tirto.id - Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial. Misalnya ketika ia bicara soal Indonesia bubar pada 2030. Ia menyebut sumber ucapannya itu datang dari prediksi para ahli luar negeri, padahal sebetulnya dari novel fiksi karangan P.W. Singer dan August Cole berjudul A Novel of the Next World War: Ghost Fleet.
Begitu pula ketika ia bicara soal Ratna Sarumpaet. Sebelum Ratna mengaku kalau dia bohong telah dipukuli orang hingga mukanya bonyok tak berbentuk, Prabowo menyebut salah satu anggota tim pemenangannya itu mengalami "tindakan represif, di luar kepatutan, dan jelas pelanggaran Hak Asasi Manusia."
Hari ini (21/11/2018) bekas Danjen Kopassus itu mengeluarkan pernyataan yang potensial menimbulkan keributan kembali. Ia menyebut—dalam bahasa Inggris—lebih dari setengah orang Indonesia mengalami functionally illiterate atau buta huruf fungsional.
"Di World Bank, 55 persen Indonesia itu functionally illiterate. Saya sedih," kata Prabowo dalam acara Indonesia Economic Forum di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Benarkan pernyataan ini?
Functionallyilliterate alias buta huruf fungsional berbeda dengan buta huruf yang berarti tak bisa membaca sama sekali. Orang yang mengalami buta huruf fungsional bisa membaca tapi tidak menangkap pesan yang mereka baca.
Lewat Twitter resminya, World Bank Indonesia memberi keterangan soal functionally illiterate seperti ini: "sekitar 55 persen penduduk Indonesia kemampuan membacanya masih terbatas bisa membaca tapi mungkin sulit mengerti apa yang dibaca."
Dalam laporan berjudul Indonesia Economic Quarterly June 2018: Learning More, Growing Faster (PDF) (Hlm 28), World Bank menyebut, "menurut tes internasional, lebih dari 55 persen orang Indonesia yang menyelesaikan pendidikan, mereka secara fungsional buta huruf."
Dalam catatan kaki laporan, functionally illiterate didefinisikan sebagai "mereka bisa, misalnya, membaca teks, tapi tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar teks tersebut."
Dijelaskan pula bahwa mereka "tidak dibekali kecakapan-kecakapan yang wajib dikuasai agar sukses di pasar tenaga kerja."
Data tersebut diambil dari PISA (Program for International Student Assessment) yang disponsori negara-negara Economic Co-operation and Development (OECD).
Ada enam kategori kemampuan membaca, dari 1-6. Dan 55 persen orang Indonesia yang menyelesaikan sekolah ada di tingkat 1 atau level terendah. Cuma ada 30,9 persen yang ada di tingkat 2 dan 11,7 persen di tingkat 3. Tak ada yang bisa mencapai tingkat 6.
Dalam laporan yang sama disebutkan pula angka kemampuan membaca yang diperoleh orang Indonesia, "jauh lebih besar daripada yang terdata di Vietnam (14 persen) dan negara-negara OECD sebesar 20 persen."
Kemampuan membaca orang Vietnam yang ada di level 2 mencapai 32,5 persen, level 3 35,2 persen, dan level 4 15,8 persen. Sementara OECD, yang ada di level 2 23,3 persen, level 3 27,9 persen, level 4 20,5 persen, dan level 5 7,2 persen.
Dibandingkan buta huruf fungsional angka buta huruf di Indonesia jauh lebih rendah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka buta huruf masyarakat Indonesia usia produktif (15-44 tahun) cuma 0,94 persen pada tahun lalu. Sementara usia 45 ke atas pada tahun yang sama mencapai 11,08 persen.
Sehingga dari definisi terlihat apa yang disampaikan Prabowo terkait buta huruf fungsional sesuai dengan laporan Bank Dunia.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino