tirto.id - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mendorong agar industri ritel lebih siap dalam mengantisipasi perubahan pola belanja masyarakat.
Menurut Hanif, para pelaku industri ritel modern harus mulai menyiapkan skema transformasi industri, sehingga solusi terbaik untuk hal-hal seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) para pegawainya bisa diupayakan sedini mungkin.
“Katakanlah proses bisnisnya berubah, (perubahan) itu butuh waktu berapa lama? Perubahannya seperti apa? Lalu konsekuensinya terhadap perubahan bagaimana? Dari sisi pekerjaan dan keterampilannya juga seperti apa?” kata Hanif di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (25/10/2017) siang.
Adapun Hanif mengaku tidak mempermasalahkan adanya digitalisasi pada sejumlah sektor saat ini. Namun dengan dilakukannya antisipasi semacam itu, Hanif menilai dampak digitalisasi terhadap isu ketenagakerjaan dapat diantisipasi pemerintah secara lebih maksimal.
“Tahapannya (untuk transformasi) seperti apa, lalu berapa banyak pekerja yang harus dilakukan upskilling maupun reskilling, ini semua harus muncul dari industrinya,” ungkap Hanif.
Lebih lanjut, Hanif menyebutkan pemerintah akan fokus pada proses pengawalan terhadap proses PHK oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan efisiensi.
“Tentu kalau ada PHK, dari segi proses PHK-nya harus sesuai aturan. Hak-hak pekerja harus dijalankan,” ucap Hanif lagi.
Pengawasan pasca PHK itu pun dinilai Hanif sebagai fase yang cenderung penting karena masalah biasanya muncul di situ. “Kalau untuk pekerja, proses PHK-nya sudah benar, pesangonnya dibayar, lalu problemnya juga, setelah itu dia kerja apa?” ujar Hanif.
Tak hanya antara industri ritel dengan para pekerjanya, Hanif pun menegaskan kalau vendor penyedia pekerja outsourcing juga memiliki kewajiban yang sama. Hanif mengatakan bahwa vendor harus melakukan proses PHK secara benar serta memenuhi hak pekerja. “Tetap harus dipenuhi, nggak bisa nggak,” kata Hanif.
Saat disinggung mengenai data yang dimiliki Kementerian Ketenagakerjaan terkait jumlah pekerja yang terkena efisiensi sebagai dampak digitalisasi, Hanif mengaku tidak mengingatnya secara detail. Akan tetapi, Hanif mengklaim pengurangan jumlah pekerja di satu sektor biasanya dibarengi dengan pertumbuhan angka di sektor lain.
“Kita kan kalau (angka) agregat-nya ada. Tapi biasanya kita siapkan nanti di akhir tahun, kan selalu kita laporkan agregatnya itu,” ungkap Hanif.
Akhir pekan lalu, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) telah memutuskan untuk menutup sejumlah gerai Lotus Department Store di Jakarta Pusat, Bekasi, dan Cibubur. Tutupnya Lotus tersebut menyusul penutupan toko ritel sejenis, seperti Ramayana dan Matahari Department Store, yang telah lebih dulu dilakukan beberapa waktu lalu.
Berdasarkan pantauan Tirto secara langsung di Lotus cabang Skyline Building, Jakarta Pusat, pegawai di sana mayoritas berasal dari vendor outsourcing. Salah satu pegawai bernama Anie mengaku karyawan Lotus yang berasal dari vendor akan dikembalikan ke vendor masing-masing.
“Yang dikembalikan ke vendor ya menunggu adanya rolling (perputaran). Itu pun kalau ada tempat, kalau nggak ada, ya dirumahkan,” tutur Anie, kemarin siang.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri