Menuju konten utama

Sains dan Obsesinya Terhadap Kloning Lionel Messi

Seorang ilmuwan mengklaim bisa mengkloning genetika dan kemampuan teknis Lionel Messi. Masalahnya, Messi bukan semata terbentuk oleh genetika, tapi juga pengalaman hidup, pendidikan, dan lingkungan.

Sains dan Obsesinya Terhadap Kloning Lionel Messi
Pemain Barcelona, Lionel Messi saat pertandingan sepak bola La Liga antara Real Betis vs Barcelona di stadion Benito Villamarin di Seville, Spanyol, Minggu, 17 Maret 2019. Miguel Morenatti / AP

tirto.id - Suporter Real Betis yang memadati tribun Estadio Benito Villamnmarin, Senin (18/3/2019) dini hari tak punya pilihan selain berdiri dan bertepuk tangan. Malam itu Betis kalah telak, tapi para suporter tuan rumah mendapat hiburan yang lebih dari sepadan.

Pemain nomor 10 Barcelona, Lionel Messi bergerak di atas lapangan bagai "penyihir." Lewat sebuah tembakan chip yang indahnya bukan main, 'alien' yang disebut-sebut merupakan titisan Diego Maradona itu melengkapi hattrick-nya, sekaligus memantapkan kemenangan 1-4 Barcelona atas tuan rumah.

"Saya sangat senang bisa tampil baik. Sebelumnya, saya tak pernah mendapat apresiasi seperti ini. Mereka [suporter Real Betis] memperlakukan kami dengan baik, meski kami berasal dari klub lawan," ungkap Messi seperti dilansir Marca.

Itu bukan kali pertama Messi membikin penikmat sepak bola, termasuk suporter klub rival berdecak kagum. Di era Pep Guardiola, musim 2008-2009 lalu, puluhan ribu suporter Atletico Madrid juga pernah dibuat bersorak meski klubnya dihantam Barcelona 1-3. Penyebabnya, Messi mencetak hattrick yang seluruh gol di dalamnya terjadi dengan proses tidak biasa.

Jangankan penikmat sepak bola biasa. Penemu filosofi bermain Barcelona, Johan Cruyff, bahkan sampai kehabisan kata-kata untuk memuji Lionel Messi.

"Untuk sepak bola, Messi adalah harta karun karena dia contoh terbaik untuk seluruh anak-anak di seluruh penjuru dunia. Messi akan jadi pemain dengan Ballon d'Or terbanyak sepanjang sejarah. Dia akan memenangkan lima, enam, atau tujuh. Dia tak tertandingi. Dia, ada di level yang berbeda," ungkapnya.

Keajaiban-keajaiban yang dia tunjukkan membuat Messi kerap dijuluki pesepakbola langka. Sebagaimana dilansir Dream Team FC, kata “Messi” yang disempurnakan jadi “Immesionate” secara resmi bahkan sudah jadi kata sifat di Kamus Bahasa Spanyol. Kata itu artinya hanya satu: cara sempurna bermain sepak bola.

Kloning Messi

Tidak cuma sastra dan kamus, dunia sains pun ingin mengabadikan sosok Messi. Namun, cara yang barangkali ditempuh relatif unik, yakni dengan menciptakan kloning.

Ide menciptakan kloning manusia yang punya kemampuan seperti Lionel Messi memang gila. Namun, menurut ahli genetika asal Spanyol sekaligus ketua European Genomes Archive, Arcadi Navarro, hal itu sangat mungkin dilakukan.

“Ya, kami bisa menggandakan Messi dan teknik yang dia miliki, bisa sangat identik, ibarat seseorang melahirkan bayi kembar dan salah satunya dibekukan untuk 20-30 tahun kemudian,” ungkap Navarro seperti dilansir AS.

Menurut Navarro, stigma kalau kloning cuma bisa menduplikasi tampilan fisik adalah kekeliruan besar. Berdasarkan keyakinan Navarro, kloning bisa diaplikasikan untuk mereplika kemampuan teknis dan kepribadian, termasuk dalam kasus Lionel Messi.

“Kami bisa mengkloning dia, bahkan dengan teknik yang sudah ada saat ini,” lanjut Navarro.

Komentar ini kembali memancing perdebatan. Soalnya, tahun lalu dunia juga sempat digegerkan dengan rekayasa genetik yang dilakukan oleh ilmuwan asal Cina, He Jiankui. Sebagaimana diwartakan Associated Press, dia ‘memperbaiki' embrio tujuh pasangan selama perawatan kesuburan, yang satu di antaranya berhasil menciptakan kehidupan baru. Dia memperbaiki DNA dengan alat baru dan menulis ulang kehidupan.

"Dua gadis Cina kecil yang cantik, bernama Lulu dan Nana, lahir dan menangis ke dunia, sama sehatnya dengan bayi lain beberapa minggu yang lalu," kata He Jiankui dalam sebuah video yang diunggah di Youtube.

Fakta adanya temuan tersebut, menurut Navarro, membuktikan bahwa teknologi rekayasa genetika telah melampaui perkiraan. Jika menciptakan sebuah nyawa saja bisa, bagi Navarro menduplikasi individu—termasuk Messi—adalah sesuatu yang realistis.

Moral dan Akurasi

Sejak percobaan kloning pertama terhadap Domba Dolly pada 1996 lalu, praktik terhadap duplikasi makhluk hidup memang kian marak. Sebuah perusahaan komersial bernama ViaGen—bagian dari perusahaan biotek, Intrexon—bahkan terus melakukan berbagai praktik kloning terhadap beragam jenis hewan. Mulai dari sapi, domba, babi, serta hewan-hewan peliharaan lain.

Kemudian di Korea Selatan, Woo Suk Hwang, guru besar Seoul National University (SNU) bersama 10 orang anggota timnya pada 2005 lalu berhasil mengkloning ratusan anjing, sapi, babi, serta ajak.

Kendati demikian, tidak seperti hewan, saat ini kloning terhadap manusia masih sekadar jadi hasrat. Alasannya bukan keterbatasan teknologi, tetapi faktor etika.

Penelitian He Jiankui pada 2018 lalu misal, yang akhirnya dihentikan secara paksa oleh pemerintah Cina karena dianggap menyalahi nilai moral manusia. Awal tahun ini, tim investigasi terhadap proyek tersebut bahkan telah memvonis He Jiankui bersalah serta terancam sanksi maksimal hukuman mati.

Mari kembali ke kasus Messi. Menurut Navarro, andai sanksi berdasarkan pelanggaran etika seperti yang dialami He Jiankui dihapus sekali pun, tidak serta merta kehadiran versi kloning Lionel Messi bisa sesuai ekspektasi.

Kata dia, duplikasi Lionel Messi memang bisa memunculkan individu dengan kemampuan sepadan, namun tidak berarti kepiawaiannya bisa bersaing secara kompetitif dengan Messi yang asli. Soalnya, sebagus apa pun hasil rekayasa genetika, tetap ada aspek pengalaman hidup dan edukasi yang tidak bisa disalin dari seseorang begitu saja.

“Hasil kloning barangkali memiliki potensi sama dengan Messi, tapi tentu Messi asli punya komponen yang berbasis pembelajaran serta lingkungan. Lionel Messi tidak menjadi seperti saat ini hanya bermodal genetik, tapi juga karena segala yang telah dia lalui dalam hidupnya, pendidikannya, kesehariannya di La Masia, dan perlakuan yang dia terima dari orang-orang terdekatnya,” jelas Navaro.

“Rekayasa genetika hanya memberikan kita sebuah potensi. Kemudian, sisanya tetap harus dilengkapi individu itu sendiri,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait BARCELONA atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz