Menuju konten utama

Manuver Klub Elite Eropa Membentuk Liga Super Bikin UEFA Terdesak

Tujuh dari 12 klub yang menolak ide Liga Super Eropa pada 1998, kini balik mendukung. Perubahan sikap ini bikin UEFA harus cari solusi lain.

Manuver Klub Elite Eropa Membentuk Liga Super Bikin UEFA Terdesak
Presiden UEFA Aleksander Ceferin, kanan, mendengarkan Presiden Juventus Andrea Agnelli selama jeda kongres UEFA ke-43 di Roma, Kamis, 7 Februari 2019. Alessandra Tarantino / AP

tirto.id - Presiden Asosiasi Klub Eropa (ECA) yang juga bos Juventus, Andrea Agnelli, mengatakan ECA dan UEFA sedang dalam proses menggodok format baru Liga Champions, Senin (26/3/2019). Enam hari sebelumnya, ECA dan UEFA bertemu di Nyon, Swiss, dan membuat sejumlah kesepakatan.

Salah satunya adalah rencana UEFA membuat kompetisi Eropa ketiga (di bawah Liga Champions dan Liga Eropa) pada 2021, sebagai bagian dari transisi ke sistem yang lebih modern. Jika transisi berjalan lancar, UEFA akan mengaplikasikan format baru untuk Liga Champions, paling cepat pada musim 2024-2025.

"Kami masih berada dalam proses awal dan kami perlu waktu lebih lama untuk menganalisis seluruh proposal yang masuk, sekadar menegaskan kalau ini bukan soal ya atau tidak," ungkap Agnelli seperti dilansir Marca.

Ide mencetuskan format baru Liga Champions bukan tidak berdasar. Gagasan tersebut diinisiasi sejumlah klub elite karena ada kesenjangan antara fase grup dan knockout Liga Champions.

"Ketika fase knockout terus menyajikan keseruan, fase grup adalah sesuatu yang membosankan dan banyak pertandingan tak diminati terutama ketika tiket ke fase berikutnya telah diamankan klub tertentu, atau ada perbedaan kualitas drastis klub di grup tertentu," tulis jurnalis Marca, Jose Felix Diaz.

Ide ini lantas memicu kembali perbincangan soal bocoran dokumen dari Der Spiegel pada penghujung 2018. Media asal Jerman itu sempat menyebut klub elite Eropa sedang merencanakan pembentukan liga baru dengan skala lintas negara.

Liga ini disebut-sebut akan beranggotakan 18 klub. 17 di antaranya merupakan klub dengan penonton televisi terbesar dari Inggris, Spanyol, Italia, Jerman dan Perancis. Sementara, satu kontestan lain bakal dipilih dari Liga Portugal, Russia, Belanda, atau Turki.

Saat dikonfirmasi apakah penggodokan format baru Liga Champions ada kaitannya dengan bocoran itu, Agnelli mengelak. Dia berkata, "Real Madrid, Bayern Munchen, dan Juventus masih ingin bermain di Liga Champions dengan ratusan tim lain."

Namun, sanggahan Agnelli ini belum bisa meruntuhkan rumor kuat soal keinginan klub-klub besar membuat kompetisi baru sebagaimana laporan Der Spiegel. Menurut Der Spiegel, hingga saat ini ada 11 klub yang masih getol menuntut pembentukan Liga Super Eropa yakni: Real Madrid, Barcelona, Manchester United, Juventus, Chelsea, Arsenal, PSG, Manchester City, Liverpool, AC Milan, dan Bayern Munchen.

Putar Haluan

Ide gila menciptakan Liga Super Eropa bukanlah gagasan baru. 21 Tahun lalu, tepatnya tahun 1998, suara-suara serupa sudah terdengar. Saat itu pihak yang pertama mengirim proposal secara resmi ke UEFA adalah kelompok taipan media-media asal Italia. Proposal itu ditolak tegas UEFA dan sejumlah klub kontestan Liga Champions.

Yang menggelitik, sebagian besar dari klub yang menolak ide Liga Super Eropa saat itu kini bermanuver dengan memutar haluan dan mendukung pembentukan kompetisi baru.

Berdasarkan arsip The Independent, wacana Liga Super Eropa sempat ditolak 12 klub pada 1998. Mereka adalah Liverpool, MU, Ajax, Barcelona, Bayern Munchen, Borussia Dortmund, Inter Milan, Juventus, AC Milan, Olympic Marseille, Porto dan Real Madrid.

Jika arsip itu disandingkan dengan laporan Der Spiegel, maka ada tujuh klub yang berganti haluan dari menolak jadi mendukung. Antara lain Liverpool, MU, Barcelona, Bayern Munchen, Juventus, AC Milan, dan Real Madrid.

Perubahan sikap ini pertama kali dilakukan Real Madrid pada 2009, lewat presiden mereka, Florentino Perez. Sebagaimana dilansir The Daily Telegraph, saat itu Perez mengkritik kompetisi Liga Champions dan mengatakan hasrat Real Madrid bermain di turnamen yang lebih kompetitif.

"Kami telah sepakat dengan ide baru Liga Super Eropa yang menjamin kalau tim terbaik akan selalu bertemu tim terbaik. Sesuatu yang tidak terjadi di Liga Champions," ujarnya.

Sikap Real Madrid kemudian mempengaruhi pandangan klub-klub Inggris. Mereka yang sudah akrab dengan revolusi, sejak perubahan format Liga Inggris ke Premier League, kemudian menegaskan sikap yang sama pada 2016.

Awalnya, perwakilan dari MU dan Liverpool bertemu dengan perwakilan tiga klub lain (Chelsea, Arsenal, dan Manchester City) serta Stephen Ross, pebisnis yang jadi perwakilan kompetisi pramusim International Champions Cup (ICC). Alih-alih membahas soal ICC, di kemudian hari pertemuan itu diketahui berbelok jadi sarana perundingan untuk ikut bergabung dalam proposal Liga Super Eropa.

"Klub-klub 'big five' Liga Inggris mengakui ada pertemuan untuk merundingkan rencana perubahan Liga Champions, dan diskusi ini akan dilanjutkan ke seluruh Eropa untuk merencanakan kompetisi masa depan serta proposal yang bisa menjamin pendapatan klub-klub besar," tulis jurnalis The Guardian, Owen Gibson.

UEFA Terdesak

Diskusi-diskusi tersebut kemudian berlanjut ke tingkat Eropa dan memaksa UEFA untuk mulai mempertimbangkannya. Pada akhir 2016, induk sepakbola Eropa itu membuka diskusi kemungkinan adanya liga dalam skala benua secara terbuka.

Draf kompetisi UEFA saat itu sedikit berbeda dari yang belakangan dibocorkan Der Spiegel. Mereka memproyeksikan format liga dua wilayah, dengan delapan tim menghuni masing-masing wilayah. Sistem ini nantinya menghasilkan empat tim terbaik di klasemen tiap wilayah yang bakal berduel pada perempat final hingga final.

Namun, draf itu ditolak saat masuk pembahasan akhir. Sebagai gantinya, UEFA menyiasati kekecewaan klub pengusul dengan cara mengubah sistem Liga Champions. Per musim 2018, mereka memberlakukan aturan kalau empat klub perwakilan Spanyol, Inggris, dan Italia berhak masuk fase grup tanpa perlu playoff.

"Menindaklanjuti proses konsultatif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan sepakbola Eropa, UEFA mengusulkan amandemen aturan yang berlaku per musim 2018-2019," tulis mereka dalam pernyataan resmi.

Aturan tersebut sempat membungkam hasrat klub-klub besar untuk berontak, sampai akhirnya muncul dokumen dari Der Spiegel.

Terhadap dinamika baru yang dibocorkan Der Spiegel, presiden UEFA, Aleksander Ceferin menegaskan bakal berupaya mencegah terjadinya Liga Super Eropa. Menurutnya, keberadaan kompetisi tersebut bisa menghambat atmosfer liga di masing-masing negara.

"Super Liga tidak akan pernah terjadi. Itu hanya sebuah fiksi saat ini, atau barangkali mimpi," ujar Ceferin seperti dilansir BBC Sport.

Terlepas dari bantahan itu, tidak dipungkiri adanya diskusi perubahan format Liga Champions merepresentasikan betapa tingginya hasrat klub-klub besar untuk melahirkan ajang baru yang lebih kompetitif. Hal ini tidak ditampik oleh Andrea Agnelli yang juga bos Juventus.

"Barangkali memang seperti itulah sepakbola berlangsung dalam masa depan," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA EROPA atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Mufti Sholih