tirto.id - Dalam dua bulan terakhir sorotan tajam para penggila bulutangkis di Indonesia tertuju pada sektor tunggal putra. Kehadiran tiga pebulutangkis junior dalam beberapa kejuaraan membuat kita sedikit bisa bertepuk dada.
Madah itu mengarah pada Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa, dan Anthony Sinisuka Ginting. Masa depan ketiga pemain ini masih teramat panjang. Ketiganya masih berumur di bawah 21 tahun, Jonatan usianya malah baru 18 tahun.
Meski masih muda, ketiga pebulutangkis itu menunjukan performa apik dalam beberapa turnamen di tahun ini. Wajar jika di usia semuda itu mereka bisa merangsek masuk rangking 20 besar dunia.
Dalam soal kontribusi bagi timnas, nama mereka harum saat membawa Indonesia ke final Piala Thomas lalu. Ginting jadi pahlawan saat menekuk Korea Selatan di semifinal, sedangkan Jonatan dan Ihsan jadi andalan di fase grup ketika mengalahkan Thailand, India, dan Hong Kong. Tak hanya prestasi di Piala thomas, ketiganya pun berhasil membawa Indonesia menjuarai Kejuaraan Asia Beregu pada di India, Februari lalu.
Dalam konteks prestasi individu, performa mereka bertiga pun cenderung meningkat. Mereka selalu bergantian tampil baik di ajang turnamen Super Series. Tercatat pada tahun ini, Jonatan Christie yang lebih dulu bersinar dengan lolos ke Semifinal di Malaysia Open. Dia memberikan perlawanan ketat pada peringkat kedua dunia asal Cina, Chen Long agar tak lolos ke final dengan mudah. Jonatan kalah terhormat dengan skor 8-21, 21-19 dan 14-21.
Hasil bagus itu dia lanjutkan pada Indonesia Open, awal bulan lalu. Remaja kelahiran Jakarta ini berhasil lolos ke Perempat Final. Di saat Jonatan tak optimal, giliran Ihsan Maulana Mustofa yang menggebu dan lolos ke Semifinal. Sayang, dia mesti ditekuk pemain rangking satu dunia, Lee Chong Wei.
Tak mau kalah dengan dua rekannya, giliran Anthony Ginting lolos ke Semifinal pada ajang Super Series seri Australia Open yang baru berakhir minggu kemarin (12/6). Ginting kalah dengan terhormat dari pebulutangkis asal Korea Selatan, Jeon Hyeok Jin. Dia kalah dengan skor 2-1 dan selisih angka yang hanya dua poin yakni 19-21, 21-16 dan 19-21.
Meski kalah, Ginting dipuji banyak pihak karena secara mengejutkan dia mampu menyingkirkan pebulutangkis nomor satu Cina, Chen Long di babak perempatfinal, dengan kemenangan tak tanggung, dua set langsung, 21-14 dan 21-17. Kejutan ini pula yang dilakukan Jonathan saat menekuk Lin Dan pada Indonesia Open lalu.
Secara prestasi, trio tunggal ini memang belum ada yang lolos ke final. Namun, capaian yang mereka lakukan sudahlah cukup bagus di tengah seretnya prestasi tunggal andalan Indonesia, Tommy Sugiarto.
Tommy sendiri tampaknya tak diforsir habis-habisan oleh PB PBSI agar pada Olimpiade Rio de Janeiro nanti dia tampil baik. Tommy memang jadi satu-satunya andalan Indonesia pada nomor tunggal putra. Absennya Tommy pada beberapa turnamen super series berhasil dimanfaatkan tiga anak muda untuk mencuri perhatian publik badminton Indonesia.
Kehadiran trio tunggal putra ini menuai banyak sorotan dan pujian dari beberapa pemain top dunia, salah satunya pemain tunggal putra andalan Denmark, Jan O Jorgensen. “Kalian tidak usah khawatir, Indonesia punya banyak pemain muda yang bertalenta. Jonatan, Ihsan (Maulana Mustofa) dan Anthony (Sinisuka Ginting), mereka masih sangat muda dan akan punya masa depan yang bagus," ucap Jorgensen.
