tirto.id - Teknologi pangan dapat meningkatkan masa simpan dan nilai keekonomisan bahan pangan. Teknologi pangan juga menjadi ilmu yang secara nyata mampu meningkatkan nilai guna dalam pemrosesan bahan pangan.
Nilai guna ini selanjutnya turut mendongkrak nilai ekonomis dari bahan pangan tersebut. Di sisi lain, kandungan nutrisinya tidak lantas hilang lantaran penggunaan teknologi tertentu.
Inilah yang membuat teknologi pangan perlu senantiasa dikembangkan secara kontinyu di Tanah Air. Sebab, Indonesia memiliki potensi besar terhadap bahan pangan yang beragam jenisnya dan bisa ditingkatkan nilai gunanya.
Yang mana, makanan bisa tetap layak makan dalam jangka lama, terjaga gizinya, dan bisa disimpan dengan mudah.
Pengertian Teknologi Pangan dan Sejarahnya
Dikutip laman Ma'soem University, teknologi pangan merupakan teknologi yang menerapkan ilmu pengetahuan pada bahan pangan, terutama setelah terjadi masa panen.
Ilmu ini sangat berkaitan dengan ilmu keteknikan yang bisa diterapkan pada usaha-usaha pengawetan atau pengolahan bahan pangan.
Yang mana, bahan pangan tidak mesti dikonsumsi dengan bentuk segarnya, melainkan pula pada wujud olahannya.
Pengawetan memiliki tujuan memperpanjang masa simpan. Lalu, pengolahan bertujuan mengubah bentuk bahan pangan untuk menghasilkan beragam bentuk.
Adanya pengolahan dan pengawetan ini diharapkan bahan pangan memiliki nilai tambah lebih besar dan sekaligus memperpanjang masa simpan.
Dalam sejarah, metode teknologi pangan tertua yang masih dilakukan sampai sekarang adalah pengeringan bahan pangan, terutama daging dan ikan.
Dikutip laman Kemenkes, pengeringan sudah dimulai dari zaman primitif kala orang-orang masih hidup nomaden.
Mereka yang memutuskan menetap, menyukupi kebutuhan pangan dengan berburu dan bercocok tanam. Hasil pertanian seperti padi dan gandum disimpan dalam lumbung.
Namun, makanan seperti ikan, daging, sayur, hingga buah-buah sangat mudah rusak. Pada jenis bahan pangan tertentu, dilakukan pengeringan sehingga membuat makanan bisa dikonsumsi kemudian hari.
Di masa sekarang, pengeringan masih dilakukan pada pengawetan ikan asin atau pembuatan makanan tertentu seperti kerupuk, rengginang, dendeng, dan sebagainya.
Sementara itu, teknologi pangan lebih modern diawali dari pengalengan bahan pangan oleh Nicolas Appert di tahun 1804 yang tidak dibarengi oleh ilmu pengetahun.
Lalu, Louis Pasteur di tahun 1861 menemukan, pemanasan bisa membunuh mikroba dan menutup botol secara rapat dapat mencegahnya masuk.
Ide Pasteur ini kemudian dikenal dengan metode pasteurisasi untuk mengawetkan makanan. Makanan dipanaskan pada suhu dan durasi tertentu.
Teknik tersebut lantas diterapkan pada produk makanan awetan agar steril dan tidak rusak karena pengaruh mikroba.
Keunggulan pasteurisasi lantas diterapkan pula buah kaleng, asinan, sampai susu. Pasteurisasi pada susu akan membunuh mikroba dan meminimalkan perubahan sifatnya akibat pemanasan.
Perkembangan teknologi pangan dari waktu ke waktu semakin meningkat. Ragamnya pun cukup banyak seperti penggaraman pada ikan yang ditangkap di laut, pengemasan tertentu untuk mencegah makanan rusak, dan sebagainya
Manfaat Teknologi Pangan
Teknologi pangan memiliki beragam manfaat saat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut berbagai manfaat yang dapat dirasakan:
- Memperpanjang masa simpan dan jumlah ketersediaan bahan pangan
- Mempermudah penyimpanan dan distribusi bahan pangan
- Meningkatkan nilai tambah ekonomis berupa laba atau nilai tambah sosial seperti membuka lowongan kerja lebih banyak
- Mendapatkan produk hasil pertanian yang lebih menarik seperti kenampakan, rasa, hingga sifat-sifat fisik lain
- Tersedianya bahan limbah hasil pertanian yang dapat digunakan untuk memproduksi bahan lain. Contohnya ampas tebu untuk bahan pembuatan kertas atau hardboard; kulit pisang dan jeruk untuk sumber pektin; dan sebagainya.
- Mendorong bertambahnya industri-industri nonpertanian dalam menunjang industri pertanian seperti industri kimia, gelas, pengepakan, dan sebagainya.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Maria Ulfa