tirto.id - Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan sebuah aplikasi bernama Zephyrus yang berfungsi untuk mendeteksi dan mengantisipasi banjir.
Aplikasi itu dibuat oleh tim yang terdiri atas Ahmad Wirantoaji Nugroho (Meteorologi 2015), Andryansah Bagas Warno Putra (Teknik Geologi 2015), Aufa Zalfarani Saprudin (Meteorologi 2014), Harry Alvin Waidan Kefas (Teknik Informatika 2014), dan Novianti Rossalina (Desain Produk 2015).
Sistem ini menggunakan aplikasi Android sebagai sarana utama penyebaran informasi karena dirasa lebih mudah terjangkau pengguna.
Ide awal terciptanya aplikasi itu karena Ahmad Wirantoaji Nugroho atau yang akrab disapa Aji, Andryansah Bagas, dan Novianti Rossalina secara serentak menerima beasiswa Sinergi Foundation. Sementara Aufa Zalfarani adalah kakak tingkat Aji, sedangkan Harry Alvin adalah kenalan Aji di sebuah komunitas.
Menurut Ahmad Wirantoaji Nugroho, ide awal membuat aplikasi ini muncul saat dirinya berbincang dengan seniornya di sekretariat Himpunan Mahasiswa Meteorologi (HMME).
Dari obrolan itu, kata dia, muncul ide untuk membuat aplikasi yang bisa mendeteksi banjir. "Yang mendorong sih sebenarnya karena prihatin (dengan) banjir di Bandung Selatan. Kalau secara umum, banjir memang sering terjadi di Indonesia. Dan usaha mengantisipasi banjir itu sendiri masih jauh dari optimal," kata Aji dikutip dari Antara, Jumat (11/8/2017).
Ia mengaku prihatin pada daerah Bandung Selatan yang setiap tahun selalu terkena banjir. Sementara terkait dengan penggunaan aplikasi Android sebagai sarana utama penyebaran informasi, kata dia, karena dirasa lebih mudah terjangkau pengguna.
"Nah itu, jadi ya salah satu alasan menggunakan aplikasi Android ini supaya bisa lebih cepat dan real time. Untuk SMS setiap air sungai telah mencapai ketinggian tertentu," ujar Aji.
Menurut Aji, salah satu keistimewaan aplikasi pendeteksi banjir Zephyrus adalah mudah terjangkau oleh pengguna, karena menggunakan aplikasi Android dan SMS satelit. Selain itu, alat AWLR-WS yang digunakan dalam sistem ini juga jauh lebih murah dibandingkan alat-alat serupa yang sudah terpasang, karena merupakan penggabungan dua alat yaitu Automatic Water Level Recorder (AWLR) dan Automatic Weather Station (AWR).
"Istimewanya adalah karena alat AWLR-WS ini dipakai, jadi bisa menekan penggunaan anggaran gitu. Kalau misalnya yang biasa dibuat itu sekitar 73 jutaan, sedangkan yang kita keluarkan itu hanya sekitar 7,7 juta jadi bisa menghemat," kata Aji mengenai perbandingan Zephyrus dengan sistem yang sudah ada.
Ia juga menekankan, bahwa agar bencana banjir lebih mudah terantisipasi, maka diperlukan beberapa alat AWLR-WS yang dipasang di titik-titik yang berbeda. "Nah, bayangkan dengan biaya pengeluaran yang sama, kita bisa meletakkan sembilan alat AWLR-WS di sembilan titik yang berbeda," katanya.
Menurut Aji, timnya juga dibantu oleh seorang dosen pembimbing, yakni Muhammad Ridho Syahputra, M.Si dan didukung penuh oleh ketua Program Studi Meteorologi Dr rer nat Armi Susandi, MT.
Selain akademisi, tim Zephyrus juga dibantu oleh ada pula Kang Riki dari Garda Caah (komunitas peduli banjir di Bandung Selatan), terutama membantu sosialisasi ke warga terdampak banjir dan dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum yang telah menyediakan Teras Cikapundung sebagai lokasi peletakan alat AWLR-WS tersebut.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto