Menuju konten utama
Makanan Sehat & Bergizi

Lupakan Omakase Sushi, Menu Hambar di RS Penting untuk Pemulihan

Makanan enak & mahal belum tentu tepat untuk pasien. Di sisi lain, ahli gizi di rumah sakit sudah menyiapkan menu bergizi meski rasanya cenderung hambar.

Lupakan Omakase Sushi, Menu Hambar di RS Penting untuk Pemulihan
Header diajeng Menu Makanan Hambar Rumah Sakit. tirto.id/Quita

tirto.id - "Makasih omakase di RS-nya Mas @kaesangp. Akhirnya bisa makan sushi sashimi nigiri lagi."

Itulah keterangan yang ditulis Erina Gudono, menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo, untuk Instagram story-nya seusai melahirkan anak pertamanya seminggu yang lalu.

Istri Kaesang Pangarep itu mengunggah foto suasana kamar rawatnya dengan potongan besar daging ikan mentah di meja, seorang koki, dan pramusaji.

Tak butuh waktu lama, foto 'omakase sushi' Erina jadi perbincangan heboh di dunia digital.

Sebagian besar warganet mengkritik etika keluarga pejabat pamer kemewahan.

Lainnya mempertanyakan tentang keamanan mengonsumsi daging mentah bagi ibu yang baru saja bersalin.

Tak sedikit pula yang dibuat heran dengan standar kebersihan dan prosedur membawa masuk makanan dari luar, terutama masih berwujud mentah, ke dalam bangunan rumah sakit.

Baru-baru ini di jagad X juga sempat beredar konten tentang seorang pasien rawat inap di rumah sakit yang diam-diam menyantap makanan yang dilarang dokter.

"POV: Sembunyi-sembunyi makan yang dilarang dokter karena BM [banyak mau] banget."

Demikian kalimat yang tersemat di dalam video TikTok yang awalnya diunggah akun @ayamdindut tersebut.

Video berdurasi 19 detik itu memperlihatkan sepasang suami istri sama-sama makan bakso, dengan kondisi tangan sang istri masih diinfus di rumah sakit. Aksi nekat mereka pun mendapat banyak tanggapan negatif dari warganet.

Apa pun motivasi personal yang melatari keputusan Erina dan pasien di atas untuk pamer keberhasilannya menikmati makanan favorit di bangsal rumah sakit, tidak bisa dimungkiri bahwa menu makanan yang disediakan di fasilitas-fasilitas kesehatan memang cenderung tidak menggugah selera alias tidak kaya rasa.

Terkait hal ini, ada penjelasan logisnya.

Hambar dan Membosankan, Tetapi Bergizi

Berbeda dengan kafe dan restoran yang memasak menu "seragam" untuk pelanggan, menu makanan di rumah sakit dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien.

Dokter Spesialis Gizi Klinik dr. Putri Sakti, M.Gizi, Sp.GK menuturkan, standar makanan sehat di rumah sakit sudah tentu akan menyesuaikan setiap kebutuhan dan riwayat medis pasien.

"Misalkan pasien diabetes pastinya akan dikontrol untuk jumlah komposisi karbohidratnya, jenis makanannya, sehingga biasanya disebut dengan diet DM [Diabetes Melitus]. Kemudian buat pasien sakit jantung ada diet jantung, untuk yang hipertensi ada diet rendah garam, dan seterusnya."

Ahli Gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Ati Nirwanawati SKM., MARS., membenarkan bahwa makanan yang ada di rumah sakit dan disajikan untuk pasien sudah terukur berdasarkan jenis makanan, bahan, bumbu, tekstur, hingga porsinya untuk tiap-tiap pasien.

"Itu sudah pakai standar dan ahli gizi sudah menghitung sedemikian rupa dari porsi atau berat makanan yang dikonsumsi, jenis, boleh atau tidaknya untuk penyakit yang diidap yang bersangkutan, kemudian bentuk halus kasar dan sebagainya, atau biasa. Itu semua sudah dihitung, " ungkap Ati.

Setiap rumah sakit, kata Ati, mempunyai ahli gizi yang bertugas mengawasi penyediaan makanan untuk pasien.

"Bila pakai pihak ketiga—ada kan rumah sakit yang pakai pihak ketiga [penyedia makanan]—pihak ketiga itu pun harus memiliki ahli gizi."

Sehubungan dengan kandungan bahan makanan, Ati menjelaskan, alih-alih menggunakan MSG, staf dapur rumah sakit umumnya memanfaatkan kaldu sebagai penyedap.

Selain itu, rasa hambar pada makanan dapat dipengaruhi juga oleh berkurangnya kemampuan indera pengecap saat kita sedang sakit.

"Orang sakit itu kan lidahnya enggak enak. Panca inderanya enggak enak, sehingga makanan enak seperti apapun pasti dia merasa tidak enak," jelas Ati.

Yang memprihatinkan, makanan yang rasanya hambar kerap membuat pasien memilih untuk tidak menghabiskannya sehingga mereka berpotensi kekurangan gizi.

Melansir HuffPost, hal tersebut pernah diungkap dalam studi yang terbit di Journal of Parenteral and Enteral Nutrition (2019).

Kasus malnutrisi di rumah sakit diperkirakan sudah memengaruhi 30 hingga 50 persen pasien di seluruh dunia.

“Acap kali pasien masuk rumah sakit dalam keadaan kekurangan gizi atau berisiko kekurangan gizi dan mengalami penurunan nutrisi selama mereka dirawat, sehingga mereka berisiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi buruk setelah keluar dari rumah sakit,” demikian dikutip dari studi tersebut.

diajeng Menu Makanan Hambar Rumah Sakit

Ilustrasi Menu Makanan Hambar Rumah Sakit. (FOTO/iStockphoto)

Makanan adalah Obat

Ati menekankan, penting bagi pasien untuk menghabiskan makanan yang telah disediakan rumah sakit. Sebab, makanan itu dijamin sehat serta dibuat berdasarkan kebutuhan pasien.

"Kebanyakan orang belum memikirkan makan adalah salah satu obat,” kata Atik.

“Orang berpikir lebih penting minum obat daripada makan. Padahal yang dibutuhkan orang untuk sehat tidak sekadar minum obat, tetapi makan dengan pola makan sehat.”

Tak hanya itu, penyajian makanan di rumah sakit juga bagian dari edukasi mengenai pola makan sehat.

Makanan-makanan yang disiapkan pihak rumah sakit diharapkan dapat mengedukasi pasien dan keluarganya tentang pola makan selama proses perawatan sampai pemulihan, yang kemudian dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Masih mengutip HuffPost, Eric Rimm, direktur program epidemiologi kardiovaskular di Harvard T.H. Chan School of Public Health, menjelaskan bahwa edukasi pola makan sehat yang dimulai dari "dapur rumah sakit" diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan risiko penyakit akibat pola makan buruk seperti serangan jantung, diabetes, atau obesitas.

“Pesan dan penyampaian pola makan sehat dimulai di rumah sakit selama masa pemulihan awal,” kata Rimm.

Selain gizi yang seimbang, rasa dan tampilan makanan rumah sakit jadi poin penting yang harus diperhatikan agar lebih menggugah selera makan pasien.

Di Amerika Serikat, beberapa rumah sakit merancang ulang program makanan untuk staf, pasien, dan pengunjung.

Upaya yang mereka lakukan, di antaranya, memperkenalkan sistem layanan pemesanan makanan di kamar yang lebih berorientasi pada pasien, menawarkan alternatif menu lebih sehat di kantin, hingga katering sehat untuk acara seperti orientasi karyawan baru, wisuda, dan rapat dewan.

Variasi menu yang ditawarkan juga semakin beragam, bahkan meliputi sandwich, salad, dan piza, yang disesuaikan selera dan kebutuhan medis pasien.

Makanan yang lebih sehat dipercaya akan membuat rumah sakit lebih kompetitif dalam merekrut talenta terbaik, mengurangi biaya perawatan kesehatan staf yang terkait dengan kebiasaan makan buruk, dan meningkatkan kesejahteraan serta pemulihan pasien.

"Kami mengubah stigma makanan rumah sakit sebagai makanan beku, hambar, dan tidak segar. Ini menantang, akan tetapi sangat bermanfaat, " kata Jet Aquirre, sous chef eksekutif di UC Davis.

Yang jadi pertanyaan selanjutnya, apakah makanan rumah sakit bisa dibuat selezat makanan restoran?

Menurut Putri Sakti, makanan rumah sakit bisa saja diolah jadi menu yang lezat. Namun belum tentu hasilnya akan semenarik atau sesedap makanan-makanan di restoran.

Sebab, masih ada sederet pertimbangan, seperti keterbatasan bahan untuk mengolah masakan dan kondisi masing-masing pasien yang dirawat di rumah sakit.

"Misalkan untuk yang penderita hipertensi garamnya diusahakan untuk dibatasi. Jadi pasti tidak bisa seperti di restoran yang kadar garamnya cukup tinggi. Atau misalkan kandungan lemaknya juga tinggi sehingga justru tidak cocok untuk pasien di rumah sakit tersebut," kata Putri.

Sementara itu, Ati menegaskan, tampilan menu merupakan faktor penting dalam menyajikan menu makanan di rumah sakit. Menurutnya, saat ini banyak rumah sakit sudah menyajikan makanan dengan tampilan menarik.

"Setiap makanan yang disajikan itu pasti ada garnish-nya [hiasan] entah sedikit atau banyak. Intinya supaya pasien nafsu untuk makan tersebut," ujar Ati.

Apabila masakan rumah sakit terlihat semenarik produk dari restoran, bisa jadi Erina dan Kaesang tak perlu memboyong rombongan chef omakase ke rumah sakit. Pasien lain juga tak perlu lagi sembunyi-sembunyi makan bakso.

Ah, meski begitu, yang harganya mahal dan terasa lezat belum tentu sehat, bukan?

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Putri Annisa

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Putri Annisa
Penulis: Putri Annisa
Editor: Sekar Kinasih