tirto.id - Perayaan Tahun Baru Islam memiliki tradisi masing-masing di beberapa daerah Indonesia, termasuk di Nanggroe Aceh Darussalam.
Provinsi paling barat di wilayah Indonesia ini memang memiliki kultur yang kental dengan budaya Islami, tak heran, jika dilihat dari sejarahnya Aceh merupakan wilayah dengan kerajaan bercorak Islam pertama di Nusantara, seperti Kerajaan Peurlak, Samudera Pasai, dan Aceh Darussalam.
Hal ini pulalah yang membuat Nanggroe Aceh Darussalam dijuluki sebagai Serambi Makkah Indonesia.
Setiap perayaan Islam digelar dengan meriah di Aceh, termasuk dalam menyambut Tahun Baru Islam di bulan Muharam setiap tahunnya.
Bulan Muharam merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriyah dan dianggap bulan yang penting, karena ada beberapa peristiwa sejarah yang terjadi, mulai dari diturunkannya Nabi Adam As ke bumi di bulan Muharam, awal hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, penetapan kalender hijriah, dan peristiwa Karbala saat pembunuhan cucu Rasulullah SAW, Husein bin Ali.
Di Aceh, bulan ini dikenal dengan nama BuleunAsan Usen yang berasal dari nama cucu Nabi Muhammad SAW Hasan dan Husein.
Penamaannya tersebut karena didasari dari peringatan kematian cucu Rasulullah SAW, yaitu Husein bin Ali, yang wafat saat berperang di Padang Karbakala, Irak pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah (681 M).
Oleh karenanya, perayaan Muharam biasa dilakukan dari tanggal 1 hingga 10 Muharram, yang disebut juga sebagai Hari Asyura.
Untuk mensyukuri dan merenungi segala kejadian-kejadian penting tersebut, umat Islam dianjurkan melakukan amalan-amalan sunah di bulan Muharam, salah satunya puasa sunah Asyura yang dilakukan pada tanggal 10 Muharam yang bisa menghapus dosa setahun sebelumnya.
Perayaan 1 Muharram Tahun Baru Islam di Aceh
Masyarakat Aceh memaknai bulan Muharram dengan melakukan berbagai kegiatan secara meriah yang bertujuan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
Salah satu yang biasa dilakukan dan menjadi ciri khas perayaan bulan Muharam adalah dengan memasak bubur Asyura dalam panci besar.
Kemudian bubur yang sudah dimasak tersebut akan dibagikan ke setiap rumah yang ada di wilayah itu.
Bubur Asyura terbuat dari tepung kanji yang memiliki rasa manis, karena dimasak bersama bahan lainnya, seperti jagung, ketela, ubi, pisang, berbagai jenis kacang, nangka, daun pandan, dan santan.
Awal mula tradisi pembuatan bubur kanji Asyura ini berasal dari cerita Nabi Nuh As, nabi yang dikenal membuat bahtera atau perahu besar untuk menghindari banjir bandang pada 10 Muharam.
Saat Nabi Nuh dan pengikutnya selamat dari banjir dan berlabuh di sebuah gunung, Nabi Nuh mengucap syukur kepada Tuhan dengan membuat bubur yang dimasak dengan menggunakan biji-bijian dan bahan makanan lain yang ditemukan di dalam bahtera.
Bubur Asyura utamanya dibagikan kepada warga yang berpuasa Asyura pada 10 Muharam untuk menu berbuka. Selain itu, bubur ini juga diberikan kepada orang-orang tak mampu di sekitarnya sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan.
Editor: Addi M Idhom