tirto.id - Winda, siswi kelas XII di salah satu SMA Negeri di Bandung berencana memilih perguruan tinggi negeri (PTN) daripada perguruan tinggi swasta (PTS). Alasannya, kualitas PTN dianggap lebih baik daripada PTS.
“Soalnya lebih bagus di negeri, ketimbang di swasta. Apalagi, saya mau masuk ke jurusan Matematika dan Kimia. Rencananya masuk Universitas Padjadjaran biar enggak jauh dengan rumah,” kata Winda kepada Tirto.
Ia hanya contoh siswa SMA yang melihat reputasi PTN punya daya tarik daripada PTS. Alasannya tentu beragam, tetapi biasanya erat kaitannya dengan biaya kuliah yang relatif terjangkau dan nama besar dari perguruan tinggi bersangkutan.
Namun, untuk masuk ke PTN tidaklah mudah. Berdasarkan regulasi yang ditetapkan pemerintah, ada tiga jalur seleksi penerimaan yang bisa ditempuh calon mahasiswa untuk masuk PTN. Pertama, melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau seleksi penerimaan mahasiswa baru dengan berdasarkan prestasi dan portofolio akademik siswa yang bersumber dari Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS).
Kedua, melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) atau seleksi penerimaan dengan berdasarkan hasil ujian tertulis dengan metode Ujian Tulis Berbasis Cetak (UTBC) atau Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), atau kombinasi hasil ujian tulis dan ujian keterampilan calon mahasiswa.
Ketiga, melalui jalur Seleksi Mandiri, atau seleksi yang diatur dan ditetapkan oleh masing-masing PTN, dan dapat memanfaatkan nilai hasil SBMPTN. Meski begitu, tidak semua PTN membuka jalur Seleksi Mandiri ini.
Untuk setiap jalur penerimaan masuk PTN, pemerintah menetapkan besaran alokasi daya tampung. Untuk SNMPTN dan SBMPTN masing-masing paling sedikit 30 persen dari alokasi PTN yang ada, dan Seleksi Mandiri paling banyak 30 persen.
Berdasarkan data Panitia Seleksi SNMPTN dan SBMPTN, jumlah pendaftar SNMPTN pada 2018 tercatat sebanyak 590.830 siswa, naik 13 persen dari jumlah pendaftar tahun lalu sebanyak 523.077 siswa.
Namun, jumlah pendaftar SNMPTN tahun ini tergolong lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah pendaftar pada 2-3 tahun yang lalu. Pada 2015, jumlah pendaftar menembus 852.093 siswa, dan 2016 sebanyak 645.202 siswa. Jumlah pendaftar sebanyak ini harus bersaing ketat, seperti pada tahun lalu hanya 101.906 siswa yang lulus SNMPTN.
Bagaimana dengan SBMPTN? dapat terlihat preferensi atau minat para lulusan SMA atau sederajat terhadap PTN. SBMPTN berbeda dengan SNMPTN. Pada SNMPTN peserta ditunjuk berdasarkan prestasi atau portofolio nilai akademik, sedangkan SBMPTN bisa diikuti secara terbuka oleh siapapun lulusan SMA atau sederajat, tanpa syarat akademik tertentu.
Tahun lalu, total daya tampung untuk SBMPTN mencapai 128.244 kursi, mencakup 63.685 kursi di ilmu sains teknologi dan 64.559 kursi untuk ilmu sosial humaniora.
Bila memperhitungkan jumlah lulusan SMA atau sederajat terhadap angka pendaftar SBMPTN dalam tiga tahun terakhir, tren minat lulusan SMA atau sederajat terhadap PTN mengalami fluktuasi.
Pada tahun ajaran 2014-2015, dari total 1,43 juta lulusan SMA atau sederajat di Indonesia, sebanyak 53 persen (764.185 orang) tercatat mendaftar SBMPTN. Tahun ajaran berikutnya, jumlah peserta SBMPTN turun menjadi 51 persen (721.326 orang) dari total 1,42 juta lulusan SMA.
