tirto.id -
"Sepanjang aturan itu di bawah Undang-Undang, maka menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Silakan mengajukan apa saja ke Mahkamah Agung, siapapun yang merasa tidak terakomodir kepentingannya di dalam ketentuan pasal-pasalnya ke Mahkamah Agung dengan mekanisme uji materiil," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Hingga saat ini, pihak Mahkamah Agung belum menerima permohonan uji materi setelah PKPU diterbitkan. "Tapi belum tahu siang ada, besok ada, kita belum tahu," kata Abdullah.
Abdullah menerangkan, pemohon uji materi bisa mengajukan di hari kerja. Setelah berkas diterima, pemohon uji materi mempunyai waktu 14 hari untuk melengkapi berkas permohonan. Setelah pemohon melengkapi berkas, pihak Mahkamah Agung menginformasikan kepada pihak termohon untuk mempelajari permohonan gugatan.
Termohon mempunyai waktu 14 hari untuk melengkapi berkas. Setelah pengadilan menerima dalil pemohon dan termohon, Mahkamah Agung akan mengeluarkan putusan paling lambat 14 hari kerja. Hal tersebut sesuai KMA 214/2018.
Abdullah mengatakan, Mahkamah Agung akan menguji apakah PKPU melanggar undang-undang dasar. Mereka akan melihat PKPU bertentangan dengan undang-undang lebih tinggi atau tidak.
"Nanti terserah putusan majelis pemeriksa perkara, apapun putusannya itu lah yang terbaik, karena menurut prinsip uu yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi," kata Abdullah.
Kemenkumham mengundangkan PKPU nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota legislatif, Selasa (3/7/2018). Aturan tersebut memuat larangan eks koruptor mendaftarkan sebagai calon legislatif.
Pasal 4 PKPU 20/2018 mewajibkan parpol mendaftarkan bakal caleg sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam aturan itu. KPU RI tak segan mengembalikan berkas pendaftaran bakal caleg jika sistem informasi pencalonan (Silon) milik mereka mendeteksi nama politikus yang pernah menjadi eks terpidana tiga jenis perkara itu.
Parpol diwajibkan mengganti nama bakal caleg yang melanggar ketentuan dengan politikus lain. KPU RI tetap melarang mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan kasus korupsi menjadi bakal caleg meski mereka telah mengakui kejahatannya di muka publik.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Andrian Pratama Taher