tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan siswa yang masuk dalam PPDB 2017 tak sesuai prosedur masih punya hak untuk sekolah. Sebab, menurutnya, itu merupakan kesalahan orangtua mereka.
"Ya kalau melanggar prosedur nanti kami lihat. Yang terpenting kalau dari Kemendikbud anak tersebut tidak boleh sampai tidak dapat sekolah. Apapun sanksinya. Karena sebetulnya kan orang tuanya yang melakukan pelanggaran, bukan anaknya. Itu yang penting anak harus tetap mendapatkan kesempatan untuk belajar," kata Muhadjir di Kantor Ombudsman RI, Senin (31/7/2017).
Dirinya pun menyatakan kalau memang anak-anak tersebut mesti dikeluarkan dari sekolah negeri tempat mereka diterima saat ini, Mendikbud menyerahkannya pada pemerintah daerah untuk kebijakan tersebut.
"Tergantung masing-masing daerah. Kami serahkan semua ke daerah," kata Muhadjir.
Salah satu temuan Ombudsman RI maladministrasi dalam PPDB 2017 adalah adanya siswa yang masuk tak sesuai prosedur, seperti menggunakan MoU dari pemerintah yang berisi kerjasama dengan satuan profesi tertentu, yakni TNI.
Baca juga: MoU Kuota Anak DPRD dan TNI-Polri Termasuk Pelanggaran PPDB
Terkait itu, Muhadjir menyatakan hal itu pada dasarnya bukan menjadi bagian dari maladministrasi dalam proses PPDB 2017. Karena, menurutnya, dalam sistem zonasi sekolah-sekolah negeri yang berada di sekitar kompleks TNI wajib menerima siswa di lokasi tersebut.
"Dia tidak termasuk yang masuk dalam juknis. Jadi ketentuannya semua siswa yang masuk di zona itu, harus diterima di sekolah itu. Ukurannya itu jarak tinggal rumahnya dengan sekolahnya. Kalau anak itu memang tinggalnya di komplek itu, ya, tidak ada kaitannya dengan kuota. Harus diterima di sekolah itu," kata Muhadjir.
Baca juga: Pro Kontra Sistem Zonasi dalam Penerimaan Siswa Baru
Adapun terkait permintaan siswa yang masuk tidak sesuai prosedur agar diberhentikan merupakan salah satu usulan dari Ombudsman RI kepada Mendikbud.
"Saya berharap Mendikbud dapat memberhentikan siswa yang masuk tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Karena itu akan membuat ketimpangan," kata Pimpinan Ombudsman RI Ahmad Suaedy, di Kantor Ombudsman RI, Kuningan, Senin, (31/7/2017).
Karena, Suaedy menyebut penyalahgunaan wewenang dengan MoU tersebut di beberapa daerah, seperti Jawa Barat, dilindungi oleh SK dan Peraturan Daerah.
"Di beberapa daerah bahkan dilindungi oleh SK dan peraturan daerah," kata Suaedy.
Dari data yang disampaikan oleh Ombudsman RI, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah pelanggaran penyalahgunaan wewenang terbanyak, yakni dua kasus dari total seluruhnya tiga kasus se-Indonesia. Sisanya adalah Maluku dengan 1 kasus.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yuliana Ratnasari