Menuju konten utama

Mahasiswa UGM Gugat Larangan Tanah Yogyakarta Disebut Tak 'Njawani'

Permohonan gugatan telah diterima panitera MK dengan tanda terima nomor 1926/PAN.MK/XI/2019 tanggal 15 November 2019.

Mahasiswa UGM Gugat Larangan Tanah Yogyakarta Disebut Tak 'Njawani'
Pengendara melintas di Jalan Babaran yang ditanami jagung di Umbulharjo, DI Yogyakarta, Jumat (1/11/2019). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc.

tirto.id - Politikus Demokrat Roy Suryo merespons upaya gugatan terkait Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ke Mahkamah Konstitusi.

Gugatan itu dilayangkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (UGM) Semester 5, Felix Juanardo Winata. Permohonan gugatannya telah diterima panitera MK dengan tanda terima nomor 1926/PAN.MK/XI/2019 tanggal 15 November 2019.

Roy menyebut langkah Felix tak mencerminkan sikap pendatang yang tinggal di Jogja yang seharusnya ‘njawani’ yakni jadi satu-kesatuan yang tak terpisahkan dengan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.

“Felix ini mungkin lagi mau ‘pansos’ [panjat sosial] tapi salah cara-caranya dan sangat mencederai kehidupan di Yogyakarta. Padahal hidup di Jogja harus ‘njawani',” kata dia dalam rilis, Rabu (20/11/2019).

Felix dalam dokumen permohonan sebagaimana dilansir situsweb MK (https://mkri.id/index.php?page=web.Permohonan&menu=4), menyebut gugatannya pada Pasal 7 ayat 2 huruf d yang mengatur tentang pertahanan.

Dalam permohonan, ia menyebut pengaturan tanah di UU Keistimewaan telah melegitimasi Instruksi Wakil Kepala DIY Nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Seorang WNI Non-Pribumi.

Dalam pertimbangan gugatan, Felix mengakui seorang WNI keturunan Tionghoa ‘Benteng’, sehingga tak mungkin dapat memiliki aset tanah di Provinsi DIY, imbas UU Keistimewaan.

Felix meminta permohonannya dikabulkan MK, karena pasal pertanahan bertentangan dengan Pasal 20 ayat 1 dan Pasal 21 ayat 1 UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Selain itu, UU Keistimewaan dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

“Ras atau suku tidak dapat dijadikan suatu tolok ukur dalam menilai kekayaan finansial seseorang, sehingga WNI yang merupakan keturunan Tionghoa tidak boleh selalu dianggap memiliki kekuatan finansial tinggi,” tulisnya dalam permohonan yang dikutip dari situsweb mkri.id.

Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X menyebut, terkait gugatan ini sebagai hal wajar.

"Ya enggak apa-apa. Tidak apa-apa, ya wajar saja. Dasarnya apa nanti kan alasannya sendiri ada," kata Sultan, Rabu (20/11/2019) seperti dilansir Antara.

Sultan belum mengetahui kesiapan hukum melawan gugatan ke MK ini.

"Ya belum tahu. Kita belum tahu. Tidak ada yang menghubungi," kata Sultan.

Baca juga artikel terkait UU KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Gilang Ramadhan