tirto.id - Anggota Pimpinan Ombudsman RI Ahmad Suaedy menyatakan salah satu tren pelanggaran atau maladministrasi dalam PPDB 2017 adalah adanya MoU atau surat rekomendasi dari oknum DPRD dan anggota TNI/Polri agar anak atau kerabat mereka mendapat jatah untuk diterima di sekolah tertentu.
"Ya, itu kan yang pemalsuan surat miskin dan MoU merupakan bagian dari maladministrasi karena tidak sesuai dengan aturan dasar permendikbud," kata Suaedy, Kamis (13/7/2017).
Ia mengatakan bahwa MoU atau surat rekomendasi tersebut sebagai sebuah hal yang diskriminatif di dalam proses PPDB 2017.
"Itu bagi kami diskriminatif ya. Itu menurut kami suatu pelanggaran," kata Suaedy.
Baca juga: PPDB Online Jabar Paling Banyak Dikomplain Masyarakat
Meskipun, dari temuannya di lapangan, seperti halnya yang terjadi di Jawa Barat, pihak-pihak tersebut berdalih melakukan hal itu karena ada Pergub yang mengaturnya.
"Meskipun mereka berdalih dengan adanya pergub tadi. Dan pergub tadi melanggar permendikbud. Yang terlihat jelas di Jawa Barat ya," kata Suaedy.
Pergub yang dimaksud oleh Suaedy adalah Peraturan Gubernur No 16 Tahun 2017 tentang pedoman penyelenggaraan PPDB. Dalam pergub tersebut, kata Suaedy, terdapat pasal yang mengatur pemberian jatah kepada pemerintah atau tenaga pendidik.
"Ya pergubnya memperbolehkan untuk ada MoU atau jatah bagi anggota DPRD atau tenaga pendidik," katanya.
Akibatnya, menurut Suaedy, ada sekolah-sekolah yang pada akhirnya tertekan dengan peraturan yang menurutnya politis tersebut.
Baca juga: Kemendikbud Klaim Jatah Bagi Anak TNI/Polri di PPDB Wajar
"Ada sekolah yang di bawah tekanan terpaksa menerima siswa karena budgetnya di DPRD kalau tidak bisa dicoret. Itu politis ya. Kami empati ya dengan sekolah-sekolah itu," kata Suaedy.
Meskipun demikian, Suaedy belum dapat memastikan jumlah sekolah dan sekolah mana saja yang telah menerima siswa karena peraturan tersebut. Karena, menurutnya, sampai saat ini PPDB masih berlanjut dan datanya belum dikumpulkan.
"Nah kami akan membawa ini. Karena produk kami kan berupa saran ke pemerintah. Kalau kami berpendapat, orang-orang yang masuk sekolah secara melakukan pelanggaran melalui MoU itu sebaiknya dibatalkan. Tetapi tidak berarti mereka tidak diberi kesempatan untuk sekolah, melainkan disalurkan sesuai dengan peraturan yang ada," kata Suaedy.
Sebelumnya, Direktur Jendral (Dirjen) Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad mengklaim pemberian jatah kuota kursi khusus bagi anak anggota TNI/Polri di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan hal wajar dan tidak melanggar aturan.
Hamid mengatakan pemberian jatah kuota itu masuk dalam kategori alasan khusus. Dasar legalitasnya tercantum dalam Permendikbud Nomor 17 tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) TK, SD, SMP, SMA dan SMK Sederajat.
Suaedy pun membantah hal itu, menurutnya, yang dimaksud dengan alasan khusus adalah terkait siswa tidak mampu atau yang menderita disabilitas dengan kuota 20 persen.
"Alasan khusus itu bisa saja, tapi sesuai yang diuatarkan tadi, kalau dia miskin, disabilitas, tapi ini yang terjadi karena jabatan," pungkas Suaedy.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto