Menuju konten utama

Mengapa Hakim Mengabulkan Justice Collaborator Andi Narogong?

Andi dinilai kooperatif dan bersedia membantu membongkar kasus e-KTP.

Mengapa Hakim Mengabulkan Justice Collaborator Andi Narogong?
Terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus korupsi KTP Elektronik (KTP-el) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (10/11/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id -

Majelis Hakim mengabulkan permohonan Justice Collaborator (JC) Andi Agustinus alias Andi Narogong. Majelis berpendapat, Andi telah kooperatif dalam persidangan dan mengungkap nama-nama lain dalam kasus korupsi e-KTP.

"Menimbang bahwa terdakwa dalam perkara ini telah terus terang mengakui kejahatan yang dilakukannya dan mengungkap pelaku-pelaku lain dengan alasan tersebut majelis berpendapat cukup beralasan menyatakan terdakwa tersebut sebagai Justice Collaborator," ujar hakim Anshori di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Keputusan Majelis hakim mengacu kepada pengajuan dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nomor kep 1536/2017 tanggal 5 desember 2017. Isinya, menetapkan terdakwa adalah saksi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collaborator.

Selain itu, hakim menilai sikap Andi sudah sesuai dengan aturan Sema Nomor 4 tahun 2011. Aturan menyebutkan, seseorang bisa dinyatakan sebagai Justice Collaborator apabila mengakui kejahatannya, bukan pelaku utama, bersedia membantu membongkar kasus, serta bersedia mengembalikan aset-aset hasil dari korupsi e-KTP.

Kendati mempertimbangkan sebagai Justice Collaborator, hukuman Andi tidak berarti diringankan oleh hakim. Hakim tetap memvonis Andi 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Alasannya, hakim menilai dampak dari perbuatan Andi tetap harus diperhitungkan secara adil.

"Majelis tetap akan mempertimbangkan secara menyeluruh tentang perbuatan terdakwa dalam perkara ini termasuk mengenai akibat yang ditimbulkan," kata Anshori.

Hakim juga meminta pengembalian uang negara sebesar USD 2.500.000,00 dan Rp 1.186.000.000,00 dan harus diganti paling lambat satu bulan setelah pengadilan berstatus tetap. Apabila Andi ingkar, jaksa berhak menyita dan melelang harta Andi. Apabila Andi tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Atas vonis ini Samsul Huda selaku penasihat hukum Andi meminta publik melihat secara menyeluruh keputusan hakim.

"Tadi majelis hakim juga kalau menyebut JC atau menyebut sikap kooperatifnya Andi itu kan secara overall, keseluruhan dari peran yang dilakukan oleh Andi kemudian juga tanggungjawab yang harus dipikul Andi itu bagian dari yang sudah dipertimbangkan oleh JPU termasuk yang dipertimbangkan majelis hakim," kata Samsul usai sidang.

Samsul mengingatkan, nasib Andi tidak jauh berbeda dengan dua terdakwa korupsi e-KTP sebelumnya Irman dan Sugiharto, masing-masing 7 tahun dan 5 tahun. Hakim menyatakan ketiganya terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, sehingga menyebabkan kerugian negara senilai Rp2,3 triliun.

"Kita melihat secara overall ya bukan kemudian secara parsial. Kita melihat yang bersangkutan kooperatif kok tidak ada pengurangan, saya kira tidak seperti itu," kata Samsul.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH