Menuju konten utama
7 Februari 1986

Lengsernya Jean-Claude Duvalier, Sang Presiden Voodoo

Di luar faktor politik, salah satu yang jarang dibahas dalam aspek hidup Duvalier adalah kedekatannya dengan kultur voodoo.

Lengsernya Jean-Claude Duvalier, Sang Presiden Voodoo
Ilustrasi Mozaik Presiden Haiti Penyuka Klenik. tirto.id/Quita

tirto.id - Pada 7 Februari 1986, persis 34 tahun silam, Jean-Claude Duvalier lengser dari jabatannya sebagai Presiden Haiti setelah menjabat sejak 1971. Setelah memerintah dengan tangan besi, melakukan korupsi, serta penyalahgunaan kekuasaan yang membuat ekonomi Haiti merosot dan rakyat kesusahan, pemberontakan jadi jawaban.

Di luar faktor politik, salah satu yang jarang dibahas dalam aspek hidup Duvalier adalah kedekatannya dengan kultur voodoo.

Diktator berjuluk Baby Doc itu punya keyakinan yang serupa dengan ayahnya, Francois Duvalier, alias Papa Doc, yang menjabat status presiden seumur hidup Haiti sejak 1957. Kala Jean-Claude naik sebagai presiden termuda di dunia (19 tahun) usai ayahnya meninggal, rakyat Haiti berharap korupsi, otokrasi, dan kemiskinan akan berakhir. Namun rupanya Jean-Claude sewatak dengan ayahnya, bahkan jauh bertangan dingin lagi.

Lekatnya keluarga Duvalier dengan voodoo bisa ditelusuri dari perkenalan Francois muda dengan seorang dukun voodoo kenamaan bernama Baron Samedi. Tahu bahwa Samedi populer di kalangan masyarakat, Duvalier mendaulatnya sebagai rekanan untuk mengawali karier di bidang politik, demikian dalam catatan CVLTNation.

Haiti era 1940-an masih dikuasai oleh segelintir minoritas kulit putih. Duvalier, kelahiran Port-au-Prince pada 1907, menjadikan kondisi tersebut untuk menguatkan nasionalisme kulit hitam dan ia menjadi motor utama penggeraknya.

Ia menentang kebijakan segregasi atau pemisahan tempat tinggal berdasarkan ras sebagaimana yang terjadi di Afrika Selatan. Kala itu Haiti berada dalam jurang kemiskinan—satu fakta sosial yang jadi bahan kampanye Duvalier untuk menaikkan pamor di kalangan masyarakat awam.

Duvalier mempelajari voodoo selama bertahun-tahun dan amat sangat paham akan kekuatannya atas kepala mayoritas masyarakat Haiti. Ia kemudian memutuskan untuk memakai pakaian dan topi serba hitam—persis sebagaimana baju yang dikenakan Samedi. Ia juga meniru volume serak dan keras Samedi saat berpidato di muka umum sembari bergestur kaku ala zombie.

Konsep awal zombie kerap dikaitkan dengan cerita rakyat Haiti sebagai mayat yang dihidupkan dengan kuasa mantra dan kekuatan sihir. Konsep ini kemudian diasosiasikan dengan voodoo, sebuah tradisi keagamaan spiritis-animis yang melibatkan metode guna-guna kepada orang lain melalui boneka. Meski berkaitan, konsep zombie ternyata tidak berperan penting dalam praktik voodoo tetapi justru laku di dunia perfilman Hollywood.

Infografik Mozaik Presiden Haiti Penyuka Klenik

Infografik Mozaik Presiden Haiti Penyuka Klenik. tirto.id/Quita

Duvalier mengenal berbagai macam ritual voodoo, ruh yang mewujud sebagai utusan di dunia material, simbol-simbol yang rumit dan misterius, juga ketukan drum yang ramai dipukul selama menjalani ritual. Duliver memposisikan voodoo sebagai akar kebudayaan asal Afrika yang pantas dibanggakan rakyat Haiti.

Sikap ini sontak mendapat dukungan dari para dukun voodoo Haiti. Duvalier makin mudah menarik simpati rakyat, termasuk dengan menyebarkan rumor tentang ritual pribadi sebelum memutuskan sikap atas isu-isu nasional.

Pada 1957, ia maju menjadi calon presiden dan hanya bersaing dengan Louis Dejoie, seorang tuan tanah dan industrialis dari wilayah utara. Dejoie, yang berkulit terang sebab bukan orang asli Haiti, kalah oleh Duvalier yang sukses menyebarkan sentimen nasionalisme kulit hitam di Haiti.

Sayangnya, janji-janji manis Duvalier semasa kampanye untuk membangun ekonomi Haiti lebih baik hanya omong kosong. Begitu duduk di kursi kepresidenan, Duvalier berubah jadi diktator yang membawa Haiti ke jurang kegelapan.

Ada yang mengatakan obsesi Duvalier atas voodoo tak lepas dari pengaruh ibunya yang dulu berprofesi sebagai pendeta voodoo perempuan (profesi yang cukup jarang di Haiti hingga akhir 1880-an). Meski demikian, pengamat politik meyakini Duvalier hanya memanfaatkan perkara gaib tersebut hanya untuk mempertahankan tampuk kekuasaannya.

Perilaku mistis Duvalier inilah tergolong yang paling mengganggu dibanding perilaku serupa diktator lain.

Menurut laporan LA Times, ia kerap mendatangkan pendeta voodoo ke istana kepresidenan untuk melakukan ritual dan terlibat di dalamnya. Ia kadang tidur di makam pahlawan kemerdekaan Haiti, Jean-Jacques Dessalines, untuk berkomunikasi dengan "hantunya". Kepala musuh politik yang sudah terpenggal juga pernah dikirim ke istana agar Duvalier bisa "ngobrol" dengan roh korban.

“Hanya para dewa yang mampu mengambil kekuasaan dari tanganku,” katanya suatu hari, beberapa saat usai ia menyatakan diri sebagai presiden seumur hidup.

Sebagaimana sudah diperkirakan sebelumnya, sikap eksentrik Duvalier membuat hubungan Haiti dengan negara-negara tetangga alot. Dengan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, misal. Meski Kennedy pernah memberi bantuan finansial kepada Haiti, tetapi Duvalier marah sebab kebijakan itu rupanya hanya upaya agar Haiti tak dekat dengan Kuba. Saat Kennedy tewas dibunuh, dengan bangga ia mengklaim tragedi tersebut adalah hasil dari santet kirimannya.

Duvelier tak sendirian. Di benua asal moyang warga Haiti itu, diktator dari beberapa negara juga tak lepas dari hal-hal berbau mistis.

Barat-Timur Melarang Sihir karena Ketakutan

Britania Raya boleh jadi negara penggagas rasionalisme modern. Namun, ada masa ketika mereka menganggap sihir sebagai ancaman. Parlemen Britania Raya mengesahkan UU Sihir pada 1735,berisi larangan seseorang untuk mengklaim bahwa setiap manusia memiliki kekuatan magis maupun mempraktikkan sihir. Hukuman maksimalnya pada awal-awal penetapan adalah satu tahun penjara.

Munculnya UU tersebut menandai berakhirnya era pengadilan jalanan untuk orang-orang yang dituduh mempraktikkan ilmu sihir di Inggris dan memulai sejarah hukum modern untuk mengatur perkara klenik, demikian papar Ronald Hutton dalam buku The Triumph of the Moon: A History of Modern Pagan Witchcraft (2009).

Pada 1600-an, para tertuduh penyihir biasa diseret oleh massa ke ruang publik untuk digantung atau dibakar hidup-hidup. Rumah dan properti korban juga dibakar. Dengan munculnya UU Sihir, orang terakhir yang dieksekusi dengan cara demikian adalah Janet Horne, tertuduh penyihir asal Skotlandia, yang dibakar massa pada 1927.

Hingga 1940-an UU Sihir memakan banyak korban yang digelandang ke pengadilan dengan tuduhan serupa. Muncul pula kontra dari elite pemerintahan Inggris sebab UU Sihir dinilai diskriminatif dan rentan dipakai sewenang-wenang untuk menghukum kepercayaan seseorang. Penggunaan terakhir dari UU Sihir tercatat pada 1950 dan setahun setelahnya dicabut karena dinilai sudah tak relevan.

Di Haiti, kisah pahit serupa terjadi ketika Duvalier meninggal. Kematian Jean-Claude Duvalier menandai perayaan anti-voodoo oleh kelompok oposisi di seantero Haiti. Hari itu, 21 April 1986, para pendeta voodoo jadi sasaran amuk massa terhadap sang diktator. Massa merusak dan menjarah rumah para pendeta, menghancurkan barang-barang yang biasa dipakai untuk ritual, hingga corat-coret vandalisme untuk memastikan bahwa ke depan Haiti mesti lepas dari praktik berbau klenik.

Sebuah warisan moreng dari sang mantan Presiden. []

Baca juga artikel terkait HAITI atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Humaniora
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf