tirto.id - Pemerintah akan mengizinkan pembukaan kembali tempat-tempat ibadah pada saat "New Normal" diberlakukan. Menurut Menteri Agama Fachrul Razi, pembukan kembali tempat-tempat ibadah itu akan dilakukan secara bertahap.
Selain itu, Fachrul menyatakan kegiatan di tempat-tempat ibadah harus mengikuti protokol pada masa kenormalan baru. Izin pembukaan kembali tempat ibadah itu akan dievaluasi setiap bulan.
"Pada 15 Mei lalu, Presiden mengatakan tentang ‘new normal’ maka semua bidang menyesuaikan dengan ini," ujar Fachrul pada Rabu (27/5/2020) seperti dilansir Antara.
Fachrul menyatakan hal ini setelah mengikuti Rapat Terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi secara virtual dengan topik Percepatan Penanganan Pandemi COVID-19 pada hari ini.
"Di bidang Kementerian Agama, kami akan buat konsep umum secara bertahap kegiatan ibadah di rumah ibadah dibuka kembali dengan menaati ‘new normal’ seperti 15 Mei 2020 lalu," tambah dia.
Pembukaan kembali tempat-tempat ibadah pada saat "New Normal" itu akan berlaku bagi semua agama. Meski demikian, banyak detail yang akan diatur terkait dengan pemberian izin pembukaan kembali tempat ibadah tersebut.
Mekanisme Perizinan
Fachrul mengatakan Kementerian Agama akan menyusun ketentuan mengenai pembukaan tempat ibadah pada masa "New Normal" tersebut pada pekan ini.
Namun, dia sempat menjelaskan gambaran umum mekanisme pemberian izin pembukaan kembali tempat-tempat ibadah pada saat berlaku protokol kenormalan baru.
"Hanya boleh dibuka untuk rumah ibadah yang relatif aman dari COVID-19," ujar Fachrul.
"Dan [pembukaan tempat ibadah] direkomendasikan oleh camat atau bupati atau wali kota, sesuai level rumah ibadah tersebut," dia melanjutkan.
Kewenangan pemberian izin disesuaikan pula dengan status tempat ibadah. Tempat ibadah level desa menjadi kewenangan camat.
Sedangkan untuk perizinan tempat ibadah level lintas-kecamatan ada pada bupati. Adapun tempat ibadah dengan level lintas-kabupaten menjadi kewenangan gubernur.
Mengenai pemberian kewenangan terhadap camat untuk merekomendasikan pembukaan kembali tempat ibadah, Fachrul menjelaskan ada sejumlah alasan.
"Karena kalau bupati atau gubernur suka terlalu jauh di atas sehingga kadang-kadang ada tempat-tempat yang memang sebetulnya aman sama sekali (dari Covid-19) tapi oleh mereka [bupati atau gubernur] mungkin bisa digeneralisasikan seolah-olah belum aman, karena secara provinsi atau kabupaten mungkin belum aman, sehingga kewenangan itu kami sarankan diambil oleh tingkat kecamatan saja," jelas Fachrul.
Dia mengaku pernah diprotes oleh masyarakat di lokasi yang jauh dari zona merah karena masjid tetap ditutup. Penutupan dilakukan mengingat lokasi itu berada di kabupaten yang sama dengan zona merah.
"Saya diprotes, 'Pak yang zona merah di kabupaten, kami kecamatan 55 kilometer dari kabupaten, masa kami tidak boleh shalat? Atau ada yang hanya 20 KK di kompleks dan jarak ke kecamatan 10 kilometer ingin shalat di masjid kompleks tidak boleh," ujar Fachrul.
"Saya jawab tempat ibadah bisa direkomendasi kepala desa dan boleh camat mengizinkan. Jadi fair sekali, tapi perlu konsultasi ke [pemerintah] kabupaten," dia menambahkan.
Sekalipun begitu, dia menegaskan camat bersama forum komunikasi kecamatan wajib melihat apa betul surat izin pembukaan rumah ibadah itu bisa diterbitkan.
"Jadi Forum Komunikasi pimpinan kecamatan mempelajari validitas dari pengajuan kepala desa, dilihat kalau bisa kemudian memang betul-betul ancaman COVID-19 rendah, penularannya rendah setelah ditinjau OK, camat mengeluarkan izin dengan konsultasi dulu ke bupati," kata dia.
Konsultasi ke pemkab tetap diperlukan karena pihak yang mengetahui status "New Normal" secara keseluruhan, termasuk mengenai tingkat risiko penularan virus corona, adalah bupati.
"Izin ini akan direvisi setiap bulan, bisa jumlah izin bertambah, bisa juga berkurang. Kalau ternyata setelah dikasih izin, COVID-19 meningkat atau penularan meningkat ya akan dicabut," lanjut dia.
"Jadi betul-betul kami buat fair. Kalau memang tidak memenuhi syarat ya sudah tidak dibolehkan," Fachrul melanjutkan.
Khusus untuk tempat ibadah umat muslim, berdasarkan penjelasan Fachrul, pada tahap pertama, warga hanya dibolehkan shalat di masjid atau musala.
"Pada tahap pertama, kami sepakat hanya untuk ibadah shalat dan diusahakan sesingkat mungkin, tapi kalau keadaan lebih baik, mungkin bisa diizinkan lebih untuk ada kultum (kuliah tujuh menit), tapi kembali sesuai situasi [....]," dia menerangkan.
Sedangkan untuk rumah ibadah agama lain, Fachrul masih akan membicarakannya pada pekan ini di Kementerian Agama.
"Tentu saja di dalamnya kami buat banyak poin-poin tentang protokol kesehatan, aturannya akan kami terbitkan rencana kami dalam minggu dengan nama revitalisasi fungsi rumah ibadah pada tatanan normal baru," ujar Fachrul.