tirto.id - Melakukan transaksi online melalui e-commerce sudah menjadi hal yang umum di masyarakat saat ini. Apalagi setelah pandemi COVID-19 melanda dunia menyebabkan aktivitas berbelanja masyarakat banyak dilakukan secara online.
Hal ini sejalan dengan menjamurnya e-commerce yang masing-masing mengklaim memberikan penawaran harga dan kemudahan pembayaran terbaik. Berbicara mengenai kemudahan pembayaran, saat ini ada berbagai macam metode yang ditawarkan oleh sejumlah e-commerce salah satunya adalah metode paylater.
Sesuai dengan namanya, paylater merupakan metode yang memungkinkan konsumen untuk "beli sekarang, bayar nanti."
Dengan metode pembayaran ini konsumen diberi kesempatan untuk membeli sesuatu tanpa harus membayarnya sampai jangka waktu tertentu. Konsep ini pertama kali dipelopori oleh Klarna, sebuah fintech asal Swedia yang kini nilai perusahaannya mencapai lebih dari 10,6 miliar Dollar AS.
Mengapa orang-orang menggunakan paylater?
Dilansir dari Experian, konsep paylater sama dengan kredit poin saat periode penahanan pembayaran akan ditunda dalam waktu 30 hari hingga 12 bulan tergantung dari kebijakan masing-masing e-commerce.
Ketika periode sudah jatuh tempo, maka konsumen akan dikenai bunga yang memungkinkan konsumen membayar harga lebih mahal dibanding harga awal. Semakin lama konsumen membayar, semakin mahal pula konsumen membayar.
Paylater, meski sama-sama bersistem kredit, tidak seperti kartu kredit yang mengharuskan adanya penilaian pendapatan atau menyerahkan slip gaji minimum. Dilansir dari Bussiness Time, dari perpektif konsumen, paylater memberikan pengalaman transaksi yang jauh lebih cepat dan lebih sederhana.
Tidak banyak syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pembayaran dengan paylater. Siapapun yang berusia di atas 18 tahun dapat membuat akun paylater dan bisa langsung digunakan. Belum lagi banyaknya penawaran-penawaran menarik dari e-commerce maupun dari penyedia layanan pay ater itu sendiri seperti diskon atau bunga dan cicilan yang ringan.
Dari sisi penjual, menyediakan layanan paylater sendiri sama dengan mendorong lebih banyak konsumen untuk membeli secara online. Khusunya bagi target pelanggan berusia muda maupun target pembeli impulsif.
Rawan pembelian impulsif
Kemudahan pembayaran tentu memudahkan pembelian, dan kabar buruknya kemudahan ini mengakibatkan konsumen berlaku impulsif. Mengutip Forbes, sebuah survey menyebutkan bahwa mayoritas konsumen mengatakan bahwa mereka membelanjakan 10 hingga 40 persen lebih banyak ketika menggunakan layanan paylater dibanding menggunakan kartu kredit.
Dua pertiga dari pengguna paylater mengatakan mereka membeli perhiasan dan barang-barang atas "keinginan" yang mungkin tidak mereka butuhkan.
Selain pembelian impulsif, sama seperti sistem kredit lainnya pengguna paylater bisa terjebak dengan bunga. Menurut Money Advise Service, umumnya perusahaan penyedia pembayaran paylater maupun e-commerce memberikan periode pembayaran tertentu pada konsumen, apabila konsumen membayar pada periode tersebut ia tidak akan dikenai bunga.
Namun, apabila konsumen melewatkan tanggal pembayaran akan berdampak negatif pada skor kredit. Pembayaran yang jatuh tempo juga dapat diteruskan ke agen penagih utang apabila tidak segera dibayarkan.
Belum lagi apabila terdapat kebijakan bunga atau biaya-biaya lain yang dihitung setiap kali transaksi. Ini bisa semakin memberatkan apabila transaksi pembelanjaan bertumpuk.
Sama dengan metode pembayaran berbasis kredit lainnya, paylater bisa jadi menguntungkan bila digunakan secara bijaksana. Bukan berarti tidak baik digunakan, tetapi pastikan untuk selalu mengatur pengeluaran sesuai dengan anggaran yang dimiliki agar dapat melunasi pembayaran sebelum jatuh tempo.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Nur Hidayah Perwitasari