Namun, pada tahun ajaran 2016-2017, siswa yang tertarik mendatar studi ke PTN kembali meningkat. Hal itu tercermin dari jumlah peserta SBMPTN pada tahun lalu yang mencapai 63 persen (797.023 orang) dari total 1,26 juta lulusan SMA atau sederajat. Peningkatan ini memang lumrah karena studi menunjukkan minat pada PTN bagi siswa masih tinggi.
Berdasarkan studi bertajuk ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa SMA dalam Memilih Perguruan Tinggi’ oleh Angelin Tabita dan Siana Halim dari Universitas Kristen Petra, Surabaya menyimpulkan PTN masih memiliki daya tarik lebih di kalangan para jebolan SMA yang hendak menempuh studi S1.
Studi yang digelar pada 2014 itu melibatkan 283 siswa dari 14 SMA di Surabaya, terdiri atas 170 siswa SMA swasta (60,07 persen) dan 113 siswa SMA negeri (39,93 persen). Hasilnya, responden lebih banyak tertarik masuk PTN (45,23 persen) dibandingkan PTS atau PT di luar negeri.
Adapun, jurusan di PTN yang paling disarankan keluarga responden adalah teknik (28,01 persen) serta ekonomi dan manajemen (25,35 persen). Sementara itu, responden sendiri lebih banyak tertarik kuliah di jurusan teknik (25,15 persen) serta ekonomi dan manajemen (20,16 persen).
“Alasan responden dalam memilih PTN paling banyak adalah karena akreditasi dan reputasi [24,39 persen]. Pertimbangan lainnya adalah saran dari orang tua [14,38 persen], dan kelengkapan fasilitas [13,09 persen],” papar Angelin dan Siana.
Persaingan PTN dengan PTS
Kendati minat lulusan SMA untuk masuk berbagai PTN di Indonesia tinggi, bukan berarti PTS sepi peminat. Justru, saat ini semakin banyak bermunculan PTS dengan standar kualitas dan akreditasi yang tidak kalah saing dengan PTN.
Beberapa PTS yang telah mengantongi reputasi sangat baik dengan akreditasi A misalnya Universitas Mercubuana Jakarta, Universitas Kristen Petra, Universitas Gunadarma Jakarta, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Universitas Atmajaya Jakarta dan lainnya.
Berdasarkan data Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT), jumlah PTS yang terakreditasi A mencapai 27 universitas. Sedangkan, akreditasi B sebanyak 397 universitas, dan akreditasi C sebanyak 715 universitas.
Tercatat ada PTS yang mengantongi akreditasi A dan juga bersertifikasi internasional di antaranya seperti Binus University, yakni untuk program studi manajemen (SI, S2, S3), teknik industri S1, sistem komputer S1, dan teknik sipil S1.
Ardiyansyah, pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, berpendapat PTS kini sudah semakin mampu bersaing dengan PTN, sehingga dapat membuat calon mahasiswa tertarik untuk mendaftar ke PTS.
Faktor-faktor dari PTS soal waktu belajar yang lebih fleksibel atau sesuai dengan kebutuhan calon mahasiswa jadi keunggulan PTS. Sehingga mahasiswa yang bisa kuliah sambil bekerja. Fasilitas kampus yang semakin lengkap juga jadi daya tarik PTS. Legalitas atau akreditasi kampus swasta yang sudah hampir sama dengan PTN, sehingga memenuhi syarat yang diminati calon mahasiswa. Bahkan, biaya kuliah di beberapa PTS juga kini relatif lebih terjangkau.
“Bahkan ada PTS yang berani membuka cicilan bagi calon mahasiswa yang berpenghasilan rendah. Bisa dikatakan PTS menjadi diminati karena lebih merakyat, baik dari sisi waktu maupun biaya,” tutur Ardiyansyah.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra