tirto.id - Diriwayatkan, Rasulullah Muhammad Saw. bersabda " ... Orang yang berpuasa mempunyai 2 kegembiraan; satu kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu Rabb-nya". Hikmah hadis ini diuraikan dalam Futuhat al-Makkiyyah karya Ibnu Arabi.
Puasa adalah ibadah istimewa. Dalam Ihya Ulumuddin karya Abu Hamid Al-Ghazali, disebutkan bahwa puasa adalah seperempat iman, dengan dasar sabda Nabi "puasa itu setengah sabar" dan "sabar itu setengah dari iman".
Selain itu diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada kebaikan yang dikerjakan anak Adam kecuali akan ditulis untuknya 10 kebaikan hingga 700 kali lipat. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, 'Kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya.'." (H.R. Ibnu Majah 3813).
Dalam puasa, seseorang menahan lapar dan haus, juga dari hal-hal yang membatalkan, sejak fajar shadiq (waktu subuh) hingga matahari terbenam (magrib). Selain itu, sepanjang berpuasa, seorang muslim juga menghindari perbuatan yang dapat merusak pahala.
Dari Abu Hurairah, Rasululullah saw. bersabda, "Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata kotor dan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minuman" (H.R. Ibnu Majah 1679)
Diwirayatkan dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian berpuasa di suatu hari, maka janganlah ia berkata-kata kotor (fa la yarfuts) dan berbuat kesia-siaan (wa la yajhal). Bila ada seseorang yang mencaci atau menyerangnya, maka hendaklah ia berkata, 'Sesungguhnya saya sedang berpuasa.'." (H.R. Muslim 1941).
Dalam puasa, yang dituntut adalah kesabaran. Manusia berlepas dari hakikatnya selama berada di dunia, yaitu makan dan minum. Ia melakukan hal itu semata-mata karena mematuhi syariat Allah.
Dalam Futuhat al-Makkiyyah Jilid 4 (2019, 127-128), Ibnu Arabi melukiskan betapa istimewanya seseorang yang berpuasa, karena pada sesungguhnya kesabaran yang ada dalam puasa adalah pengekangan bagi jiwa. Manusia rela melakukan pengekangan itu atas perintah-Nya, sehingga ia mendapatkan ganjaran istimewa pula, "sesungguhnya puasa itu milik-Ku dan Akulah yang akan membalasnya".
Nabi saw. bersabda, "Orang yang berpuasa memiliki 2 kebahagiaan. Kegembiraan saat berbuka dan dan kegembiraan saat bertemu dengan Rabb-nya."
Kegembiraan jenis pertama, kegembiraan saat berbuka adalah kegembiraaan untuk ruh hewaninya. Setelah mengekang makan dan minum, maka berbuka adalah waktu untuk kembali kepada hakikat kehidupan duniawi.
Namun, ada kegembiraan lain yang lebih tinggi, yaitu kegembiraan saat bertemu Rabb-nya. Menurut Ibnu Arabi, ini adalah kegembiraan untuk jiwa rasional manusia (an-nafs an-natiqah), yakni sisi lembut Rabbaninya (al latifah ar-rabbaniyyah). Puasa memberinya pertemuan dengan Allah, yakni musyahadah dan penyaksian.
Biografi Singkat Ibnu Arabi
Ibnu Arabi bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin al-Arabi al-Hatimi at-Tai. Sepanjang hidup ia banyak menuliskan karya-karya dengan pemikiran khas, yang paling terkenal di antaranya Futuhat al-Makkiyyah, Fusus al-Hikam, dan Tarjuman al-Ashwaq.
Selain sebagai filsuf sufi, Ibnu Arabi juga dikenal sebagai ahli tafsir, hadis, fiqh, dan sastra. Sosok kelahiran Murcia, 26 Juli 1165 (17 Ramadan 561 H) ini berjuluk Syaikh al-Akbar dan Muhyiddin.
Dalam Ngaji Filsafat Bagian 57: Ibnu Arabi, Fahruddin Faiz menjelaskan, Syaikh al-Akbar membagi pengetahuan jadi 3 jenis, yaitu pengetahuan inteletektual (ilm al-aqli), pengetahuan kesadaran akan keadaan-keadaan batin (ilmu al-ahwal), dan pengetahuan tentang yang gaib, yang tidak terjangkau manusia biasa (ilm al-asrar).
Menurut Ibnu Arabi, ilm al-aqli adalah pengetahuan yang sifatnya empiris dan rasional. Pengetahuan jenis pertama ini dicari ke luar diri. Sementara itu, pengetahuan berikutnya (ahwal) adalah pengetahuan swa-objek (ke dalam diri).
"(Ilmu) Ahwal (adalah) ilmu tentang rasa, intuisi, sumbernya tidak selalu hal-hal transenden, tidak selalu dari Allah. Ini tidak akal, ilmu yang harus direct experience (pengalaman langsung) validitasnya lebih tinggi daripada ilm al-aqli," terang Fahruddin Faiz.
"Ada pengetahuan level ketiga yang disebut ilm al asrar. Ini bukan aqli, tapi ahwal yang sumbernya bukan upayamu (manusia), rasa tapi bukan kamu yang mengupayakan rasa itu, kamu cuma menunggu, pasif. Dalam tasawuf, ini batin yang jernih yang dilimpahi pengetahuan dari Allah," tambahnya.
Editor: Iswara N Raditya