Menuju konten utama

Mantan Kapolri Hoegeng Mengungkap Korupsi Para Perwira Kepolisian

Kasus korupsi jenderal polisi di era Orde Baru terungkap berkat bantuan mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso.

Mantan Kapolri Hoegeng Mengungkap Korupsi Para Perwira Kepolisian
Sejumlah personel kepolisian berjaga di depan kantor KPU, Jakarta, Senin (20/5/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

tirto.id - Sejarah mencatat sejumlah jenderal polisi pernah terlibat kasus korupsi. Sebagai contoh, seperti dilansir Tempo, pada 27 September 2005 Brigadir Jenderal Polisi Samuel Ismoko, mantan Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim, divonis 1 tahun 8 bulan penjara dalam kasus L/C fiktif BPD Bali kepada BNI senilai Rp 1,3 triliun.

Sementara pada 3 Juni 2005, mantan Kabareskrim Komisaris Jenderal Polisi Suyitno Landung menjadi tersangka terkait kasus pembobolan BNI. Oleh pengadilan, ia divonis 1 tahun 6 bulan penjara

Selain kedua jenderal tersebut, ada pula Brigadir Jenderal Polisi Edmon Ilyas dan Brigadir Jenderal Polisi Raja Erizman yang terkait kasus Gayus Tambunan.

Dalam kasus korupsi proyek pengadaan simulator SIM, giliran Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dan Brigadir Jenderal Didik Purnomo ditetapkan sebagai tersangka.

Dan yang paling menyita perhatian masyarakat adalah kasus Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji yang divonis 3,5 tahun penjara. Ia menerima suap dari PT. Salwa Arwana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.

Korupsi Jenderal Polisi Zaman Orde Baru

Ketika Orde Baru berkuasa, beberapa jenderal polisi juga sempat terlibat kasus korupsi, yakni Deputi Kapolri Letnan Jenderal Siswadji dan Kepala Jawatan Keuangan Polri Brigadir Jenderal Prajitno.

Seperti dilaporkankan Tempo (30/09/1978), Siswadji dan Prajitno bersama Kolonel Polisi Suroso dan Letnan Kolonel Polisi Paimin Sumarna—keduanya perwira jawatan keuangan polisi—menjadi pesakitan di persidangan. Oditur Karyono Yudho di Mahkamah Militer Tinggi II Jawa bagian Barat menyatakan mereka telah berbuat kejahatan korupsi: memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan merugikan negara.

Menurut Oditur, mereka tahu ada sisa dana belanja pegawai sebesar Rp 450 juta tiap bulan sepanjang 1973 hingga 1977. Sisa dana itu mereka pindahkan ke rekening pribadi. Uang itu di antaranya dipakai untuk perbaikan rumah pejabat tinggi kepolisian, uang saku ke luar negeri, menjamu tamu, dan lain-lain. Di antara perwira yang korup itu bahkan punya rumah mewah di kawasan Kemang.

Terungkapnya kasus korupsi Siswadji dan kawan-kawan, seperti terdapat dalam Hoegeng: Oase Menyejukkan Di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009), karena pada awal 1977 ada seorang perwira menengah polisi bagian provost yang melapor kepada Hoegeng Imam Santoso. Mantan Kapolri yang dikenal sebagai polisi bersih itu pun segera mengirim sebuah memo kepada Kapolri Jenderal Widodo Budidarmo.

“Wid, sekarang ini kok polisi sudah kaya-kaya, sampai sudah yang punya rumah mewah di Kemang. Dari mana duitnya itu?” tulis Hoegeng.

“Kalau [hal ini] tidak [diungkap], saya akan nyorakin terus,” imbuhnya.

Hoegeng, Widodo Budidarmo, dan Siswadji pernah bersama saat belajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jalan Tambak Nomor 3 (kini Inkoppol).

Saat kepolisian Indonesia diundang oleh pemerintah Amerika Serikat untuk berkunjung ke negera tersebut, Hoegeng dan Siswadji turut dalam rombongan. Kala itu pangkat Hoegeng sudah Mayor, sementara Siswadji masih Kapten. Selain itu, mereka juga pernah bersama ketika ikut pelatihan Brimob selama satu setengah bulan di Porong pada Oktober 1959.

Infografik Jenderal Polisi yang Korupsi

Infografik Jenderal Polisi yang Korupsi. tirto.id/Sabit

Waktu itu, polisi adalah salah satu angkatan dalam ABRI dan markasnya disebut Markas Angkatan Kepolisian atau Mabak. Tak hanya mengirim memo kepada orang nomor satu di kepolisian, Hoegeng juga membeberkan hal ini kepada media, salah satunya kepada Panda Nababa, reporter senior Sinar Harapan.

Di beberapa surat kabar, Hoegeng berkomentar, “Sebagai mantan Kapolri, saya benar-benar prihatin dan malu dengan adanya kasus manipulasi di Mabak itu.”

“Selesaikan saja diam-diam sebab akan malu kita semua nanti,” kata Widodo Budidarmo menirukan ucapan Panglima ABRI Jenderal Maraden Panggabean, seperti dicatat Julius Por dalam profil Widodo di harian Kompas (15/09/2004).

Namun, Hoegeng membuat kasus korupsi Siswadji dan kawan-kawan terungkap. Para terdakwa dipenjara antara 6 hingga 8 tahun. Akibatnya, Kapolri Widodo Budidarmo dicopot dan diganti oleh Awaloeddin Djamin yang sebelumnya pernah jadi Menteri Tenaga Kerja.

Menurut Wakil Panglima ABRI Laksamana Sudomo, seperti dilansir Tempo, pergantian Kapolri itu tidak ada kaitannya dengan kasus korupsi di kepolisian. Widodo dianggap bersih.

Baca juga artikel terkait ORDE BARU atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh