Menuju konten utama

Malaysia Deportasi 78 TKI Bermasalah Lewat PLBN Entikong

Otoritas Malaysia kembali mendeportasi 78 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Para TKI itu langsung dipulangkan menggunakan tiga bus ke Dinsos Provinsi Kalbar untuk di pulangkan ke daerah asal mereka. 

Malaysia Deportasi 78 TKI Bermasalah Lewat PLBN Entikong
Petugas kepolisian mengawal sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi Malaysia setibanya di Pelabuhan Internasional Tunon Taka Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis (20/10). Sebanyak 40 orang yang terdiri dari 33 laki-laki dan tujuh perempuan dideportasi karena kasus keimigrasian dan kasus narkoba. ANTARA FOTO/M Rusman.

tirto.id - Otoritas Malaysia kembali mendeportasi 78 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Kapolsek Entikong, AKP Kartyana, mengatakan ke-78 tenaga kerja itu tiba di PLBN Entikong, Jumat (21/10/2016) sekitar pukul 16.00 WIB dari KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) Kuching, Malaysia. Begitu tiba, mereka langsung dilakukan pengecekan oleh P4TKI Entikong.

"Dari hasil pengecekan, para TKI bermasalah itu dideportasi karena saat bekerja di Malaysia, gaji mereka tidak sesuai dengan yang dijanjikan sebelumnya, sehingga mereka mendatangi KJRI di Kuching Malaysia untuk meminta perlindungan," ungkapnya sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (22/10/2016).

Kartyana menambahkan, setelah selesai dilakukan pengecekan dan pendataan, para TKI itu langsung dipulangkan menggunakan tiga bus ke Dinsos Provinsi Kalbar untuk di pulangkan ke daerah asal mereka. Mereka terdiri dari 73 orang dewasa dan lima anak-anak, adalah 31 orang dari Kalbar, dari Jawa Timur 13 orang, NTB 11 orang, Jabar dua orang, Sulsel 19 orang, NTT satu orang, dan Kaltim satu orang.

Beberapa waktu yang lalu, Pelaksana Fungsi Konsuler 1 KJRI Kuching, Sarawak, Windu Setiyoso mengatakan beberapa bulan terakhir terjadi peningkatan jumlah TKI yang ditangkap oleh polisi Malaysia karena melanggar peraturan imigrasi. "Pemerintah Malaysia telah memperketat aturan yang berkaitan dengan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI)," katanya.

Menurut Windu tren baru yang muncul tidak hanya peningkatan jumlah tahanan, melainkan juga lama waktu mereka mendekam di penjara. Dia menyebutkan mereka yang tertangkap biasanya divonis tiga hingga empat bulan, tetapi sekarang minimal 14 hingga 20 bulan. Ia mengingatkan masyarakat Kalimantan Barat untuk melengkapi perizinan jika ingin bekerja di Malaysia karena sanksi pelanggaran keimigrasian masuk ke Sarawak semakin berat.

Ada 5.000 TKI Ilegal Tiap Bulan

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) Mahdi Husein Alhamid di Jakarta, Minggu (16/10/2016) mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki angka pasti, namun sejumlah pihak memperkirakan ada 5.000 TKI ilegal per bulan yang berangkat ke mancanegara. Mereka menggunakan calo atau berangkat secara mandiri, baik secara langsung maupun transit di sejumlah negara.

Kondisi demikian, ujar Mahdi, akan menjadi bom waktu bagi permasalahan warga negara di luar negeri. "Faktanya, kita tidak bisa mencegah warga negara yang ingin bekerja di luar negeri, karena undang-undang juga menjamin hak orang untuk bekerja di mana saja di tempat yang diinginkannya," imbuhnya Mahdi.

Mantan Mantan Ketua Umum Indonesia Employment Agencies Association (Idea) Adrie Nelwan menyatakan para calo menggunakan semua bandara internasional di Indonesia untuk mengirim pekerja secara ilegal, baik secara langsung maupun transit di luar negeri.

Adrie mengimbau kondisi ini harus dihentikan untuk melindungi hak-hak warga negara. Dia tidak menyalah mereka yang mencari kerja, tetapi pemerintah hendaknya hadir dengan memberi perlindungan baik melalui regulasi dan perjanjian, maupun menunjukkan swasta yang bertanggung jawab sebagai penjamin.

Baca juga artikel terkait TKI atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Hukum
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan