Menuju konten utama
27 Februari 1814

Mahakarya Beethoven Lahir di Tengah Kondisi Sulit & Hampir Tuli

Meski sakit-sakitan dan hampir tuli, Ludwig van Beethoven justru rajin menelurkan mahakarya. “Simfoni No. 8 dalam F Mayor” adalah salah satu buktinya.

Mahakarya Beethoven Lahir di Tengah Kondisi Sulit & Hampir Tuli
Ilustrasi Mozaik Ludwig van Beethoven. tirto.id/Sabit

tirto.id - Pada malam tanggal 27 Februari 1814—tepat hari ini 208 silam, maestro piano dan komponis legendaris Ludwig van Beethoven mementaskan “Simfoni No. 8 dalam F Mayor” untuk pertama kali. Pementasan perdana itu dipimpin langsung olehnya di gedung pertunjukan Redoutensaal, Wina. Pentas malam itu juga diisi 2 repertoar terkenal lainnya, yaitu “Simfoni No. 7” dan “Wellington’s Victory”.

Dalam sejarah musik Barat, “Simfoni No. 8 dalam F Mayor” tercatat sebagai salah satu karya musik yang paling unik. Beethoven sang penggubah kala itu berusia 41 tahun dan sedang mengalami masalah berat dengan indera pendengarannya. Namun, Beethoven justru bisa merampungkan karya itu selama 4 bulan—lebih cepat ketimbang karya-karyanya yang lain.

Proses penggubahan yang terbilang singkat itu jadi salah satu faktor yang membuat para pengamat menganggapnya sebagai karya yang dibuat tanpa dedikasi.

Keunikan lainnya terletak pada nuansa ceria yang memenuhi simfoni ini. Padahal, Beethoven kala itu sedang mengalami masa-masa berat dalam kehidupan pribadinya. Dengan kata lain, karyanya ini adalah anomali jika dibandingkan dengan karya-karya sebelumya yang kerap kali bernuansa murung dan sedih.

Dalam beberapa kesempatan, Beethoven menyebut “Simfoni No. 8 dalam F Mayor” sebagai “my little symphony in F” untuk membedakannya dari “Simfoni No. 6 dalam F Mayor” yang lebih panjang. Selain itu, ada juga “Simfoni No. 7” yang ekspansif. Jika dibandingkan dengan dua karya itu, “Simfoni No. 8” terbilang lebih padat.

Para ahli kerap menyebutnya sebagai salah satu karya era neoklasik. Dengan not beraksen yang muncul di banyak bagian komposisinya, “Simfoni No. 8 dalam F Mayor” juga mendobrak tradisi penulisan musik khas era klasik yang lazimnya meletakkan karakteristik yang lebih berat di bagian akhir komposisi.

Beethoven melakukan hal berbeda dalam simfoni itu. Dia tidak membuat bagian pembuka yang rapi atau akord pembuka yang struktural. Bagian awal itu hanya diisi gebrakan dan setelah itu langsung beralih ke notasi inti komposisinya. Oleh karena itu, banyak yang menganggapnya tidak memberikan dedikasi yang cukup dalam karya ini.

Di seluruh bagiannya, “Simfoni No. 8 dalam F Mayor” tidak pernah benar-benar memainkan tempo lambat. Bagian pertama komposisinya yang bernada dasar F Mayor dan tanda birama ¾ dimainkan dengan bertenaga. Bagian ini bahkan ditutup dengan sebuah crescendo (indikasi agar bagian itu dimainkan makin keras secara) hingga mencapai fortississimo (sangat keras).

Jika dicermati, pada beberapa bagian komposisinya bahkan terselip allegretto “scherzoish” yang sangat unik seperti suara metronom. Baru di bagian ke-3, Beethoven keluar dari pakem scherzo-nya. Dia lantas memberi kejutan lain dengan gaya minuet lirih yang ditampilkan oleh trio horn, klarinet dan alat-alat musik gesek.

Alunan minuet ini membentuk warna musik khas di dalam simfoni yang seluruhnya dikemas untuk instrumen gesek, 2 flute, 2 oboe, 2 clarinet, 2 fagot, 2 horn, 2 trumpet, dan timpani. Dengan instrumen-instrumen itu, komposisi yang dihasilkan terbagi dalam 4 bagian (movement), yaitu Allegro vivace e con brio, Allegretto scherzando, Tempo di Menuetto, dan Allegro vivace.

Beethoven Menjadi Maestro di Wina

Ludwig van Beethoven lahir pada 1770 di Bonn, Jerman. Bakat musiknya sudah menonjol sejak kecil—terutama ketika Johann, ayahnya, mengajarinya musik dengan ketat dan intensif. Seiring waktu, Ludwig juga menimba ilmu dari Christian Gottlob Neefe, komposer dan pengaba yang cukup ternama kala itu. Di bawah bimbingan Neefe, Ludwig mampu menciptakan komposisi pertamanya di usia 13 tahun.

Tapi, keluarga Beethoven bukan keluarga harmonis. Ludwig bahkan lebih memilih tinggal bersama keluarga Helene von Breuning yang dianggapnya lebih nyaman. Pada usia 21 tahun, Ludwig memutuskan untuk pindah ke Wina (sekarang ibu kota Austria). Di kota inilah, dia perlahan dikenal sebagai maestro piano.

Ludwig juga sempat berguru pada komposer ternama Joseph Haydn. Sejak itu, reputasinya sebagai musisi kian menarik perhatian kalangan elite Austria. Berkat itu, Ludwig sukses menggaet perhatian Pangeran Lichnowsky Karl Alois yang kemudian menjadi patron finansialnya. Melalui dukungan itu, Ludwig menghasilkan tiga komposisi trio piano “Opus 1” pada 1795.

Ludwig makin produktif lagi setelah itu. Hingga pada 1800, dia berhasil menggelar penampilan perdana untuk karya orkestranya. Satu tahun kemudian, Ludwig menyelesaikan karya kuarter gesek pertamanya. Konsistensi dan produktivitas itu segera melambungkan nama Ludwig di penjuru Wina.

Infografik Mozaik Ludwig van Beethoven

Infografik Mozaik Ludwig van Beethoven. tirto.id/Sabit

Di era modern, karya-karya Ludwig dikategorikan dalam repertoar Klasik dan repertoar transisi ke era Romantik. Pasalnya, di masa akhir hidupnya, Beethoven kerap bereksperimen dalam bentuk dan ekspresi bermusik.

Meski nasibnya terbilang mujur dan bergelimang dukungan, Ludwig justru apes soal kesehatan. Di awal 1800-an, indera pendengarannya mulai terganggu. Meski sempat memimpin sendiri pementasan beberapa karya simfoninya, pergaulan sosialnya juga semakin terbatas. Dia jadi lebih sering menyendiri.

Namun, di masa ini prihatin ini, Ludwig justru produktif menghasilkan mahakarya, salah satunya tidak lain adalah “Simfoni No. 8 dalam F Mayor” dan “Simfoni No. 7” yang dikerjakannya secara simultan.

Pada 1814, konon pendengarannya hampir sepenuhnya tuli. Ludwig pun akhirnya meninggal pada 1827 dalam usia 56 tahun. Meski begitu, karya-karyanya dikenang hingga era modern.

Baca juga artikel terkait SIMFONI NOMOR 8 atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Musik
Kontributor: Tyson Tirta
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Fadrik Aziz Firdausi