tirto.id -
Sebagaimana diketahui, peresmian Masjid Agung DKI Jakarta ini dipercepat satu hari dari tanggal yang dijadwalkan. Seharusnya ia diresmikan pada Minggu, 15 April lalu. Tetapi, mengikuti jadwal Presiden Joko Widodo, peresmian ini dilakukan pada Sabtu, 14 April.
Menurut Prasetyo Edi, saat Joko Widodo menjabat sebagai gubernur DKI pada 2013, ia menanyakan lokasi Masjid Agung DKI Jakarta karena Masjid Istiqlal merupakan masjid nasional. Baru kemudian tercetus untuk mengeksekusi Masjid Agung di Jalan Daan Mogot Jakarta.
Sekretaris Tim Pemenangan Ahok-Djarot, TB. Ace Hasan Syadzily juga membantah adanya politisasi masjid lantaran peresmiannya dipercepat sehari.
"Saya kira tidak ada sedikit pun buat Jokowi atau Ahok mempercepat pembangunan masjid sebagai upaya politisasi masjid. Kalau pembangunan masjid lebih cepat tiga bulan sebelumnya kan lebih baik," ujar Ace di lokasi yang sama.
Lebih lanjut Ace mengatakan kalau presiden mau melakukan politisasi masjid, seharusnya ia bersikukuh untuk meresmikan pada 15 April ketika Ahok-Djarot kembali aktif menjadi gubernur dan wakil gubernur.
"Saya percaya apa yang dilakukan Jokowi dan Ahok sebagai niat tulus karena DKI Jakarta belum punya masjid resmi sebagai masjid pemerintah DKI Jakarta," ujarnya.
Ia menegaskan, peresmian masjid ini tidak ada unsur politisasi.
"Dari segi kopnya, tidak mungkin. Pak Ahok jadi gubernur aktif pada 16 (April), Kop tanggal 15 (April). Jadi enggak mungkin Pak Ahok waktu itu menandatangani karena waktu itu belum menjadi gubernur aktif," tambahnya, seraya mengatakan warga DKI Jakarta untuk tidak mempercayai isu-isu hoax.
Djarot Saiful Hidayat sebelumnya sempat membantah bahwa surat itu berasal dari dari pihaknya. Menurutnya, surat edaran ini ialah kampanye hitam untuk memfitnahnya.
"Tadi saya dapat kiriman seperti itu, itu fitnah, black campaign yang luar biasa," ujarnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/4).
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Agung DH