tirto.id - Pernah menonton video mengharukan tentang Kate Ogg, ibu dari sepasang bayi kembar yang lahir prematur?
Setelah dikabarkan oleh dokter bahwa Jamie, salah satu anak kembarnya, tidak dapat diselamatkan, Kate yang sedih memeluk bayinya untuk mengucapkan selamat tinggal. Sambil menangis ia bercerita kepada bayinya tentang keluarga kecil mereka yang bahagia, serta cita-cita dan rencana yang sudah mereka susun untuk Jamie. Tak disangka, bayi kecil itu mulai bergerak. Dan, dua jam setelah dipeluk terus oleh ayah dan ibunya, Jamie pun bernapas kembali.
Video yang viral ini menceritakan mengenai keajaiban teknik skin to skin contact (SCC) atau yang juga dikenal dengan kangaroo care (KC). Tehnik ini pertama kali ditemukan oleh dua orang dokter spesialis neonatologi, Edgar Rey dan Hector Martinez, yang saat itu bertugas sebagai dokter praktik di sebuah rumah sakit di Bogota, Colombia, Amerika Selatan, pada tahun 1978.
Karena begitu banyaknya ibu yang melahirkan bayi prematur, sementara fasilitas inkubator di rumah sakit tersebut terbatas, akhirnya mereka meletakkan bayi di dada ibunya sesaat setelah dilahirkan dan menyelimuti ibu dan bayi tersebut dengan kain supaya hangat. Ternyata, cara ini efektif dan cukup berhasil membuat bayi yang lahir prematur berkembang lebih pesat.
Bukan hanya bagi bayi yang lahir prematur, berbagai penelitian membuktikan bahwa tehnik ini juga sangat bermanfaat bagi bayi pada umumnya. Dr. Nils Bergmen, seorang peneliti dan dokter, mengatakan bahwa tehnik ini merupakan sebuah keajaiban dari proses alamiah.
Tehnik skin to skin merupakan cara paling alamiah dan tradisional yang dilakukan oleh setiap mahluk hidup untuk melindungi dan menyelamatkan bayi yang tidak berdaya yang baru dilahirkannya. Namun, sayangnya, seiring perkembangan ilmu dan teknologi, aktivitas ini jutru sering terlewatkan. Padahal manfaatnya banyak sekali.
Dr. Susan Crowe, seorang dokter kandungan, sekaligus associate professor spesialis kandungan dan kebidanan di Sekolah Kedokteran Stanford, mengatakan bahwa skin to skin contact dilakukan dengan cara meletakkan bayi pada dada ibunya masing-masing tanpa mengenakan pakaian, kulit menyentuh kulit. Ini sebaiknya dilakukan saat bayi baru dilahirkan selama kurang lebih 1 sampai 2 jam, dan selanjutnya selama setidaknya 3 jam sehari saat masa-masa awal kehidupan bayi.
The International Childbirth Education Association (ICEA) menyadari pentingnya early skin to skin contact pada bayi. Mereka berkampanye skin to skin contact di dalam kurikulum pendidikan penanganan persalinan dasar yang diberikan kepada para orangtua, pendidik dan perawat kesehatan profesional.
“Di Indonesia, skin to skin tidak lepas dari inisiasi menyusu dini (IMD). Ibu yang menyusui bayinya, secara langsung melakukan kontak kulit dengan bayi,” jelas Dela Jaskara, seorang Doula dan Childbirth Educator, yang berdomisili di Bogor kepada Tirto.
Pada persalinan normal, bayi segera diletakkan di atas dada ibu sambil menunggu plasenta lahir. Secara insting, bayi akan mencari puting payudara ibunya untuk menyusu. Kalau persalinan dilakukan di rumah sakit yang tidak memiliki prosedur skin to skin, biasanya setelah bayi diambil untuk diukur, ditimbang dan sebagainya, lalu dikembalikan ke ibu sudah rapi terbedong, lalu konselor laktasi atau pendamping persalinan (birth doula) akan membuka kembali bedong bayi dan diberikan kepada ibu untuk melanjutkan skin to skin.
Kesulitan menerapkan skin to skin, salah satunya, adalah rumah sakit atau perawat yang kurang memahami pentingnya tehnik ini.
“Ibu yang terdidik menjadi penentu,” tegas Dela.
Di negara Amerika, RS Stanford di California, tempat Dr. Crowe bekerja adalah salah satu rumah sakit yang menerapkan tehnik ini. Bahkan, rumah sakit ini sudah memasukkan tehnik skin to skin contact ke dalam prosedur persalinan melalui operasi caesar. Skin to skin contact dilakukan saat ibu dan anak mendapatkan treatment yang mereka butuhkan pasca operasi.
Tehnik skin to skin membantu mengeluarkan hormon oksitosin atau hormon cinta pada ibu, sehingga membantu pemulihan pasca melahirkan, mengurangi kontraksi, meredakan pendarahan, serta meningkatkan suhu tubuh ibu yang baru melahirkan. Dampaknya, tubuh ibu menjadi “ruang” yang paling nyaman dan aman bagi jabang bayi setelah lahir.
Menurut MCN: American Journal of Maternal/Child Nursing, skin to skin contact yang dilakukan selama minimal 6 jam pada minggu pertama, dan dilanjutkan setidaknya dua jam pada bulan berikutnya, mampu memberikan relaksasi dan menumbuhkan rasa keibuan, sehingga mengurangi postpartum depression yang membahayakan bagi ibu dan juga bayi. Bila ibu, karena berbagai alasan kesehatan, tidak mampu melakukan skin to skin, maka ayah dengan teknik yang sama bisa menggantikan posisi sang ibu.
Penulis: Maharani Indri
Editor: Zen RS