tirto.id - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bersikukuh akan tetap melakukan impor beras sebanyak 500 ribu ton, meskipun rencana itu ditolak oleh anggota Komisi VI DPR. Alasannya, kata Enggar, untuk menjaga stabilisasi harga dan ketersediaan stok beras.
Enggar meminta sejumlah pihak tidak khawatir mengenai rencana impor beras yang berdekatan dengan masa panen raya pada Februari hingga Maret 2018. Pasalnya, BULOG tetap akan membeli seberapa banyak pun hasil panen beras dari petani.
"Panen berapapun akan dibeli oleh BULOG, itu perintah UU dan ditegaskan dalam Rakor, sesuai dengan parameter ketentuan yang telah ditetapkan di Inpres (Instruksi Presiden) yang ada. Clear," tandasnya.
Enggar mengaku telah mendapat arahan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) pada 9 Januari 2018, yang menyatakan impor beras dapat dilakukan jika cadangan beras pemerintah (CBP) pada BULOG di bawah 1 juta ton dan adanya kenaikan harga yang melonjak berkisar 10-19 persen di berbagai daerah.
Berdasarkan pantauan harga yang dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten/Kota, harga beras medium sejak awal Desember 2017 terus mengalami kenaikan dengan rata-rata Rp10.969 per kilogram (Kg).
Sementara harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar Rp9.450 per Kg untuk provinsi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi. Sementara untuk Sumatera lainnya (selain Lampung dan Sumsel), Kalimantan, NTT sebesar Rp9.950 per Kg. Sedangkan untuk Maluku dan Papua, sebesar Rp10.250
BULOG telah menerbitkan izin impor beras sebesar 500 ribu ton dan berlaku hingga 28 Februari 2018 dalam rangka pemenuhan stok beras pemerintah.
Komisi VI DPR Tolak Rencana Impor Beras
Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka menentang rencana impor beras sebanyak 500 ribu ton menjelang panen raya antara Februari-Maret 2018 mendatang.
Rieke berpendapat, BULOG terbukti gagal menyerap produksi beras dari petani. Ia menyatakan, sepanjang Januari-Desember 2017, realisasi serapan BULOG turun sebesar 27 persen dibandingkan 2016, yakni sebesar 2,16 juta ton.
“Pada saat panen raya idealnya hampir terserap 70 persen, namun realisasinya masih 42 persen. Persoalannya adalah daya serap BULOG minim, kalau serap segitu berarti ada yang tidak terserap,” kata Rieke di Jakarta, Kamis (18/1/2018).
Selama ini, kata dia, ketersediaan beras masih berada di tingkat petani dan pedagang karena BULOG tidak optimal dalam menyerap produksi beras. Ia mendesak perlu adanya penyelidikan kinerja BULOG.
Tidak hanya pada kemampuan menyerap, manajemen keuangan BULOG juga dianggap Rieke bermasalah, sehingga BULOG harus diaudit secara keuangan dan manajemen.
“Subdivre Semarang terjadi penyelewengan beras dengan kerugian Rp6,3 miliar, mantan kepala BULOG baru Semarang korupsi kasus stok beras, juru timbang gudang BULOG Semarang gelapkan Rp6 miliar, kepala BULOG Lahat oplos beras. Bahkan Djarot, Direktur Utama BULOG sebagai saksi suap kasus penambahan kuota gula impor,” kata Rieke.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto