derajat lintang utara dan 109 derajat bujur timur yang masih berada di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Terkait dengan tuntutan Cina agar Indonesia membebaskan delapan nelayannya yang ditahan, Luhut mengatakan bahwa Cina harus menghormati kedaulatan dan proses hukum Indonesia yang tidak bisa dikompromikan sembarangan.

Luhut menambahkan, Cina adalah negara besar sehingga penting bagi Indonesia menjalin hubungan dan kerja sama dengan Cina. Namun, hubungan dan kerja sama itu tetap harus dilandasi saling menghormati dan menghargai, sebagai dua bangsa yang sejajar dan setara.

Dengan kerja sama tersebut, Luhut mengharapkan persinggungan di sekitar wilayah RI dan Cina di Laut Cina Selatan dapat diselesaikan dengan baik, tanpa berkembang menjadi konflik atau menimbulkan ketegangan yang tidak perlu.

"Sebagai dua negara yang bertetangga, persinggungan pasti ada. Tetapi bagaimana hal itu dapat dihindari dan diselesaikan dengan baik jika terjadi, atas dasar saling menghormati dan menghargai sebagai dua negara yang sejajar, setara. Kedaulatan itu harga mati, mutlak, tidak bisa ditawar-tawar," ujar Luhut.

Baca juga artikel terkait CINA

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Putu Agung Nara Indra