tirto.id - Aparat penegak hukum diminta tidak asal membatasi kebebasan pers saat wartawan meliput proses persidangan. Permintaan itu disampaikan eks Ketua Dewan Pers Bagir Manan dalam acara yang digelar Mahkamah Agung (MA), Rabu (18/7/2018).
Menurut Bagir, saat ini aturan ihwal peliputan persidangan memang belum ada. Akan tetapi, ketiadaan hukum itu tak bisa direspons dengan mengekang kebebasan pers.
"Saya usulkan konkret agar apakah dengan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), Dewan Pers, MA, duduk bersama merumuskan aturan internal yang sifatnya etik dan saling pengertian. Tapi sebelum itu [terwujud] tolong diidentifikasi, jangan sampai asal melarang [pers meliput]. Jadi kita [wartawan] gunakan saja aturan etik kita," kata Bagir di Pusat Pendidikan dan Pelatihan MA, Bogor.
Berdasarkan penelusuran Tirto, hingga kini belum ada aturan yang membatasi format penayangan berita persidangan dengan cara siaran langsung oleh media massa.
Selama ini, izin siaran langsung pemberitaan di persidangan tergantung pada keputusan Ketua Majelis Hakim perkara. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga tercatat pernah beberapa kali mengeluarkan imbauan ihwal siaran langsung pemberitaan di sidang sebuah perkara.
Bagir berharap pembuatan aturan peliputan persidangan tak menyebabkan matinya kebebasan pers. Namun, ia mengingatkan agar wartawan selalu menjunjung kode etik jurnalistik selama bekerja.
"Saya mengingatkan, etik merupakan simbol utama dalam kegiatan jurnalistik," kata Bagir.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto