tirto.id - Dalam debat momen elektoral seperti pilkada sekarang ini, topik pembicaraan ternyata bukan hanya peserta debat, tetapi juga moderatornya. Ira Koesno contohnya. Ia menjadi topik perbincangan di media sosial, baik Facebook maupun Twitter. Bukan hanya di hari-H, tapi selama berhari-hari kemudian. Seorang analis media sosial, Ismail Fahmi, bahkan menyebut debat perdana itu dimenangkan oleh Ira Koesno, bukan para cagub-cawagub.
Memang, memimpin acara debat politik yang diikuti calon-calon pemimpin daerah atau negara bukan perkara remeh. Tak bisa disamakan dengan menjadi pembawa acara aneka program yang biasa dikonsumsi di televisi. Ada tanggung jawab besar. Ira Koesno, meski dielu-elukan—terutama karena tampil cantik—mendapat kritik dari cagub Anies Baswedan karena menyebut tangan Agus Harimurti dan Sandiaga Uno dingin.
Sekadar popularitas tidak cukup menjadi modal para pembawa acara untuk dipilih menjadi moderator debat. Sejumlah kriteria lain perlu dimiliki para moderator debat dalam rangka menghadirkan pertanyaan-pertanyaan berkualitas dan suguhan debat yang apik di mata masyarakat.
Angie D. Holan menulis dalam situs Politifactbeberapa poin penting yang perlu dimiliki dan dilakukan oleh para moderator debat berdasarkan pengamatannya terhadap debat presidensial Amerika Serikat 2016 silam.
Pertama, para moderator harus membuat persiapan yang matang mengenai topik-topik yang akan diangkat dalam debat. Persiapan ini tentunya melibatkan pengetahuan yang luas supaya jawaban yang kritis dari para calon pemimpin bisa diperoleh.
Kedua, detail-detail seputar rekam jejak para kandidat harus dikuasai para moderator agar pertanyaan yang tepat dan tajam bisa mereka lontarkan ketika acara berlangsung. Jangan sampai moderator harus meminta maaf atas kesalahan pengutipan data di atas panggung debat.
Ketiga, moderator yang ideal adalah mereka yang mampu memberikan pertanyaan lanjutan dari pertanyaan sebelumnya sebagai tanggapan dari jawaban para kandidat. Tindak lanjut ini dapat dilakukan dengan mengungkapkan koreksi fakta-fakta yang ada.
Tindak lanjut pertanyaan dari moderator akan menyita sebagian waktu menjawab para calon pemimpin.Ini tentunya adalah salah satu poin penting yang patut diperhitungkan moderator. Seringkali moderator mengambil topik-topik yang begitu luas sehingga kandidat-kandidat dalam debat memerlukan waktu yang panjang untuk memberikan jawaban sekomprehensif mungkin.
Dalam buku Persaingan, Legitimasi, Kekuasaan, dan Marketing Politik: Pembelajaran Politik Pemilu 2009, Firmanzah (2010) mengungkapkan bahwa KPU memilki beberapa kriteria calon moderator debat. Kapasitas entertainment yang mencakup kemampuan mengolah debat menjadi kriteria nomor satu yang mesti dimiliki calon moderator. Pendeknya: moderator haruslah bisa menghibur.
Berikutnya, calon moderator yang akan dipertimbangkan KPU adalah mereka yang memiliki kapasitas profesional, mencakup kemampuan intelektual di aneka bidang yang diperdebatkan mulai dari politik, pemerintahan, ekonomi, dan lain sebagainya.
Itu sebabnya pada debat cagub-cawagub DKI Jakarta yang kedua, hadir Eko Prasojo sebagai moderator. Ia adalah Wakil Menteri (Wamen) Pendayagunaan Aparatur Negara pada kabinet SBY, 2009-2014 lalu. Tema debat, soal reformasi birokrasi, jelas cocok dengan kepakaran Eko.
Mengenai kriteria moderator debat calon pemimpin (daerah) di Indonesia, Tim Visi Yustisia (2015) menyusun tulisan berisi sejumlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bertajuk Pilkada Langsung & Serentak: Peraturan Perundang-undangan.
Dalam pasal 68 ayat 3 dicantumkan “moderator debat dipilih oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dari kalangan profesional dan akademisi yang mempunyai integritas, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu calon.”
Terkait dengan independensi dari afiliasi politik, dalam publikasi yang dirilis situs resmi KPU, moderator diminta untuk membuat surat pernyataan yang menerangkan netralitasnya terhadap pasangan-pasangan calon yang berpartisipasi dalam debat.
Terbebas dari ikatan-ikatan dengan kelompok politik tertentu juga dicantumkan dalam peraturan The Commission on Presidential Debates (CPD), organisasi swasta independen yang mengurusi debat calon-calon presiden Amerika Serikat yang mendukung pemilihan umum di sana sejak 1988.
Moderator yang akan dipilih bukanlah orang-orang yang terlibat dengan kampanye calon-calon pemimpin tertentu. Di samping itu, CPD juga mencantumkan syarat pengetahuan mengenai profil para kandidat dan isu utama seputar kampanye presiden, serta pengalaman yang kaya di dunia pertelevisian.
Moderator juga harus mampu menjaga jalannya debat supaya waktu berpidato dimanfaatkan secara maksimal oleh para kandidat dan memastikan jawaban-jawaban mereka mencakup pandangan tentang berbagai isu yang diangkatnya.
Hal-hal yang perlu dan tidak boleh dilakukan oleh moderator juga diatur oleh KPU. Keberimbangan kesempatan bagi tiap-tiap pasangan calon adalah hal yang perlu dijaga oleh moderator terpilih. Dijelaskan pada pasal 68 ayat 5, “moderator dilarang memberikan komentar, penulaian, dan kesimpulan apa pun terhadap penyampaian materi debat dari setiap pasangan calon.”
Satu hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah dalam proses penetapan tema serta penunjukan moderator debat, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dan mendapat persetujuan dari setiap tim kampanye pasangan calon.
Jadi, mana moderator debat paling mendekati ideal? Ira Koesno, Eko Prasojo, atau Tina Talisa?
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani