tirto.id - Mari sejenak memberikan penghormatan kepada Bong Joon-Ho, sutradara Parasite.
Pertama, karena film asal Korea Selatan itu berhasil meraih Best Picture atau Film Terbaik Oscars 2020. Kedua, karena di ajang penghargaan yang sama, film ini juga menyabet tiga penghargaan di kategori lain, yakni Best Director, Best Original Screenplay, dan Best International Film. Ketiga, karena kemenangan Parasite mencatat sejarah baru dalam ajang perfilman bergengsi dunia, The Academy Award.
Parasite mencatat sejarah di ajang Oscars 2020 sebagai film berbahasa asing pertama yang memenangkan kategori Film Terbaik atau Best picture. Film asal Korea Selatan ini berhasil mengalahkan saingannya yakni 1917, The Irishman, Jojo Rabbit, Joker, Little Women, Marriage Story, Once Upon a Time…in Hollywood dan Ford v Ferrari.
Dikutip dari Guardian, sebelum pengumuman Oscar, film Sam Mendes 1917 disebut sebagai kandidat terkuat untuk meraih Film Terbaik mengikuti kemenangan-kemenangannya di Bafta, Golden Globes hingga Producers Guild Awards.
Parasite menandai pertama kalinya dalam 65 tahun - sejak Marty pada tahun 1955 - bahwa pemenang Palme d'Or di Cannes telah meningkat menjadi Film Terbaik Oscars.
Parasite mengisahkan drama satir keluarga Kim Ki-taek (Song Kang-ho), yang menjadi seorang supir. Ia menikah dengan istrinya Choong Sook (Jang Hye-jin). Kim dan Choong Sook dianugerahi dua anak. Mereka tinggal di sebuah apartemen yang tak layak huni di bawah tanah.
Tak ada satupun dari mereka yang memiliki pekerjaan tetap. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka bekerja melipat kotak pizza.
Hanya 10 film berbahasa asing yang sebelumnya telah dinominasikan untuk Film Terbaik Oscars - termasuk Amour dan Life Is Beautiful - tetapi tidak ada yang berhasil membawa pulang piala kemenangan.
Tahun lalu banyak yang memprediksi drama otobiografi Alfonso Cuaron, Roma, mungkin berhasil mengambil piala Film Terbaik, tetapi kategori tersebut diraih oleh Green Book. Oscars 2020 digelar di Dolby Theatre, Los Angeles, Amerika Serikat, pada Minggu (9/2/2020) malam waktu setempat atau Senin (10/2/2020) pagi waktu Indonesia.
Lebih dari Oscars
Sebelumnya, banyak pihak menyangsikan Parasite dapat meraih Oscars mengingat publik Hollywood dan AS pada umumnya yang cukup antipati menonton film dengan menggunakan subtitle.
Stephen Galloway, lewat “How Hollywood Conquered the World (All Over Again)” yang dipublikasikan Foreign Policy (2012), mengatakan orang-orang AS tidak suka fasilitas alih bahasa dan tak terlalu akrab dengan sulih suara. Padahal, dua hal itu memudahkan film-film berbahasa asing dinikmati di luar negara asalnya.
Soal alih bahasa, atau populer dengan subtitle, memang jadi masalah lawas di Hollywood. Jurnalis The New York Times, Judith Shulevitz, dalam laporannya bertajuk “Film; Subtitles Have the Last Word in Foreign Films” (1992), menjelaskan subtitle adalah hambatan utama menuju film-film berbahasa asing.
Usai mengetahui filmnya mendapat nominasi Film Terbaik di Oscars, Bong tentunya terkejut. Sebelumnya, ia sempat menyinggung sulitnya filmmaker luar Hollywood menembus Oscar lantaran terkendala bahasa. Terlebih untuk kategori bergengsi seperti Best Picture.
“Mendapatkan nominasi itu saja sudah meruntuhkan batas-batas kendala bahasa tadi,” kata Bong kepada Reuters Television yang ditayangkan 14 Januari 2020.
Sementara itu, dalam pidato kemenangannya di Golden Globe, secara sarkastik Bong mengkritik hal ini. “Sekali kau melampaui satu inci saja dari tembok bernama subtitle, kau akan diperkenalkan dengan banyak film-film mengagumkan,” ujar Bong.
Nyatanya seperti mengutip kritikus film LA Times, Justin Chang, Oscars memang lebih membutuhkan Parasite ketimbang Parasite membutuhkan Oscars.
Dengan kemenangan beruntun di sejumlah ajang perfilman nasional maupun internasional sepanjang 2019, Oscars nampaknya tak punya pilihan selain memenangkan Parasite, tak hanya sebagai Best International Film melainkan sekaligus Best Picture yang dalam 65 tahun terakhir selalu dimenangkan oleh film-film asli Hollywood.
Melalui Parasite, Bong tak hanya menyinggung dengan gamblang kesenjangan kelas yang terjadi di Korea Selatan. Tapi juga kesetaraan gender melalui penempatan karakter dan porsi para pemainnya. Sehingga, pada akhirnya yang menjadi sorotan utama dalam film itu adalah jalan cerita dan kritik sosial di dalamnya.
Tak ada pemain yang lebih menonjol dari pemain lainnya. Semua karakter, di tangan Bong, sama pentingnya, sama kuatnya. Hal inilah yang membuat film ini menjadi kesatuan yang kokoh.
Jika pun ia tak memenangkan Oscars, masih mengutip Chang, tak akan mengurangi kedigdayaan Parasite sebagai sebuah film.
Parasite menjelma lebih dari sekadar Oscars itu sendiri.
Editor: Abdul Aziz