Menuju konten utama

Agar Anak Tidak Terpapar Bahaya Konten Internet

Segala macam informasi, dari yang berguna hingga berbahaya, ada di internet. Orangtua dihadapkan masalah: kapan waktu yang tepat bagi anak diberi akses internet?

Agar Anak Tidak Terpapar Bahaya Konten Internet
Ibu dan anak bermain game di smartphone. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pola perilaku mengakses internet pada anak dan remaja mulai bergeser dari komputer ke gajet seperti ponsel pintar, sehingga kerap menyulitkan orangtua dalam mengawasi aktivitas internet anak. Padahal, anak-anak masih berada dalam fase pembentukan. Mereka belum belum cukup matang untuk menyaring segala informasi, termasuk konten negatif di internet.

Pada 2014, Studi "Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia" dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama UNICEF menyatakan 69 persen responden menggunakan komputer untuk mengakses internet. Ada 34 persen yang berselancar di internet melalui laptop dan dua persen lewat video game. Meski masih didominasi penggunaan komputer, jumlah anak dan remaja Indonesia yang memakai ponsel untuk mengakses internet pun tidak kalah jumlahnya, yaitu 52 persen.

Pemanfaatan internet dan sosial media untuk anak memang perlu pengawasan yang serius. Banyak perusahaan teknologi yang berbasis internet peduli pada isu ini. Google, misalnya, berencana meluncurkan layanan aman untuk anak-anak. Google sedang mengerjakan layanan web baru yang dapat digunakan anak-anak secara legal.

Google juga akan membuat YouTube versi anak di mana pengguna harus menyertakan usia ketika akan masuk menggunakan layanan email Gmail. Google dan perusahaan Internet lainnya memang serius menangani masalah keamanan anak di dunia maya karena Undang-Undang Privasi Online Anak di Amerika meminta agar ada batasan ketat dalam akses data, terutama untuk anak di bawah 13 tahun.

Agar anak bisa bertanggung jawab dalam menggunakan komputer dan berselancar di internet, mereka perlu perlu mendapatkan literasi terkait penggunaan media digital dan internet. Pendidikan literasi media meliputi pemahaman tentang apa guna internet, etika menggunakan internet, dan juga apa saja yang sebaiknya dihindari di internet. Etika di internet perlu diajarkan bagi anak-anak untuk mencegah terjadinya "net addict", "cyber bullying", dan "sexting".

Peran orangtua dan guru juga penting dalam memberikan literasi kepada anak dan remaja terkait dengan penggunaan media digital dan internet. Pengawasan bukan berarti mencurigai dan membatasi total gerak-gerik anak di internet. Orangtua dan guru sebaiknya hanya mendidik anak untuk tidak mengakses situs berbahaya tapi juga mengajarkan tanggung jawab media digital dan internet.

Infografik Literasi DIgital

Teknologi internet membuka peluang untuk kemajuan, tapi juga bisa membuat anak-anak tak menjadi lebih penyendiri. Prima Kusumajati, penulis buku anak dan pemilik taman bacaan anak di Semarang menyebut bahwa waktu yang tepat untuk mendidik literasi media adalah saat anak terpapar dengan teknologi seperti gawai, komputer, TV, dan sejenisnya. Orangtua atau pihak yang lebih mengerti mesti hadir untuk mendampingi.

“Untuk anak-anak yang balita mungkin orang tua bisa menyeleksi mana acara/program/aplikasi yang ramah pada anak. Untuk anak-anak yang lebih besar, bisa didampingi saat mengakses media, jadi ada komunikasi antara orangtua dan anak,” katanya.

Prima yang juga pendongeng dan pendidik anak-anak itu mengatakan literasi media berusaha mendidik anak untuk bisa memahami tanggung jawabnya dalam pemanfaatan media. Ia mencontohkan anak mesti bisa membedakan apa yang boleh dan tidak. Orangtua yang memiliki anak balita menurutnya bisa memanfaatkan dongeng untuk mengajarkan literasi media.

“Untuk paham literasi kan anak harus bisa baca tulis. Nah, untuk anak yang lebih muda, yang belum bisa baca tulis kan berarti masih audio visual yang berfungsi. Jadi literasi medianya bisa lewat bercerita dan mendongeng,” katanya.

Problem yang banyak ditemui Prima sebagai pendidik adalah kadang orangtua dan guru tidak memahami literasi media. Banyak orangtua memberi gajet seperti ponsel atau konsol gim pada anak supaya anteng. Ketika anak diberi gajet dan akses internet, anak jadi betah di rumah, tanpa mereka tahu apa yang diakses anak anak.

“Kadang anak [lebih] fasih main gajet dibanding orangtuanya. Kalau sudah begitu, kan fungsi orangtua jadi tidak maksimal,” katanya. Untuk itu pendidikan literasi media seharusnya berjalan dua arah, untuk orang tua/guru dan juga anak-anak.

Pornografi adalah salah satu risiko dalam teknologi internet. Penelitian Departemen Psikiatri di Cambridge University menyatakan aktivitas otak karena pornografi mirip dengan aktivitas otak pemakaian narkoba. Keduanya menimbulkan efek kecanduan yang berlebihan. Apa bahayanya? Bagi anak-anak di bawah umur, kecanduan pornografi ini kian runyam karena pornografi mengaktifkan jaringan seks terlalu dini.

Wisnu Prasetya Utomo, peneliti kajian media dan televisi di Remotivi mengatakan literasi media penting, agar kesadaran kritis anak lekas tumbuh dalam menghadapi media khususnya informasi yang bertebaran di internet. “Sebagai generasi digital native, generasi yang tumbuh di era digital, anak-anak tumbuh besar dengan internet. Jika tidak memiliki kecakapan literasi media, anak bisa saja terhampar berbagai informasi bermasalah yang bisa berbahaya bagi perkembangan anak sendiri,” jelasnya.

Salah satu dampak terburuk anak yang tak memiliki pemahaman literasi media adalah mudah terpengaruh. Anak-anak, sekali lagi, terbatas kemampuannya dalam memilah informasi yang penting dan dibutuhkan.

“Di kajian media ada yang disebut teori kultivasi, kira-kira tentang bagaimana pesan media ditafsir mentah-mentah dan kemudian dipercayai begitu saja sebagai realitas. Dalam konteks dampak buruk bagi anak-anak, mereka bisa mempercayai media tanpa mempertanyakan muatannya,” katanya.

Contoh yang terjadi di Indonesia bisa kita lihat dari paling tampak. Salah satu contohnya adalah banyak anak hafal mars partai politik. Ada juga efek fatal seperti penayangan acara kekerasan seperti tinju bebas dengan smack down, yang ditiru anak-anak dan merenggut korban jiwa.

Baca juga artikel terkait INTERNET atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani