Menuju konten utama

Manbang, Netflix dari Pyongyang

Melihat perkembangan Netflix yang luar biasa, pemerintah Korea Utara tak mau kalah dalam menghadirkan hiburan untuk warga negaranya. Kim Jong Un dan para kameradnya mengembangkan layanan yang sama dengan Netflix. Namanya Manbang.

Manbang, Netflix dari Pyongyang
Rakyat Korea Utara menonton layar besar penyiaran pengumuman resmi bahwa negara itu "berhasil" menempatkan satelit observasi bumi ke orbit, menyebutnya sebuah "zaman pembuatan" prestasi, di Pyongyang, Korea Utara, [Foto/Reuters/Kyodo]

tirto.id - Korea Utara adalah misteri bagi kebanyakan negara di dunia ini, terutama negara-negara Barat. Karena dianggap misterius itulah, segala kabar dan perkembangan darinya menghebohkan, selalu mengundang perhatian, mendatangkan decak kagum. Orang-orang Barat itu suka gumun dengan Korut.

Pada 23 Agustus silam, KCTV, Lembaga Penyiaran Korut, meluncurkan layanan video-berdasarkan-permintaan di internet seperti Netflix. Namanya Manbang.

Meski terdengar seperti nama pesta seks kaum homoseksual, Manbang bukanlah layanan video porno. Ia alat tambahan untuk propaganda rezim Kim Jon Un. Manbang dikembangkan dan dikontrol langsung oleh pemerintah, dan dengannya, para penonton bisa mencari dan memutar kembali film-film dokumenter bikinan negara dan siaran-siaran dari lima saluran televisi yang juga diawasi ketat oleh negara.

Lalu media-media berbahasa Inggris ramai-ramai memberitakannya dengan nada meremehkan. Mereka umumnya menyoroti rendahnya konektivitas internet di Korea Utara dan memberi panggung kepada Netflix untuk menyepelekan dan menjadikan Manbang bahan tertawaan.

Pada 26 Agustus, Netflix melempar ejekan halus kepada Manbang melalui kolom bio mereka di Twitter. Di sana, tim media sosial Netflix mendeskripsikan layanan mereka sebagai: "Tiruan Manbang".

Internet pun bereaksi atas perubahan bio tersebut. Meme-meme dan gif dan video pendek diproduksi dan disebarluaskan oleh para pengguna media sosial dan para anggota forum-forum. Para penggemar "Netflix and Chill" tampaknya sangat terhibur oleh humor segar yang dilempar pujaan mereka.

Maka media-media arus utama pun tak mau ketinggalan meramaikannya. Mereka melahirkan berita-berita dengan kepala yang tendensius, seperti: Netflix Tidak Menganggap Manbang Serius, Netflix Bercanda tentang Penirunya dari Korea Utara, dan sebangsanya dan sebangsanya.

Netflix tentu punya seribu satu alasan untuk menganggap Manbang hanya remah-remah keju di atas panekuk atau pasta atau pizza yang tidak perlu dianggap sebagai kompetitor atau ancaman. Sebagai raksasa baru dunia digital, yang berhasil menggulung raksasa tua yang tak luwes menghadapi perkembangan zaman bernama stasiun televisi konvensional, Netflix tentu saja boleh jemawa. Di Amerika Serikat, negeri asalnya, Netflix sukses bikin industri televisi kabel kembang-kempis dan mengubah kebiasaan menonton banyak orang.

Bermula dari bisnis rental dan pengantaran DVD pada 1998, Netflix kemudian bertransformasi menjadi bisnis streaming daring pada 2007 setelah para eksekutifnya melihat perkembangan pesat internet. Hingga 2016, Netflix berhasil memimpin pasar streaming video dengan 75 juta pelanggan dengan jangkauan hingga ke 190 negara, termasuk Indonesia, tidak termasuk Korea Utara.

Mengguritanya bisnis Netflix ini seiring dengan pesatnya perkembangan pengguna internet dan menjamurnya ponsel pintar dalam sepuluh tahun terakhir. Perlahan, banyak orang meninggalkan televisi karena di internet, siapa pun bisa mendapat tontonan dengan mudah dan bisa menyaksikannya kapan saja di mana saja—tidak seperti televisi yang tidak tersedia di semua tempat dan penonton harus patuh jadwal.

Melihat ekspansi Netflix, banyak pihak ketar-ketir. Terutama mereka yang bisnisnya terancam oleh Netflix. Di Indonesia, misalnya, pernah ada upaya dari beberapa pihak dan termasuk pemerintah untuk membendung pengaruhnya, mulai dari usaha blokir hingga penerapan pajak tinggi. Toh, Netflix tak terbendung.

Maka, bila dibandingkan dengan usaha sementara orang di Indonesia untuk mengganjal Netflix, sebenarnya usaha Korea Utara lebih patut diacungi jempol. Alih-alih mengeluh dan menganggap diri korban dan merengek-rengek meminta Netflix angkat kaki, Pyongyang lebih memilih bikin layanan tandingan—dan mereka dengan tegas menolak kehadiran Netflix di sana.

Dan pihak KCTV menyatakan, meski banyak media mancanegara menyoroti minimnya koneksi internet di sana, permintaan konsumen terhadap Manbang cukup tinggi.

"Teknologi informasi dan komunikasi ini berdasarkan komunikasi dua arah," kata Kim Jong-min, salah seorang pejabat di KCTV, mengenai Manbang. "Jika pemirsa ingin menonton, misalnya, film hewan, lalu mengirimkan permintaan, Manbang akan menampilkan video yang relevan dengan pemirsa."

Kim Jong Un, yang terlihat seperti versi berantakan dari PSY penyanyi Gangnam Style itu, ternyata boleh juga. Manbang and Chill, Kim!

Baca juga artikel terkait KIM JONG UN atau tulisan lainnya dari Arlian Buana

tirto.id - Teknologi
Reporter: Arlian Buana
Penulis: Arlian Buana
Editor: Maulida Sri Handayani