Menuju konten utama

Menkeu: Harus Hemat Rp250 Triliun Jika Tax Amnesty Gagal

Menkeu memproyeksi bahwa pemerintah harus melakukan penghematan belanja sekitar Rp250 triliun, jika kebijakan pengampunan pajak gagal dilaksanakan. Namun pemerintah tetap menyiapkan berbagai program alternatif lain untuk menjaga penerimaan negara dari sektor pajak. Misalnya, dengan melaksanakan program ekstensifikasi dengan lebih serius, melakukan penguatan pemeriksaan pada Wajib Pajak Orang Pribadi non Karyawan, serta memeriksa 500 perusahaan modal asing yang selama ini tidak membayar pajak.

Menkeu: Harus Hemat Rp250 Triliun Jika Tax Amnesty Gagal
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Antara Foto/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro memproyeksikan bahwa pemerintah harus melakukan penghematan belanja kementerian lembaga hingga mencapai kurang lebih Rp250 triliun, jika kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) gagal dilaksanakan.

"Kalau tidak ada tax amnesty, pemotongan belanja bisa Rp250 triliun dan bisa berpengaruh ke ke pertumbuhan ekonomi secara langsung," kata Bambang saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 di Jakarta, Selasa (7/6/2016) malam.

Menurut Bambang, pemerintah akan berupaya agar program pengampunan pajak bisa memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional, terutama bagi penerimaan pajak hingga mencapai Rp165 triliun.

Namun, Bambang memastikan bahwa pemerintah tidak hanya bergantung pada program tersebut. Ia melanjutkan, pemerintah telah menyiapkan berbagai alternatif lain untuk menjaga penerimaan negara dari sektor pajak pada 2016.

Berbagai alternatif itu yakni dengan melaksanakan program ekstensifikasi dengan lebih serius, karena masih banyak para pedagang yang belum mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memenuhi kewajiban perpajakan secara benar.

Kemudian, lanjut Bambang, melakukan penguatan pemeriksaan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) non-karyawan yang selama ini kontribusinya ke penerimaan pajak masih rendah atau hanya sebesar Rp9 triliun hingga periode 2015.

Hal ini memerlukan upaya ekstra, karena WP OP, tidak seperti WP Badan yang memiliki aset dan laporan neraca laba rugi. Padahal, menurut Bambang, potensinya sangat besar dan menjadi sumber penerimaan di negara maju seperti Amerika Serikat.

"Kuncinya ada di data kepemilikan aset, tapi ini tidak pernah ter-deliver dengan baik. Makanya mau tidak mau harus ada pemeriksaan. Kita maunya penerimaan bisa 100 persen, dari Rp9 triliun menjadi Rp18 triliun," ujar Bambang.

Selain itu, menjalankan pemeriksaan terhadap 500 perusahaan modal asing (PMA) yang selama ini tidak membayar pajak dengan alasan merugi, padahal beroperasi di Indonesia selama lebih dari 10 tahun, bahkan diantaranya telah melakukan ekspansi usaha.

"Kalau di atas 10 tahun beroperasi tidak pernah bangkrut bahkan melakukan ekspansi, maka ini ada tax avoidance, karena kita lihat logikanya, kalau hidup lebih dari 10 tahun, berarti perusahaan itu untung," kata Bambang.

Ia menegaskan bahwa seluruh upaya ekstensifikasi ekstra akan dilakukan pemerintah agar penerimaan pajak tetap terjaga dan tidak terjadi shortfall, termasuk apabila pendapatan dari kebijakan pengampunan pajak tidak mencapai Rp165 triliun.

Sebelumnya, pemerintah dipastikan akan melakukan pemangkasan anggaran kementerian lembaga hingga mencapai kisaran Rp50 triliun terutama bagi belanja operasional tidak mendesak dan belanja non operasional bukan prioritas, untuk menjaga defisit anggaran di bawah tiga persen terhadap Produk Domestik Bruto.

Baca juga artikel terkait EKONOMI

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Yantina Debora
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara