Menuju konten utama

Malaga adalah Bukti Tak Selamanya Taipan Qatar Membawa Angin Segar

Malaga batal mendaftarkan empat pemain yang sudah dikontrak. Klub yang beberapa tahun lalu sempat jadi kuda hitam di Liga Spanyol kini dihantam krisis finansial.

Malaga adalah Bukti Tak Selamanya Taipan Qatar Membawa Angin Segar
FC Barcelona Luis Alberto Suarez, tengah, duel bola melawan CF Malaga Ignacio Camacho, kiri, dan Luis Hernandez, selama pertandingan sepak bola La Liga Spanyol antara Malaga dan Barcelona di Malaga, Spanyol, Sabtu 8 April 2017. Daniel Tejedor/AP

tirto.id - "Aku sama sekali tidak menyesal telah menempuh jalan ini. Klub, fans, rekan-rekan di Malaga telah membuatku punya keluarga baru. Pengalaman yang singkat, tapi aku tidak akan pernah melupakannya," tulis Shinji Okazaki di akun media sosialnya.

Di antara gemerlap bursa transfer klub-klub Eropa selama beberapa bulan belakangan, Okazaki adalah satu dari segelintir pesepakbola profesional yang bernasib nelangsa.

Striker yang sempat mengantarkan Leicester City menjuarai Liga Inggris dicoret dari skuad Malaga, hanya 34 hari sejak menandatangani kontrak.

Tapi Okazaki tidak sendirian. Dua pemain Malaga lain, Alex Mula dan Ivan Rodriguez bernasib tak kalah tragis. Keduanya sempat menolak tawaran peminjaman dari klub lain demi bertahan di Malaga, tapi pada akhirnya nama mereka tak didaftarkan.

Keduanya kini harus mencari klub baru. Cerita duka yang dialami Okazaki, Mula, dan Rodriguez kemudian disempurnakan oleh satu nama lain, Simon Moreno.

Memalukan, untuk tak menyebut duka, barangkali diksi tepat untuk menggambarkan nasib Moreno.

Di bursa transfer musim panas ini mulanya dia sudah sempat diperkenalkan sebagai pemain baru Almeria, tapi batal karena tim itu tak menginginkannya dan Malaga, layaknya sesosok malaikat datang menawarinya kontrak menggiurkan.

Kesepakatan terjadi dan Moreno diperkenalkan sebagai pemain Malaga. Tak lama berselang nasibnya tak beda jauh dari Okazaki: didepak dari klub dan tak didaftarkan dalam kompetisi resmi.

Kronologis terdepaknya Okazaki, Mula, Rodriguez, dan Moreno boleh jadi beda antara satu sama lain. Tapi akar permasalahan mereka dengan Malaga sama saja: uang. Malaga tidak sanggup membayar gaji nama-nama baru ini karena krisis finansial yang mereka alami.

Krisis tersebut sudah terendus sejak klub ini melakoni laga perdana Segunda Division 2019/2020 melawan Racing Santander, 17 Agustus 2019.

Dari belasan nama pemain yang dibawa Malaga, cuma sembilan di antaranya yang tercatat punya kontrak profesional dengan tim utama. Sisa nama-nama lain cuma 'pemain cabutan' dari akademi sepakbola (Tim B) Malaga.

Malaga, yang kini terbenam ke Segunda Division (divisi kedua Spanyol, di bawah La Liga) tentu punya alasan sendiri atas kebangkrutan tim. Tapi para suporter klub berjuluk Boquereones (ikan teri) itu juga punya satu sosok yang—menurut mereka—pantas bertanggung jawab, yakni Seikh Al-Thani, pemilik saham mayoritas klub.

"Klub ini telah benar-benar seperti diabaikan. Situasi tidak biasa yang aku rasa tidak banyak terjadi sebelumnya," keluh Daniel Sanchez, Ketua kelompok fans Malaga Distrik San Pedro Alcantara seperti dilansir surat kabar lokal Malaga, Dialo Sur..

Sementara Miguel Molina, juru bicara pengurus kelompok fans Malaga berkata: "Dia [Al-Thani] sempat membawa kami ke surga, tapi kemudian menjatuhkan kami ke neraka.”

Al-Thani mulanya datang ke Malaga membawa angin segar. Kedatangannya ke pesisir Spanyol ditandai pada 28 Juli 2010. Saat itu, Al-Thani diperkenalkan sebagai presiden baru setelah mengakuisisi saham mayoritas Malaga dari pemilik lama mereka, Fernando Sanz.

Ada alasan mengapa harapan saat itu membumbung tinggi. Abdullah bin Nasser bin Abdullah Al Ahmed Al Thani, begitu nama lengapnya, merupakan pebisnis Qatar yang juga merupakan anggota Board of Director (BOD) Doha Bank sejak 1996. Al-Thani juga bagian dari keluarga kehormatan di kerajaan Qatar dan punya hubungan dekat dengan pemilik Manchester City, Seikh Manshour bin Zayed Al Anahyan.

Kesungguhan Al-Thani membangun tim kelas satu kemudian dibuktikan dengan merekrut pelatih Manuel Pellegrini dan perekrutan pemain-pemain bintang macam Martin Demichelis, Julio Baptista, Salomon Rondon, Ruud van Nistelrooy, Jeremy Toulalan, hingga Santi Cazorla.

Perekrutan besar-besaran Malaga pada periode awal rezim Al-Thani terbukti berdampak terhadap performa klub. Musim 2010-2011 mereka finis di peringkat 11 klasemen, kemudian naik di peringkat empat dan lolos ke Liga Champions semusim berikutnya.

Pada musim perdananya di Liga Champions, Malaga juga mencatatkan rapor menggembirakan. Mereka mampu meloloskan diri dari persaingan dengan Anderlecht, Zenit, dan AC Milan di fase grup.

Kemudian melewati babak 16 besar (mengalahkan FC Porto) dan baru tersingkir ketika kalah agregat 3-2 dari Borussia Dortmund pada perempat final.

Pencapaian lolos perempat final Liga Champions jelas sesuatu yang menggembirakan bagi para pemain dan fans Malaga. Tapi ironisnya, bagi Al-Thani, capaian itu dianggap layaknya bencana. Alih-alih puas, Al-Thani mulai mencari-cari alasan soal kekalahan timnya dari Dortmund.

Dia sempat menuduh timnya jadi korban rasisme pihak Dortmund tanpa menunjukkan secara jelas bukti tindakan tersebut. Hingga ia menuding Dortmund menang karena 'dibantu wasit'.

Menurutnya, gol kemenangan Dortmund yang saat itu dicetak Felipe Santana seharusnya dianulir karena offside.

"Aku harap UEFA membuka investigasi soal kekalahan ini," keluhnya.

Tak ada tanggapan berarti soal tuntutan Al-Thani. Sebaliknya, Malaga digulung ombak besar. Pada Desember 2012 UEFA menjatuhkan sanksi larangan bermain di kompetisi Eropa selama semusim.

Usut punya usut, menurut laporan Telegraph, hukuman ini dijatuhkan UEFA lantaran Malaga melanggar sejumlah aturan Financial Fair Play (FFP). Mereka juga dikabarkan menunggak gaji pemain dan staf selama beberapa bulan.

Total gaji yang belum dibayarkan saat itu menyentuh 25 juta euro, di dalamnya termasuk bonus yang dijanjikan Al-Thani kepada para pemain jika mampu menembus knockout Liga Champions.

Sejak kejadian itu, desas-desus yang menyebutkan kalau Al-Thani sudah tak punya minat memajukan Malaga mulai jadi rahasia umum. Sentimen negatif semakin kencang lantaran tak lama setelahnya Malaga justru menjual pemain-pemain kuncinya.

Mulai dari Isco (dijual ke Real Madrid) hingga Jeremy Toulalan (dijual ke AS Monaco). Visi Malaga juga kian tak jelas selepas pergantian tampuk kepelatihan dari Manuel Pellegrini ke Bernd Schuster.

Penurunan prestasi Malaga jadi sesuatu tak terhindarkan dan muaranya, pada akhir musim kompetisi 2017/2018. Klub ini terdegradasi dari La Liga ke Segunda Division. Skuat Malaga yang saat itu dilatih José Manuel González López finis di peringkat 20 dengan 20 poin dari 38 pertandingan.

Pada musim pertama di Segunda Division (2018/2019) Malaga nyaris kembali ke divisi teratas Spanyol. Mereka finis di peringkat tiga klasemen akhir tapi sialnya, saat playoff (penentuan terakhir untuk promosi) Malaga yang kini dilatih Víctor Sánchez kalah agregat 5-2 dari Deportivo La Coruna di semifinal.

Kini, menyambut musim baru, alih-alih melihat timnya tampil lebih menjanjikan, barisan suporter Malaga dipaksa melihat performa tim yang angin-anginan. Dari tiga laga awal Segunda Division 2019/2020 Malaga baru sekali meraih kemenangan dan kini duduk di posisi 11.

Situasi diperparah dengan kisah-kisah nestapa Okazaki dan tiga pemain lain yang gagal direkrut karena masalah keuangan. Maka, menjadi wajar apabila suara-suara fans agar Al-Thani segera menjual sahamnya terdengar semakin lantang.

Saat ini, di Malaga saham Al-Thani sebenarnya sudah menipis jadi 51 persen meski bisa disebut mayoritas. Investor lain BlueBay, perusahaan hotel asal Spanyol memegang saham di Malaga sebanyak 49 persen. Peralihan kepemilikan berpeluang besar terjadi saat saham mayoritastak lagi dipegang Al-Thani, karena bisa dilakukan hanya dengan penjualan dua atau tiga persen saham saja.

Tapi, agar hal itu bisa terwujud, tampaknya fans Malaga masih perlu bersabar. Sebab seperti diaporkan Dialo Sur, hingga kini Al-Thani masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mengurangi sepeser pun sahamnya di Malaga.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA SPANYOL atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Zakki Amali

Artikel Terkait