Menuju konten utama

Mendagri Sebar E-KTP Orator yang Mengkritik Jokowi

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berang atas orasi seorang warga negara yang menyebut vonis Ahok dibebankan pada kesalahan pemerintahan Jokowi.

Mendagri Sebar E-KTP Orator yang Mengkritik Jokowi
Mendagri Tjahjo Kumolo. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc/17.

tirto.id - Veronica Koman berkata “shock” ketika tahu bahwa Mendagri Tjahjo Kumolo menyebarkan data pribadinya ke grup WhatsApp wartawan gara-gara orasinya yang emosional pada Selasa malam, di depan Rutan Cipinang, atas jerat pasal penodaan agama terhadap Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

Koman bahkan minta waktu sekitar 5 menit buat menenangkan diri, lantas menelepon balik redaksi Tirto. “Saya belum bisa komentar apa-apa dulu sekarang. Saya masih menyusun klarifikasi,” ujarnya.

Kumolo menyebar video yang sudah dipotong berdurasi sekira 30 detik tetapi isinya mengulang-ulang pernyataan Koman bahwa “rezim Jokowi adalah rezim yang lebih parah dari rezim SBY.” Dalam orasi itu, Koman juga berkata, “Saya berdiri hari ini membela Ahok”, bersama lautan manusia lain yang mendatangi lokasi penahahan Ahok, “karena ini adalah keadilan yang diinjak-injak.”

Konteks pernyataan Koman adalah pasal karet penodaan agama 156a KUHP yang menjerat Ahok divonis 2 tahun penjara.

Di tengah panggung Pilkada DKI Jakarta, lewat aksi-aksi jalanan dengan bumbu agama, Ahok ditetapkan tersangka karena ucapannya mengutip Surat Al-Maidah ayat 51, sejak 16 November tahun lalu hingga vonis majelis hakim PN Jakarta Utara, 9 Mei kemarin. Pasal penodaan agama telah menjerat 100-an individu tetapi baru dalam kasus Ahok lah beleid ini mendapat perhatian publik yang luas.

“Pendukung Ahok memaki-maki Pak Jokowi karena Ahok kalah Pilkada dan ditahan? Orangnya akan saya kejar akan saya lawan relawan itu. Mulutmu harimaumu,” kata Kumolo dalam pesan singkat kepada wartawan, Kamis (11/5/).

Kumolo tidak mengerti mengapa nama Jokowi selalu dikaitkan dengan Ahok. “Salah Pak Jokowi apa? Kok selalu dikait-kaitkan masalah Ahok.”

“Silakan dengar orasinya? Bagaimana pendapat Anda kalau Anda dituduh begitu?” ujar Kumolo, yang mengonfirmasi bahwa dia yang menyebarkan identitas e-KTP Veronica Koman.

“Dirjen politik Kemendagri dalam waktu cepat telah mampu melacak dan telah mendata dan menelisik siapa yang bersangkutan termasuk keluarga dan aktivitasnya,” ujarnya.

Mantan Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan ini mempersilakan pendukung Ahok yang ingin menyampaikan aspirasi. Namun dia mengingatkan agar tidak mengaitkan kasus Ahok dengan Jokowi. Apalagi jika itu dianggap bernada fitnah dan kebencian.

“Membela Pak Ahok silakan. Itu hak asasi manusia. Janganlah dikaitkan dengan orang lain yang belum tentu benar. Sudah fitnah dan mengandung kebencian,” klaimnya.

Mendesak Veronica Koman Meminta Maaf

Tjahjo Kumolo berkata “akan memaksa” Veronica Koman untuk “meminta maaf secara terbuka kepada Jokowi.”

Ia mengatakan akan segera melayang surat kepada Koman. Ia memberi waktu selama sepekan kepada Koman mengklarifikasi pernyataannya.

“Kalau dalam satu minggu tidak klarifikasi dan meminta maaf terbuka di media nasional, saya sebagai pembantu presiden warga negara RI dan Mendagri akan melaporkan ke polisi,” ancam Kumolo.

Apa yang membuat Tjahjo Kumolo marah?

Ia mengklaim hal ini dia lakukan sebagai pendidikan politik agar tidak ada seorang pun yang memaki dan memfitnah presiden. “Pendidikan politik buat siapa pun tidak boleh memaki-maki dan memfitnah Presiden RI dan siapa pun tanpa bukti yang jelas,” ujarnya.

“Kita juga berpegang dan dalami termasuk surat edaran Kapolri tentang ujaran kebencian dan UU lain terkait penghinaan terhadap kepala negara atau lambang negara, dan lain-lain,” tambah Kumolo.

Membuka Informasi Pribadi Dilarang Hukum

Sebagai pembantu presiden, Tjahjo Kumolo boleh saja tidak terima atasannya dimaki sedemikian rupa. Namun, di sisi lain, langkahnya menyebarluaskan informasi pribadi Veronica Koman berpotensi menciptakan persoalan hukum baru.

Pasal 26 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik mensyaratkan penggunaan setiap data pribadi dalam sebuah media elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan. Setiap orang yang melanggar ketentuan ini dapat digugat atas kerugian yang ditimbulkan.

Pasal 26 UU ITE menyebutkan:

  1. Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
  2. Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Penggiat kebebasan berpendapat dan berekspresi Damar Juniarto mengatakan penyebaran informasi pribadi yang dilakukan Tjahjo Kumolo berpotensi melanggar Undang-Undang ITE.

Berdasarkan undang-undang itu, ujar Juniarto, orang yang keberatan informasi pribadinya disebar bisa mengajukan gugatan. “Kalau yang bersangkutan keberatan memang bisa digugat.”

Juniarto menjelaskan UU ITE berbeda dari Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang masih dibahas di DPR. Menurutnya, UU ITE mensyaratkan adanya pihak yang keberatan dengan penyebaran informasi pribadi. Sedangkan RUU Perlindungan Data Pribadi melarang sepenuhnya penyebaran informasi pribadi tanpa persetujuan.

“Kami ingin negara melindungi informasi pribadi warganya tanpa menunggu laporan,” ujarnya.

Baca Wawancara redaksi Tirto dengan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, yang menyatakan data e-KTP tidak boleh diumbar ke publik

Baca juga artikel terkait VONIS AHOK atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Hukum
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Fahri Salam