tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencapai tingkat inklusi dan literasi keuangan masyarakat 100 persen hingga akhir masa jabatan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi.
Permintaan ini disampaikannya saat ia menghadiri Acara Edukasi Keuangan BUNDAKU (Ibu, Anak, dan Keluarga Cakap Keuangan), di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
“Saya berharap inklusinya akan 100 persen masyarakat indonesia dan literasinya juga bisa 100 persen, laki dan perempuan. Itu mestinya bisa dicapai dalam waktu selama Pak Mahendra dan Bu Kiki (panggilan Friderica) ada di OJK,” ujarnya.
Berdasarkan Survei OJK 2022, tingkat inklusi keuangan masyarakat Indonesia telah mencapai 85,1 persen, dengan inklusi perempuan sebesar 83,88 persen dan 86,28 persen untuk laki-laki. Pada periode yang sama, tingkat literasi keuangan masyarakat mencapai 49,68 persen, dengan 50,33 persen pada perempuan dan 49,05 persen pada laki-laki.
“Untuk inklusi tinggal 15 persen lagi, kalau literasinya masih half to go. Jadi kita perlu bekerja sama [untuk mencapai tingkat inklusi dan literasi keuangan 100 persen],” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, dari sisi Kementerian Keuangan, selama ini telah mendukung peningkatan inklusi keuangan perempuan melalui anggaran responsif gender (ARG).
Dalam paparan Menkeu, dijelaskan bahwa anggaran ini dikhususkan untuk mendukung program edukasi dan literasi keuangan perempuan, dukungan untuk UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) untuk perempuan, layanan keuangan digital perempuan, perluasan akses asuransi dan dana pensiun, perlindungan konsumen, dukungan komprehensif dan pemberdayaan bagi perempuan pengurus rumah tangga, serta pengumpulan data terpilah berdasarkan gender.
Sementara itu, sejak awal Januari sampai 8 Maret 2024, anggaran responsif gender telah dikucurkan ke 37,80 persen dari total Kementerian/Lembaga (K/L) yang sebanyak 82 K/L.
“Kita terus mencoba menggunakan instrumen keuangan negara di dalam rangka untuk menciptakan literasi yang makin baik. Setiap anggaran juga diidentifikasi, mana yang memberikan manfaat, terutama kepada perempuan, ini yang disebut anggaran yang responsif gender,” terangnya.
Selain untuk meningkatkan inklusi keuangan perempuan, instrumen keuangan negara juga dihadirkan untuk meningkatkan kesetaraan perempuan dengan laki-laki. Apalagi, menurut Sri Mulyani, selama ini perempuan masih sering mengalami diskriminasi dibandingkan laki-laki.
“Kalau hari-hari ini orang mengatakan, kenapa perempuan perlu gender awareness? Bukan karena kita ingin melebihi [laki-laki]. Tapi di dalam masyarakat yang laki-perempuannya setara, kenapa dia setara? Karena society itu perlu didukung dengan sebuah keadilan. Karena masyarakat perlu maju bersama-sama,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan pihaknya bersama seluruh Anggota Dewan Komisioner (ADK) OJK akan melakukan upaya terbaik untuk mencapai target 100 persen tingkat inklusi dan literasi keuangan.
Meskipun diakuinya, target itu cukup sulit dicapai. Mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari banyak kepulauan dan belum semua daerah terjangkau internet.
“Makanya kita membuat metode edukasi untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Intinya, kita akan we will do our best, saya dengan Pak Mahendra dan semua ADK, di-support oleh ibu-ibu dan seluruh masyarakat meningkatkan tingkat literasi dan inklusi keuangan Indonesia,” katanya.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi