tirto.id -
"Data pelanggaran yang ada di tiga tempat ini yang pelanggarannya lebih dari 100 persen masih banyak," ujar Budi di Kementerian Perhubungan Jakarta pada Rabu (13/9/2018).
Kemenhub mencatat data pelanggaran yang terjadi, yaitu di Balonggandu ada 2.994, Losarang 2.011, Widang 3.578. "Rata-rata masih di atas 50 persen, kecuali Widang. Pelanggaran di atas 100 persen over loading-nya masih banyak," ujar Budi.
Lalu, pelanggaran di atas 100 persen di Balonggandu ada sekitar 2.011, Losarang 1.717 dan Widang 2.260. Sementara itu, data kendaraan pengangkut yang masuk di Losarang ada 2.982 kendaraan, Balonggandu 6.521, dan Widang 7.810 kendaraan.
"Potensi pelanggaran ODOL harusnya semakin kecil. Ke depan, 2019 kita bisa selesaikan itu semua," ujar Budi.
Budi mengatakan bahwa dampak pengetatan ODOL saat ini masih banyak direspon oleh para pengemudi truk dengan menghindari jalan nasional yang diawasi tersebut dan lari ke jalan tol.
"Jalan tol jadi lebih berat karena pengemudi menghindari Balonggandu dan Losarang. Ada juga yang lewat jalan kampung, jembatannya sampai roboh di Jawa Timur," ujar Budi.
Sebenarnya, kata Budi, sosialisasi sudah dilakukan ke semua pihak dan banyak dukungan mulai bermunculan, tapi masih perlu penyesuaian.
"Sejak awal Agustus mulai banyak bermunculan asosiasi yang enggak pernah koordinasi, seperti pupuk, besi, semen, air minum, beras, dan sebagainya, merapat kepada kami untuk pada akhirnya mendukung. Tinggal bagaimana kami menguatkan kembali dan juga tidak hanya yang di Jakarta kami harapkan bisa mendukung dengan pelaksanaan penertiban ODOL," ujar Budi.
Saat ini, masih ada beberapa toleransi yang diberikan kepada truk-truk angkutan barang. Seperti semen dan pupuk diberi toleransi untuk kelebihan muatan dan dimensi 40 persen ke atas sebelum ditilang.
Kemudian, makanan dan sembako 50 persen ke atas baru akan ditilang. Jangka waktu pemberian toleransi ini 1 tahun.
"Kami menuntut kalau sudah diberikan toleransi, mereka tetap harus melaporkan penyesuaian mereka, seperti jumlah kendaraan dan perilaku pengemudi," ujar Budi.
Menurut Budi, pemberian toleransi merupakan antisipasi adanya dampak kepada kelangkaan barang yang memicu inflasi. Jadi, butuh pengkajian khusus untuk penertiban dilakukan tidak sporadis.
"Pak menteri tidak hanya memberlakukan hukum, tapi juga ingin melakukan edukasi dan mengajak asosiasi untuk tumbuh kesadaran sendirinya," ujar Budi.
Editor: Maya Saputri