Jorgensen khususnya mewaspadai perkembangan yang dilakukan oleh Jonatan. "Dia adalah salah satu pemain yang menjadi tantangan terberat buat saya," katanya.
Pujian serupa diungkapkan Lee Chong Wei, pebulutangkis bergelar Datok ini kagum dengan perkembangan tunggal putra Indonesia. “Saya rasa tunggal putra muda Indonesia luar biasa, Jonatan bisa mengalahkan Lin Dan. Anthony saya lihat penampilannya di Piala Thomas 2016, walaupun kalah, tetapi penampilannya bagus. Ini bisa menjadi pengalaman untuk dia,” katanya.
Apresiasi sama dilontarkan kepada Ihsan. “Dia bisa tampil bagus dan dalam beberapa tahun dia bisa masuk 10 besar dunia. Ihsan punya gaya permainan mirip Taufik Hidayat, dia kuat. Dengan semakin bertambahnya pengalaman akan membuat dia lebih matang,” ungkapnya.
“Sesudah Olimpiade, mungkin saya dan Lin Dan akan gantung raket. Inilah saatnya mereka untuk bersinar,” ucap Chong Wei.
Apa yang diucapkan Chong Wei ini ada benarnya. Chong Wei saat ini duduk di peringkat pertama, Lin Dan di posisi kedua. Chong Wei 33 tahun, Lin Dan 32 tahun. Pensiunnya dua orang ini akan membuat peta kekuatan tunggal putra berubah. Pasalnya pembinaan pemain tunggal putra di negara lain amatlah begitu seret, tak selancar Indonesia.
Bagi Malaysia pensiunnya Chong Wei adalah musibah, karena belum ada pengganti yang sepadan. Gap antara Chong Wei dengan Zulfadli Zulkifli yang digadang-gadang sebagai pengganti amatlah cukup jauh. Dalam soal rangking misalnya, di saat Chong Wei duduk di peringkat satu dunia, Zulfadli terperosok jauh di peringkat 37. Penampilan pemuda berumur 23 tahun itu pun jauh dari harapan. Dia malah sering bentrok dengan pelatih karena dinilai keras kepala.
Bagi Cina kepergian Lin Dan pun menimbulkan masalah. Pasca Lin Dan pergi, otomatis Cina hanya menempatkan dua orang di 10 besar rangking dunia lewat Chen Long dan Tian Hou Wei. Di bawah mereka ada Wang Zhengming yang duduk di peringkat 18. Secara Umur, tiga pemain Cina sudah dalam posisi matang, berumur 26 - 28 tahun.
Dalam soal back-up pemain junior, Cina sebenarnya memiliki pemain di bawah U-23 seperti Xue Song, Huang Yuxiang dan Shi Yuqi. Namun, keberadaan mereka amat timpang dengan pemain senior. Tiga pemain muda Cina itu ada di peringkat 40-an.
Kepergian Lin Dan membuat kekuatan tunggal putra tiap negara bisa lebih merata. Nantinya, otomatis pada peringkat 20 besar, terdapat empat negara yang bisa mengirimkan tiga wakil pemain tunggal yakni China, Denmark, Hong Kong, dan Indonesia.
Dari empat negara itu, dalam soal rata-rata umur, Indonesia-lah yang termuda. Wajar jika banyak pihak memprediksikan masa depan tunggal putra Indonesia begitu cerah. Chong Wei sempat memprediksikan dalam waktu dua atau tiga tahun mendatang, Ginting, Jonatan dan Ihsan bisa masuk jajaran 10 besar dunia. Pada masa itu, umur mereka baru berkisar 22-23 tahun.
“Tahun lalu mereka di atas seratus. Kini bisa naik dengan drastis. Saya yakin akhir tahun ini mereka bisa masuk top 16,” ucap Ketua PB PBSI, Gita Wirjawan.
Syarat untuk mencapai ini hanya satu: beri jam terbang anak-anak muda ini sebanyak-banyaknya.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti