tirto.id - Terdapat beberapa puasa sunah yang dapat dikerjakan pada bulan Muharam. Bukan hanya puasa asyura (10 Muharam), tetapi juga puasa tasua (9 Muharam), puasa 11 Muharam, puasa Senin-Kamis, dan puasa Ayyamul bidh.
Muharram sekaligus dianggap sebagai salah satu bulan mulia. Dalam Q.S. At-Taubah ayat 36, Allah SWT berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ
Artinya:"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
Amalan sunah yang diutamakan di bulan Muharram adalah berpuasa. Selain itu, Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah, maka mengawali tahun baru dengan ibadah puasa sangatlah dianjurkan.
Mengerjakan puasa pada bulan Muharam adalah keutamaan bagi umat Islam, seperti yang diriwayatkan dari jalur Humaid bin Abdurrahman al-Humairi. Abu Hurairah mengisahkan, Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam, dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah salat malam" (H.R. Muslim).
Pada bulan Muharram, kita mengenal istilah puasa Tasu'a dan puasa Asyura. Puasa Tasu'a dilakukan pada tanggal 9 Muharram, sedangkan puasa Asyura dilaksanakan di tanggal 10 Muharram.
Dari ibnu Abbas ra. Ia berkata, "Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh para Sahabatnya juga berpuasa, maka mereka berkata: Wahai Rasulullah SAW, hari Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah SAW bersabda: Kalau demikian, Insya Allah tahun depan kita berpuasa pada hari yang kesembilan." (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Dikutip dari laman Suara Muhammadiyah, disunahkannya puasa Tasu'a bersama-sama dengan puasa Asyura adalah agar ibadah tersebut tidak menyamai ibadah orang Yahudi.
Sedangkan puasa Asyura memiliki beberapa keutamaan sebagai berikut:
- Puasa Asyura merupakan satu dari empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW.
- Puasa Asyura dapat menghapus dosa yang lalu
Puasa Asyura
Puasa Asyura (10 Muharam) memiliki keutamaan tersendiri. Diriwayatkan dari jalur Ubaidullah, ia mendengar Ibnu Abbas yang ditanyai soal puasa asyura. Ibnu Abbas menjawab, "Aku tidak pernah mengetahui Nabi saw. berpuasa pada hari yang beliau pilih keutamaannya dibandingkan hari-hari lain, kecuali hari ini: bulan Ramadan dan hari 'Asyura" (H.R. Nasa'i).
Puasa asyura sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Arab sebelum risalah Islam dikumandangkan oleh Nabi Muhammad saw. Tercatat, kaum Quraisy Mekkah terbiasa mengerjakan puasa ini. Demikian pula kaum Yahudi Madinah.
Puasa Asyura hukumnya sunah, seperti yang disampaikan oleh Urwah, bahwa Aisyah mengisahkan, ketika datang kewajiban mengerjakan puasa pada bulan Ramadan, Nabi bersabda, "siapa yang ingin berpuasa asyura hendaklah ia berpuasa, dan siapa yang tidak ingin, maka berbukalah" (H.R. Bukhari)
Terkait pahala puasa Asyura, dari Abu Qatadah al-Anshari, ia menceritakan bahwa Rasulullah saw. ditanya tentang keistimewaan puasa ini, dan Nabi menjawab, "Puasa asyura dapat menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat" (H.R. Muslim). Dalam hal ini, dosa yang dihapuskan adalah dosa kecil.
Puasa Tasua
Puasa Tasua ini dikerjakan pada 9 Muharam. Nabi Muhammad saw. belum mengerjakan puasa ini sepanjang hidup beliau, tetapi Rasulullah sudah mengindikasikan niat berpuasa tasua jika diberi umur panjang oleh Allah.
Dikatakan Isma’il bin Umayyah, ia mendengar Abu Ghathafan bin Tharif al-Murriy yang mengisahkan ucapan Abdullah bin Abbas terkait anjuran Rasulullah saw. agar umat Islam mengerjakan puasa Asyura.
Para sahabat kemudian bertanya, "Ya Rasulullah, bukankan hari asyura (10 Muharam) adalah hari yang dimuliakan
oleh kaum Yahudi dan Nasrani?"
Nabi bersabda, "Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada hari kesembilan Muharam"
Namun Rasulullah wafat sebelum Muharam tahun berikutnya, sehingga beliau tidak sempat mengerjakan puasa itu.
Oleh karenanya, kemudian puasa tasua dianjurkan dilaksanakan.
Puasa 11 Muharam
Selain puasa tasua dan asyura, ada puasa lain yang dikerjakan pada bulan Muharam, atau puasa 11 Muharam. Puasa ini dilakukan untuk membedakan puasa yang dilakukan kaum muslimin dengan kaum Yahudi Madinah (hanya 10 Muharam).
Meskipun demikian, bukan berarti umat Islam wajib berpuasa 2 hari beruntun, pada 9-10 Muharam atau 10-11 Muharam. Hukum puasa pada hari-hari tersebut tetaplah sunah.
Puasa Senin-Kamis
Seperti pada bulan-bulan dalam kalender Hijriah lainnya, umat Islam dapat secara rutin mengerjakan puasa sunah Senin-Kamis pada Muharam.
Nabi Muhammad saw. mengerjakan puasa ini, salah satunya karena pada setiap Senin dan Kamis, amal perbuatan seseorang dihadapkan kepada Allah.
Diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada Senin dan Kamis, aku suka jika ketika amalanku dihadapkan, aku tengah berpuasa" (H.R. at Tirmidzi).
Puasa Ayyamul Bidh
Puasa Ayyamul Bidh adalah puasa yang dikerjakan pada pertengahan bulan, umumnya pada 13, 14, dan 15 setiap bulan dalam kalender Hijiriah.
Abu Hurairah meriwayatkan, "Kekasihku (Rasulullah saw.) mewasiatkan kepadaku tiga nasihat yang aku tidak pernah meninggalkannya hingga aku mati (yaitu), berpuasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan salat duha, dan mengerjakan salat witir sebelum tidur.” (H.R. Bukhari).
Dalam riwayat lain oleh Musa bin Thalhah, ia mendengar ucapan Abu Dzar bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "wahai Abu Dzar jika engkau berpuasa 3 hari dalam setiap bulan maka berpuasalah pada tanggal 13, 14 dan 15" (H.R. At-Tirmidzi).
Penulis: Beni Jo
Editor: Fitra Firdaus
Penyelaras: Yulaika Ramadhani