tirto.id - Pernahkah merasa sangat takut ketika menghadapi ujian? Biasanya rasa takut tersebut muncul bersamaan dengan rasa cemas yang berlebih ketika akan menghadapi ujian. Bisa jadi, itu adalah testophobia.
Kadang, orang yang menderita phobia terhadap ujian mencoba untuk menghindari tidak hanya ujian tetapi juga situasi yang memicu ujian.
Dilansir dari laman fearof.org, ada banyak kasus di mana seseorang mengalami fobia karena melakukan tes di mana mereka menjadi takut mengalami kecemasan itu sendiri.
Hal itu akan membuat mereka merasa sangat tidak nyaman dan mengalami kepanikan. Orang yang mengalami serangan panik ini biasanya merasakan jantung berdebar, atau detak jantung meningkat.
Otak seseorang mampu menciptakan reaksi terhadap situasi yang menakutkan bahkan ketika ia tidak benar-benar dalam situasi itu.
Orang berbeda dan demikian pula semua jenis fobia yang mungkin diderita seseorang. Jadi gejalanya juga sangat bervariasi pada tingkat keparahan di mana seorang individu mengalami ketakutan ini.
Namun secara umum, fobia dan ketakutan spesifik seperti testophobia termasuk dalam kategori gangguan kecemasan.
Berikut ini gejala yang dialami seorang testophobia seperti dilansir dari laman fearof.org:
- Berkeringat
- Gemetaran
- Muka memerah atau menggigil
- Sesak napas atau kesulitan bernafas
- Detak jantung yang cepat (takikardia)
- Sensasi kupu-kupu di perut
- Mual
- Sakit kepala dan pusing
- Merasa lemah
- Mati rasa
- Mulut kering
- Kebutuhan untuk pergi ke toilet
- Terngiang-ngiang di telinga
- Kebingungan
- Kenaikan tekanan darah
Tidak hanya gejala fisik, saat seseorang mengalami testophobia, ia juga akan mengalami gejala mental seperti kemarahan, kecemasan, rasa bersalah pada diri sendiri, penuh malu, hingga kebingungan secara berlebih.
Penanganan Testophobia
Dilansir dari laman Common Phobia, dokter atau ahli kejiwaan dapat meresepkan obat. Tetapi harap dicatat bahwa obat ini dapat memiliki efek samping yang bisa parah.
Penting juga untuk dicatat bahwa obat-obatan tidak menyembuhkan fobia, tetapi hanya menekan sistem secara sementara.
Namun, ada perawatan untuk fobia seperti konseling, hipnoterapi, psikoterapi, dan pemrograman Neuro-Linguistik.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Dhita Koesno