Menuju konten utama

Legalisasi Taksi Online Ditarget Rampung Tahun ini

Legalisasi terhadap moda transportasi berbasis aplikasi online akan segera terwujud. Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub saat ini tengah merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Revisi untuk mengakomodir taksi online tersebut ditargetkan rampung tahun ini.

Legalisasi Taksi Online Ditarget Rampung Tahun ini
Puluhan sopir taksi saat melakukan unjuk rasa di kantor Dishubkominfo Provinsi NTB di Mataram, Rabu (23/3) silam. Puluhan sopir taksi dari perwakilan sejumlah operator taksi menolak kehadiran operasional taksi online beroperasi di wilayah NTB. Antara foto/Ahmad Subaidi.

tirto.id - Legalisasi terhadap moda transportasi berbasis aplikasi online akan segera terwujud. Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub saat ini tengah merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Revisi untuk mengakomodir taksi online tersebut ditargetkan rampung tahun ini.

Berbicara pada diskusi yang bertajuk "Jalan Keluar Legalisasi Moda Transportasi Berbasis Aplikasi Online" di Jakarta, Rabu (19/10/2016), Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar menyatakan saat ini pihaknya saat ini masih terus menggodok revisi Permenhub tersebut dan menerima masukan-masukan dari berbagai pihak, baik dari perusahaan taksi aplikasi maupun taksi resmi.

"Kita akan lakukan secepatnya, secara komprehensif tidak terburu-buru, setelah kita lakukan pembahasan, kita sampaikan dulu pada stakeholder (pemangku kepentingan), termasuk asosiasi baru kita publikasikan," katanya.

Dalam revisi tersebut, kata Pudji, ada lima syarat utama bagi taksi online untuk menjadi angkutan resmi, yaitu pengemudi harus mengantongi SIM A umum, kendaraan yang dioperasionalkan harus diuji KIR, perusahaan harus memiliki pool dan bengkel, STNK harus atas nama perusahaan bukan pribadi dan perusahaan harus berbadan hukum.

Kendati demikian, sebut Pudji, pihak pengelola taksi dalam jaringan (daring) mengeluhkan bahwa untuk mendapatkan SIM A umum minimal harus memiliki SIM A selama satu tahun.

"Mereka minta "Pak kalau bisa dipermudah", "tidak bisa dipermudah karena ini masalah tanggung jawab untuk keselamatan baik penumpang maupun pengemudinya"," katanya.

Demikian pula dengan uji KIR, Kemenhub tidak bisa tawar-menawar karena menyangkut keselamatan berkendara dan semua kendaraan umum harus laik jalan.

"Tapi ini pun jadi masalah, mereka minta jangan diketok nanti ketika dijual lagi susah, kendaraannya bekas taksi online," katanya.

Terkait STNK, Pudji mengatakan telah disepakati untuk memberi batas selama satu tahun, namun apabila terjadi pelanggaran dalam masa transisi tersebut harus ditindak.

"Kami juga melakukan komunikasi dengan Kemenkominfo bagaimana kok izin belum.keluar, kendaraan sudah beroperasi apakah harus ditindak, di-banned (dilarang) aplikasinya atau bagaimana, ini ranahnya Menkominfo," katanya.

Saat ini Kemenbub masih memberikan waktu selama enam bulan bagi taksi daring untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin sebagai taksi resmi dan menunda penindakan hukumnya.

Masukan-masukan lainnya, lanjut dia, yaitu terkait jenis kendaraan bermotor yang dioperasikan minimal 1.300 cc, sementara perusahaan taksi daring meminta 1.000 cc sudah bisa dioperasikan.

"Ini pun tengah dibahas, masukan baik lisan maupun tulisan, finalnya nanti," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia DKI Jakarta Achmad Izzul Waro menilai wajar terdapat revisi dalam suatu peraturan apabila peraturan tersebut betul-betul tidak dapat dilaksanakan.

"Sah-sah saja, kalau tidak bisa dilaksanakan untuk apa peraturan itu dibuat, sehingga tidak menimbulkan kompetisi yang fair (adil) antarpelaku industri," katanya.

Menurut dia, yang terpenting tidak ada gesekan di masyarakat yang mengganggu dan menimbulkan kekacauan.

Achmad menambahkan penegakan hukum juga seharusnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, dalam hal ini, Pemprov DKI Jakarta.

"Pemerintah daerah juga memiliki kewenangan kalau memang dari awal tidak sesuai dengan undang-undang dan daerahnya, seharusnya dilarang saja," katanya.

Sementara itu, Pengamat Teknologi Informasi ICT Institute Heru Sutadi menilai Kemenhub sudah memberikan banyak kelonggaran kepada perusahaan taksi daring dalam memfasilitasi agar menjadi angkutan legal.

"Menurut saya diikuti saja dulu apa yang ada di PM 32/2016 itu, ke depannya ada revisi atau apa bisa menyesuaikan," katanya.

Dalam kesempatan sama, Kuasa Hukum Pengemudi Taksi Daring Andryawal Simanjuntak menuntut pemerintah untuk bersikap adil kepada taksi online.

"SIM A umum juga harus berlaku ke taksi resmi, tapi kami yakin kami didukung Presiden dan dibutuhkan masyarakat banyak.

Baca juga artikel terkait TAKSI ONLINE atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH