Menuju konten utama

Masalah Data COVID-19: Laporan Telat Hingga Sulit Sinkronisasi

Kemenkes beralasan kerap kali laporan dari pemerintah daerah ke pusat telat karena adanya sejumlah kendala teknis.

Masalah Data COVID-19: Laporan Telat Hingga Sulit Sinkronisasi
Pegawai Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kota Denpasar memantau informasi mengenai penyebaran COVID-19 di berbagai tempat di dunia di Denpasar, Bali, Jumat (20/3/2020). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nym/aww.

tirto.id - Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah mengatakan data COVID-19 yang dipublikasikan pemerintah pusat saat ini memang tidak terkini atau real time sesuai dengan kondisi riil di lapangan atau di setiap daerah.

Dewi berdalih kerap kali laporan dari pemerintah daerah telat karena adanya sejumlah kendala teknis.

Dewi mengatakan data COVID-19 selama ini dikumpulkan Kementerian Kesehatan dari seluruh dinas kesehatan level provinsi hingga kabupaten/kota. Diakuinya data yang dikumpulkan masih belum terkini dan masih dalam proses sinkronisasi.

“Beberapa pada saat melaksanakan proses sinkronisasi tersebut ditemukanlah misalnya beberapa kasus by individual yang didata pusat tidak ada, di daerah ada,” kata Dewi saat memberikan paparan yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube BNPB, Kamis (12/8/2021).

Hal itu terjadi lantaran data tersebut belum ada di laporan, padahal kata Dewi data individual yang meninggal karena COVID-19 itu sudah terjadi pada dua atau tiga bulan lalu. Sehingga ketika data itu dimasukkan maka angka kematian jadi meningkat.

“Ini memang masih dalam proses perbaikan yang juga dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, bagaimana pencatatan yang dilakukan saat ini memang belum bisa real time kalau kami lihat,” ujarnya.

“Pada saat sinkronisasi itu dilakukan mulai ditemukan beberapa gap data tadi yang saya sampaikan. Jadi ternyata sepertinya memang masih ada improvement yang harus dilakukan. Terutama sebenarnya bukan hanya yang meninggal, termasuk sembuh juga,” tambahnya.

Dari data ia menemukan ada beberapa kasus yang berbulan-bulan statusnya masih aktif belum dilaporkan sembuh atau meninggal.

Hal ini berimbas pada jumlah kasus aktif yang terus tinggi. Sebab kasus aktif merupakan hasil dari total kasus dikurangi dengan kasus meninggal dan sembuh. Jika kasus sembuh dan meninggal misalnya bertambah maka kasus aktif menjadi menurun.

“Ada beberapa daerah juga kepatuhan pengisiannya belum baik jadi mereka menginput kasus iya. Tapi meng-update sembuh atau meninggalnya tidak dilakukan,” katanya.

Keterlambatan update atau pelaporan data ini menurut Dewi karena memang setiap daerah memiliki tantangan tersendiri, seperti kendala jaringan lantaran berada di daerah yang terpencil sehingga data telat dilaporkan.

“Masih banyak yang enggak bisa ngirim laporan karena akses internet. Jadi masih ada daerah misalnya kemarin di Kalimantan Utara, di Sulawesi Tengah dia memang di pedalaman. Bahkan ada Babinsa di sana perlu waktu enam jam, dari rumah harus pergi ke kota tempat dia ditugaskan untuk posko PPKM mikro,” katanya.

Namun demikian, kendala untuk melakukan sinkronisasi data itu kini terus dilakukan kata Dewi. Ke depan bila data sudah dapat disinkronisasi maka menurutnya bisa terjadi perubahan data yang signifikan.

“Intinya adalah kita mendorong bagaimana sinkronisasi data pusat dengan daerah dapat berjalan. Bagaimana koordinasi antara Kementerian Kesehatan dengan dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota juga dapat berjalan agar gap data ini dapat semakin kecil tidak terlalu besar. Sehingga dapat menggambarkan kondisi yang ada di Indonesia dengan jauh lebih baik lagi,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait DATA COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Bayu Septianto