tirto.id - Masa penahanan Wali Kota Cimahi 2012-2017 Atty Suharty diperpanjang oleh KPK. Atty Suharty menjadi tersangka tindak pidana korupsi karena diduga menerima hadiah atau janji terkait rencana proyek pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II tahun 2017.
"Dilakukan perpanjangan penahanan terhadap Atty Suharty (AST) untuk 30 hari ke depan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (9/3/2017), seperti diberitakan Antara.
Wali Kota Cimahi Atty Suharty 2012-2017 dan suaminya Wali Kota Cimahi 2002-2012 M Itoc Tochija telah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi proyek Pasar Atas Baru Cimahi itu.
Perkara ini diawali Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 1 Desember 2016 terhadap Atty, Itoc dan dua orang pengusaha yaitu Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi.
Triswara dan Hendriza diduga akan menyuap Atty dan Itoc sebesar Rp6 miliar dari nilai proyek Rp57 miliar. KPK juga menyita buku tabungan Itoc yang didalamnya ada bukti penarikan dana Rp500 juta serta sisa cek.
Itoc juga sudah pernah menerima beberapa kali trasnfer dari Triswara dan Hendriza.
Atty Suharty dan M Itoc Tochija disangkakan melanggar pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dipakai pasal 55.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Triswara Dhanu Brata dan Hendirza Soleh Gunadi disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a dan atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri