tirto.id - Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mendesak kepolisian tidak melarang aksi unjuk rasa buruh di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat.
Alghiffari menyatakan hal itu menanggapi kabar kepolisian belum mengeluarkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) usai menerima surat pemberitahuan resmi tentang rencana aksi long march buruh pada 1 Mei 2018 (May Day).
Aksi itu digelar oleh Gerakan Buruh untuk Rakyat (Gebrak). Menurut pihak buruh, alasan polisi belum mengeluarkan STTP karena salah satu titik rute long march aksi itu melintasi Bundaran HI.
“Kepada aparatur penegak hukum jangan halangi buruh untuk menyampaikan pendapat dan hak konstitusionalnya, seperti hak berpendapat, hak berdemonstrasi dan hak berekspresi,” kata Alghiffari di Kantor LBH Jakarta, pada Jumat (27/4/2018).
“Jadi jika ada penghalangan, baik secara halus dan intimidatif, ataupun secara keras, ataupun dengan kekerasan, itu adalah pelanggaran hak konstitusional para buruh,” dia menambahkan.
Menurut Alghiffari, setelah menerima surat pemberitahuan dari penyelenggara demonstrasi, kepolisian wajib memberikan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) dan mempersiapkan pengamanan lokasi unjuk rasa.
Dia menambahkan ketentuan tersebut sudah diatur dalam pasal 13 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Jadi kurang jelas apalagi? Polri wajib mengeluarkan STTP tersebut,” kata Alghiffari.
Dia juga menyayangkan kepolisian kerap mempersempit ruang buruh untuk menyampaikan aspirasi.
"May Day tahun lalu, enggak boleh sampai istana, [padahal] itu tidak ada larangannya. Kemudian ada larangan aksi di HI yang enggak ada juga aturannya," kata Alghiffari.
Buruh Nilai Polisi Tidak Punya Alasan Larang Demo di Bundaran HI
Sementara itu, organisasi buruh, yang berencana menggelar aksi long march dari Bundaran HI menuju Istana Negara saat May Day, Gerakan Buruh untuk Rakyat (Gebrak) memprotes keras sikap kepolisian.
Juru bicara Gebrak, Damar Panca Mulya menilai kepolisian tidak memiliki alasan kuat untuk melarang organisasinya menggelar demonstrasi di Bundaran HI.
Menurut dia, saat Gebrak menyerahkan surat pemberitahuan aksi kepada Polda Metro Jaya, polisi tidak memberikan STTP dengan alasan Bundaran HI harus steril dari aksi unjuk rasa.
“Saya tanya, apa landasan hukumnya, katanya [polisi] dari beberapa tahun yang lalu, sudah ada kebijakan gubernur [DKI] bahwa tidak boleh ada aksi di Bundaran HI. Saya tanya lagi, apa bentuk kebijakannya, pergub atau apa, enggak bisa menunjukkan juga,” kata Damar.
Damar menambahkan Polda Metro Jaya sempat meminta Gebrak bertanya ke Mabes Polri tentang alasan larangan itu. Namun, menurut dia, Mabes Polri justru meminta Gebrak membuat surat pernyataan tidak akan ada perusakan fasilitas umum saat aksi berlangsung.
”Ada klausul [di surat pernyataan], apabila massa aksi menginap dan merusak fasilitas umum, maka koordinator lapangan siap dituntut oleh kepolisian,” kata Sekjen Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) tersebut.
Menurut Damar, sampai hari ini, polisi belum memberikan STTP kepada Gebrak. Akan tetapi, pada 29 April 2018, ada pertemuan antara perwakilan Gebrak dan kepolisian untuk membahas hal tersebut.
Di pertemuan tersebut, Damar menyatakan Gebrak akan menyampaikan kepada kepolisian bahwa, meski STTP belum keluar, organisasi itu akan tetap menggelar demonstrasi saat May Day sesuai rencana sebelumnya. Menurut dia, hal itu sudah sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998.
“Kami akan menggelar unjuk rasa karena STTP itu itu sifatnya pemberitahuan, bukan izin,” ujar dia.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Addi M Idhom